?️ Ustadz Abu Ghozie As Sundawie Hafidzhahullahu Ta’ala
Inilah kisah cinta paling mengagumkan sepanjang sejarah. Bukan kisah cinta Qais dengan Laela, dan bukan pula Romeo dengan Juliet. Karena kisah-kisah ini (kalaupun seandainya benar benar terjadi) adalah kisah cinta yang kandas, tapi cinta yang berselimutkan nafsu, berujung pilu
Cinta sejati adalah cinta yang terus bersemi setelah menikah hingga salah satu dijemput oleh kematian. Kisah cinta paling agung adalah cinta Sayyidina Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam kepada Sayidah Khadijah radhiyallahu ‘anha.
Kisah Cinta Sejati Hingga wafat-nya Khadijah.
Satu tahun sesudah wafatnya Khadijah, datanglah seorang wanita dari kalangan sahabat dan berkata kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, menikahlah. Engkau mempunyai tujuh anak dan memikul dakwah besar yang harus ditunaikan. Engkau harus menikah.” Sebuah perkara yang tidaksamar bagi laki-laki mana pun. Seandainya Allah tidak memerintahkannya untuk beristri sesudahitu, niscaya beliau tidak menikah untuk selamanya.
Sayyidina Muhammad tidak menikah sebagai seorang laki-laki kecuali dengan Khadijah radhiyallahu ‘anha.
Pernikahannya setelah itu adalah pernikahan tuntutan risalah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Dan beliau tidakpernah melupakan istrinya hingga empat belas tahun sesudah wafatnya.
Pada hari Fathu Makkah, ketika para sahabat berkumpul di sekeliling Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, seluruh Quraisy mendatanginya untuk meminta maaf dan kemurahanhatinya. Tiba tiba beliau melihat seorang wanita tua datang dari jauh. Beliau berdiri meninggalkan semua orang, lalu berbicara dengan wanita itu, beliau melepas jubahnya untuk digelar di tanah, lalu duduk bersamanya. Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya-tanya, siapakah wanita tersebut.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam telah memberinya waktu,pem-bicaraan dan perhatiannya? Rasulullah shalallahu ‘alaihiwasallam menjawab, “Ini teman Khadijah.”
Aisyah bertanya, “Kalian berbincang tentang apa, ya Rasulullah?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Tentanghari-hari Khadijah.”
Aisyah cemburu dan berkata, “Apakah engkau masih menyebut-nyebut wanita tua itu, yang telah terkubur di bawah tanah padahal Allah telah memberimu pengganti yang lebih baik darinya?”
Nabi shalallahu ‘alaihiwasallam menjawab, “Demi Allah, Allah tidak memberiku pengganti yang lebih baik darinya. Dialah yang menghiburku manakala orang-orang mengusirku. Dia juga yang membenarkan ku manakala orang-orang mendustakanku.”
Aisyah merasa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah marah, maka dia berkata: “Maafkan aku ya Rasulullah.” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Mohonkan ampunan untuk Kha-dijah sehingga aku memohon kan ampunan untukmu.” (Riwayat Bukhari dari Sayyyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha)
PELAJARAN DARI KISAH :
[1] Rasulullah shalallahu alihi wasallam begitu setia kepada istri tercintanya Kahdijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anhu.
[2] Siapa istri rasulullah yang paling utama antara Aisyah dan Khadijah radhiyallahu ‘anhuma ? Ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Mereka terbagi kepada tiga pendapat :
Pertama : Aisyah lebih utama secara mutlaq berdasarkan riwayat dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
فَضْلُ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ، كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَ ىسَائِرِ الطَّعَامِ
“Keutamaan Aisyah dibandingkan semua wanita seperti Tsarid diatas seluruh makanan” (HR Bukhari : 3770) Tsarid : makanan enak terbuat dari daging dan roti.
Dari Abu ‘Utsman radhiyallahu anhu ia berkata
: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ قَالَ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَيُّالنَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ عَائِشَةُ قُلْتُ مِنْ الرِّجَالِ قَالَ أَبُوهَا قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ عُمَرُ فَعَدَّ رِجَالًا فَسَكَتُّ مَخَافَةَ أَنْ يَجْعَلَنِي فِي آخِرِهِمْ
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengutusnya Amru bin Ash untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam perang Dzatus Salasil. Amru bin Al Ash berkata; Aku menemui Rasulullah seraya bertanya; Ya Rasulullah, siapakah orang yang engkau cintai? Rasulullah menjawab; ‘Aisyah.’ Lalu saya tanyakan lagi; Kalau dari kaum laki-laki, siapakah orang yang paling engkau cintai? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: ‘Ayah Aisyah (Abu Bakr).’ saya bertanya lagi; lalu siapa? Rasulullah menjawab: ‘Umar bin Khaththab.’ Kemudian beliau menyebutkan beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu aku pun diam karena aku takut termasuk orang yang paling terakhir. (HR Bukhari : 4358)
Pendapat kedua : Khadijah lebih utama dari Aisyah karena memiliki keutamaan yang tidak dimiliki Aisyah.
Pendapat ketiga : Diperinci yaitu kedua-duanya afdhal. Khadijah afdhal ditinjau diawal kerasulan, pembelaannya kepada dakwah, hartanya dihabiskan didalam membela agama Allah. Adapun Aisyah afdhal kalau ditinjau diakhir masa kerasulan setelah khadijah wafat didalam menyebarkan ilmu yang memang memiliki kecerdasan yang tidak dimiliki oleh para istri nabi yang lain, dimana tidaklah wahyu turun kecuali Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sedang berada di rumah Aisyah.
