Oleh : Ustadz Abu Ghozie As-Sundawie
Inilah bebarapa nasehat dari para ulama untuk para penuntut ilmu agar mereka tetap semangat, istiqamah, tidak lemah apalagi putus asa sampai patah arang.
Diantara nasehat- nasehat tersebut :
[1] Ikhlash
Menuntut ilmu adalah ibadah bahkan seutama utama ibadah, maka dalam menuntut ilmu wajib untuk mengikhlaskan diri hanya mengharapkan wajah Allah.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَآءَ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus,. (QS. al-Bayyinah : 5)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَة
“Barangsiapa mempelajari ilmu yang diharapkan dengannya wajah Allah ‘Azza wa Jalla, namun dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta dunia maka dia tidak akan mencium wangi surga di Hari Kiamat” (HR Ahmad)
Imam Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata :
مَا ازْدَادَ عَبْدٌ عِلْمًا فَازْدَادَ فِيْ الدُّنْيَا رَغْبَةً إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللَّهِ بُعْدًا
“Seorang hamba yang ilmunya bertambah namun semakin bertambah pula cintanya kepada dunia pastilah ia bertambah jauh dari Allah”. (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab, An Nawawi 1/23).
[2] Sabar dalam menuntut ilmu
Maksudnya terus (tekun) belajar, tidak berhenti, tidak pula merasa jemu, namun dia harus terus belajar disesuaikan dengan kemampuan yang ia miliki. la pun harus sabar dengan ilmu (yang ia cari) dan tidak merasa bosan.
Seseorang terkadang merasa letih dan meninggalkan suatu pekerjaan apabila ia terhinggapi rasa jemu.
Namun jika ia tetap menekuni ilmu maka ia akan meraih pahala orang-orang yang sabar di satu sisi.
Dan ia akan mendapatkan kesudahan yang baik pada sisi lainnya.
Simaklah firman Allah ‘Azza wa Jalla kepada Nabi-Nya,
تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
“Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaum sebelum ini. Maka bersabarlah sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Hud: 49)
Allah Ta’ala juga berfirman :
وَاصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِين
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS Huud : 115)
As-Sya’bi mengatakan :
«لَوْ أَنَّ رَجُلًا سَافَرَ مِنْ أَقْصَى الشَّامِ إِلَى أَقْصَى الْيَمَنِ فَحَفِظَ كَلِمَةً تَنْفَعُهُ فِيمَا يَسْتَقْبِلُ مِنْ عُمْرِهِ، رَأَيْتُ أَنَّ سَفَرَهُ لَمْ يَضَعْ»
“Seandainya seseorang berpergian dari ujung Syam sampai ujung Yaman lalu mendengar satu kalimat hikmah yang bermanfaat untuk masa yang akan datang dari umurnya, maka menurutku itu tidaklah sia-sia”. (Jaami’u Bayanil ‘Ilmi Wa Fadhlih, Ibnu ‘Abdil Barr : 1/195).
Yahya bin Abi Katsir rahimahullah mengatakan :
«لَا يُنَالُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْبَدَنِ» وفي روايةٍ : «لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ»
“Ilmu tidak bisa diraih dengan badan santai. Dalam riwayat lain : Ilmu tidak dapat dicapai dengan jasad yang santai” (Jaami’u Bayanil ‘Ilmi Wa Fadhlih, Ibnu ‘Abdil Barr : 1/191).
Imam Bukhari rahimahullah membuat suatu bab :
بَاب الْخُرُوجِ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَرَحَلَ جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُنَيْسٍ فِي حَدِيثٍ وَاحِدٍ
Bab keluar untuk menuntut ilmu dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu menempuh perjalanan satu bulan menuju ke tempat Abdullah bin Unais Al Anshari radhiyallahu ‘anhu hanya untuk mendengarkan sebuah hadits. (HR Bukhari).
Al Khatib Al Bagdadi meriwayatkan dari Al Junaid Ia mengatakan :
ما أَحَدٌ طَلَبَ شَيْئاً بِجِدٍّ إِلاَّ نَالَهُ، فَإِنْ لَمْ يَنَلْهُ كُلَّهُ نالَ بَعْضَه
“Tak seorangpun yang mencari sesutau dengan sungguh-sungguh dan jujur kecuali ia pasti meraihnya, kalau tidak meraih semuanya ia pasti meraih sebagiannya”. (Al Jaami’ Li Akhlaqir Raawi Wa Adabis Saami’, Al Khatib Al Baghdadi 2/179).