[3] Berbuat baik kepada kerabat yang telah meninggal dunia adalah dengan berbuat baik kepada teman dekatnya. Ibnu Umar pernah berbuat baik kepada seorang arab baduy ketika ditanya apa alasannya ? beliau menjawab karena orang tua ini adalah teman baik Umar bin Khattab, lalu beliau mengatakan aku mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
Sesungguhnya sebaik-baik berbakti adalah menyambung kekerabatan seorang anak kepada kerabat teman dekat bapaknya” (HR Muslim : 2552)
[4] Keluhuran akhlak Aisyah radhiyallahu anha dimana ketika berbuat keliru menyakiti suami segera meminta maaf. Dan inilah karakter istri shalihah, wanita ahli surga. Dari Ka’ab bin Ujrah radhiyallahu anhu ia berkata , Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ الْوَلُودَ الْوَدُودُ الَّتِي إِذَا ظَلَمَتْ هِيَ أَوْ ظُلِمَتْ قَالَتْ: هَذِهِ يَدِي فِي يَدِكَ، لَا أَذُوقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku kabarkan kepada kalian wanita kalian dari penduduk surga ? ia adalah wanita penyayang, banyak anaknya, yang apabila ia mendzalimi atau terdzalimi akan mengatakan inilah tanganku tidak akan bisa memejamkan mata sehingga engkau ridha (memaafkanku)” (HR Thabrani, Mu’jamul Aushath : 5648, Nasaa-i : 9094, sunan Al-Kubra dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma)
[5] Sesoleh dan setaqwa serta sehebat apapun wanita maka tetap saja karakternya bengkok karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Diantaranya adalah rasa cemburunya Aisyah radhiyallahu anha kepada madunya yaitu Khadijah radhiyallahu anhu. Disinilah uniknya makhluk yang bernama wanita, kalau sudah cemburu suka ngelantur omongannya. Menghadapi wanita seperti ini maka diantara salah satu caranya adalah hadapi dengan senyum saja. Dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata :
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ لَوْ نَزَلْتَ وَادِيًا وَفِيهِ شَجَرَةٌ قَدْ أُكِلَ مِنْهَا، وَوَجَدْتَ شَجَرًا لَمْ يُؤْكَلْ مِنْهَا، فِي أَيِّهَا كُنْتَ تُرْتِعُ بَعِيرَكَ؟ قَالَ: «فِي الَّذِي لَمْ يُرْتَعْ مِنْهَا» تَعْنِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَتَزَوَّجْ بِكْرًا غَيْرَهَا
“Dari Aisyah radliallahu ‘anha, ia berkata; Aku pernah bertanya kepada, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah sekiranya Anda singgah di suatu lembah, dan di dalam lembah itu terdapat pohon yang buahnya telah dimakan, lalu Anda mendapatkan satu pohon yang buahnya belum di makan, maka pada pohon manakah Anda akan menambatkan Unta Anda?” beliau pun menjawab: “Pada pohon yang belum dijamah.” Dalam riwayat Abu Nu’aim ada tambahan : Akulah wanita tersebut. Maksudnya, adalah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belum pernah menikahi gadis selainnya. (HR Bukhari : 5077).
Imam Ibnu Sa’ad rahimahullah didalam kitab Tabaqat Al Kubra melengkapi riwayatnya Imam Bukhari rahimahullah diatas : Aisyah Radhiyallahu anha berkata :
دَخَلَ عَلَيَّ يَوْمًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ : أَيْنَ كُنْتَ مُنْذُ الْيَوْمِ ؟ قَالَ : يَا حُمَيْرَاءُ كُنْتُ عِنْدَ أُمِّ سَلَمَةَ فَقُلْتُ : مَا تَشْبَعُ مِنْ أُمِّ سَلَمَةَ ؟ قَالَتْ : فَتَبَسَّمَ , فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ , أَلاَ تُخْبِرُنِي عَنْكَ , لَوْ أَنَّكَ نَزَلْتَ بِعُدْوَتَيْنِ , إِحْدَاهُمَا لَمْ تُرْعَ , وَالْأُخْرَى قَدْ رُعِيَتَ , أَيُّهُمَا كُنْتَ تَرْعَى ؟ قَالَ : الَّتِي لَمْ تُرْعَ قُلْتُ : فَأَنَا لَسْتُ كَأَحَدٍ مِنْ نِسَائِكَ , كُلُّ امْرَأَةٍ مِنْ نِسَائِكَ قَدْ كَانَتْ عِنْدَ رَجُلٍ , غَيْرِي , قَالَتْ : فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
Suatu hari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam datang kepada ku (setelah seharian beliau pergi), lalu aku bertanya, “Dari mana saja engkau seharian wahai Rasulullah ?” beliau menjawab, “Tadi aku di rumahnya Umu Salamah”, Aku berkata, “Apa engkau tidak kenyang dengan Umu Slamah ?” Aisyah berkata, “Rasululullah hanya tersenyum”. Lalu aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku, kalau seandainya engkau menggembala didua lembah rumput, yang satunya sudah digembala orang sementara yang satunya belum digembalakan orang, kira kira mau di gembalakan dimana ?” Beliau menjawab, “tentunya di padang rumput yang belum digembala orang”, lalu Aku berkata, “sedangkan aku tidaklah seperti istri istrimu yang lain, semua istrimu adalah janda bekas orang lain kecuali aku”, Aisyah berkata, Rasulullah shalallahu alaih wasallam hanya tersenyum. (Thobaqat Al Kubra, Ibnu sa’ad 8/55 no. 10041)
[6] Wahai para suami nikmatilah istri kalian dan bersenang senanglah bersama mereka dengan karakter yang telah Allah ciptakan, berbuat baiklah kepada mereka dan ingatlah bahwa senyum adalah salah satu solusi menghadapi mereka. Wallahu a’lam.
Baca selengkapnya di : https://abughozie.com/?p=389