Diriwayatkan dari Al Fadhl bin Sa’id ia menceritakan :
كَانَ رَجُلٌ يَطْلُبُ الْعِلْمَ فَلَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ فَعَزَمَ عَلَى تَرْكِهِ فَمَرَّ بِمَاءٍ يَنْحَدِرُ مِنْ رَأْسِ جَبَلٍ عَلَى صَخْرَةٍ قَدْ أَثَرَ الْمَاءُ فِيْهَا فَقَالَ : الْمَاءُ عَلَى لَطَافَتِهِ قَدْ أَثَّرَ فِيْ صَخْرَةٍ عَلَى كَثَافَتِهَا وَاللَّهِ لَأَطْلُبَنَّ الْعِلْمَ فَطَلَبَ فَأَدْرَكَ
“Ada seorang yang mencari ilmu namun tak kunjung menguasainya. Ia lalu bertekad untuk meninggalkannya. Kemudian Ia melihat air dari atas gunung yang menetes ke batu. Air itu telah meninggalkan bekas padanya. Ia mengatakan, Air dengan kelembutannya telah meninggalkan bekas pada batu yang begitu keras. Demi Allah aku tetap akan mencari ilmu. Maka orang itupun mencarinya dan akhirnya ia berhasil”. (Al Jaami’ Li Akhlaqir Raawi Wa Adabis Saami’, Al Khatib Al Baghdadi 2/179).
[3] Semangat membara
Allah Ta’ala berfirman :
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” (QS Thoha : 114)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَنْ يَشْبَعَ الْمُؤْمِنُ مِنْ خَيْرٍ يَسْمَعُهُ حَتَّى يَكُونَ مُنْتَهَاهُ الجَنَّةُ.
“Orang Mu’min tidak akan merasa puas dengan kebaikan yang ia dengar sehingga berakhir di Surga” (HR Tirmidzi)
Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan :
فَجَعَلَ النَّبِيُّ النُّهْمَةَ فِيْ الْعِلْمِ وَعَدَمَ الشِّبَعِ مِنْهُ مِنْ لَوَازِمِ الْاِيْمَانِ وَأَوْصَافِ الْمُؤمنِيْنَ وَأَخْبَرَ أَنَّ هَذَا لَا يزَالُ دَأْبُ الْمُؤمِنِ حَتَّى دُخُوْلَهُ الْجَنَّة
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan sifat ambisi senang mendatanginya sebagai konsekwensi iman dan sifat orang beriman. Dan Beliau memberitahukan bahwa sifat ini tetap menjadi karakter mukmin sampai ia masuk surga” (Miftah Dar As Sa’adah 1/74)
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan :
إِنَّمَا أَطْلُبُ الْعِلْمَ إِلَى أَنْ أَدْخُلَ الْقَبْرَ
“Sesungguhnya aku mencari ilmu sampai nanti aku masuk kubur”. (Miftah Daaris Sa’adah, Ibnul Qayyim : 1/74).
Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata :
وَسُئِلَ الْحَسَنُ عَنِ الرَّجُلِ لَهُ ثَمَانُوْنَ سَنَةً أَيُحْسِنُ أَنْ يَطْلُبَ الْعِلْمَ قَالَ إِنْ كَانَ يُحْسِنُ بِهِ أَنْ يَعِيْشَ
Imam Hasan Al Bashri ditanya tentang orang yang usianya 80 tahun apakah masih layak untuk menuntut ilmu? Maka Beliau menjawab : “Jika ia masih pantas hidup”. (Miftah Daaris Sa’adah, Ibnul Qayyim : 1/74).
Sa’id bin Jubair berkata :
لَا يَزَالُ الرَّجُلُ عَالِمًا مَا تَعَلَّمَ فَإِذَا تَرَكَ الْعِلْمَ وَظَنَّ أَنَّهُ قَدْ اسْتَغْنَى وَاكْتَفَى بِمَا عِنْدَهُ فَهُوَ أَجْهَلُ مَا يَكُونُ
“Seseorang tetap menjadi ‘alim ketika ia tetap belajar. Jika ia meninggalkan belajar dan mengira ia sudah cukup dengan apa yang dimilikinya, maka itulah keadaan paling bodoh”. (Tadzkiratus Saami’ Wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, 183).
Ketika Wafat menjemput Mu’adz bin Jabal ia berkata :
مَرْحَبًا بِالْمَوْتِ مَرْحَبًا بِزَائِرٍ جَاءَ عَلَى فَاقَةٍ، لَا أَفْلَحَ مَنْ نَدِمَ، اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أُحِبُّ الْبَقَاءَ فِي الدُّنْيَا لَكَرْيِ الْأَنْهَارِ وَلَا لِغَرْسِ الْأَشْجَارِ وَلَكِنْ كُنْتُ أُحِبُّ الْبَقَاءَ لِمُكَابَدَةِ اللَّيْلِ الطَّوِيلِ وَلِظَمَأِ الْهَوَاجِرِ فِي الْحَرِّ الشَّدِيدِ، وَلِمُزَاحَمَةِ الْعُلَمَاءِ بِالرُّكَبِ فِي حِلَقِ الذِّكْرِ
“Selamat datang kematian, selamat datang pengunjung yang mendatangiku dalam kefakiran. Ya Allah sungguh Engkau tahu bahwa aku tak pernah ingin tinggal didunia hanya untuk mengalirkan parit-parit, ataupun untuk menanam pohon-pohon. Akan tetapi aku senang tinggal didunia karena menghidupkan malam yang panjang, merasakan hausnya siang hari di terik matahari yang menyengat, dan berkerumun mendekati ulama dengan kedua lututku dalam halaqah dzikir/ilmu”. (Jaami’u Bayanil ‘Ilmi Wa Fadhlih, Ibnu ‘Abdil Barr : 1/151).
[4] Menjaga Waktu
Sebagian Salaf mengatakan :
«إِذَا أَتَى عَلَيَّ يَوْمٌ لَا أَزْدَادُ فِيهِ عِلْمًا يُقَرِّبُنِي مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَلَا بُورِكَ لِي فِي طُلُوعِ الشَّمْسِ ذَلِكَ الْيَوْمِ »
“Apabila datang kepadaku suatu hari, didalamnya aku tidak menambah ilmu yang mendekatkan diriku kepada Allah, maka tidaklah diberkahi bagiku dengan terbitnya matahari pada hari itu”. (Miftah Daaris Sa’aadah, Ibnul Qayyim : 1/122).
Imam Nawawi rahimahullah menasihatkan :
وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ حَرِيْصًا عَلَى التَّعْلِيْمِ مُوَاظِبًا عَلَيْهِ فِي جَمِيعِ أَوْقَاتِهِ لَيْلًا وَنَهَارًا حَضَرًا وَسَفَرًا وَلَا يُذْهِبُ مِنْ أَوْقَاتِهِ شَيْئًا فِي غَيْرِ الْعِلْمِ إلَّا بِقَدْرِ الضَّرُورَةِ لِأَكْلٍ وَنَوْمٍ قَدْرًا لَا بُدَّ مِنْهُ وَنَحْوَهِمَا كَاسْتِرَاحَةٍ يَسِيْرَةٍ لَا زَالَةَ الْمَلَلِ وَشِبْهِ ذَلِكَ مِنْ الضَّرُورِيَّاتِ وَلَيْسَ بِعَاقِلٍ مَنْ أَمْكَنَهُ دَرَجَةُ وَرَثَةِ الْأَنْبِيَاءِ ثُمَّ فَوَّتَهَا.
“Penuntut Ilmu harus menjaga waktu belajarnya, menekuni belajarnya disetiap waktu malam dan siang, baik saat berada ditempat tinggalnya atau saat bepergian. Janganlah ia menghabiskan waktunya sedikitpun diluar kepentingan ilmu, kecuali memenuhi kebutuhan pokok untuk makan, tidur, dan sebagainya seperti istirahat sejenak guna menghilangkan kejenuhan, dan kepentingan lainnnya. Dan bukanlah orang yang berfikiran sehat, orang yang telah meraih derajat para pewaris Nabi k kemudian ia lewatkan kesempatan itu”. (Al Majmu’ Syarah Muhadzab, An Nawawi: 1/37).
Sebagian para Salaf mengatakan :
«العِلْمُ لَا يُعْطِيْكَ بَعْضَهُ حَتَّى تُعْطِيْهِ كُلَّكَ»
“Ilmu tidak memberimu sebagiannya sehingga engkau memberikan waktu seluruhnya” (Tadzkiru As Saami’ wal Mutakallim, hal. 206)
Imam ibnu Jama’ah rahimahullah mengatakan :
لاَ بَأْسَ أَنْ يُرِيْحَ نَفْسَهُ إِذَا خَافَ مَلَلًا وَكَانَ بَعْضُ أَكَابِرِ اْلعُلَمَاءِ يَجْمَعُ أَصْحَابَهُ فِيْ بَعْضِ أَمَاكِنِ التَّنَزُّهِ فِيْ بَعْضِ أَيَّامِ السَّنَةِ وَيَتَمَازَحُوْنَ بِمَا لَا ضَرَرَ عَلَيْهِمْ فِيْ دِيْنٍ وَلَا عِرْضٍ
“Tidaklah mengapa jika ingin melakukan penyegaran jiwa ketika khawatir jenuh. Sebagian Ulama besar mengumpulkan sahabatnya dibeberapa tempat rekreasi pada beberapa hari dalam setahun, dan mereka bersenda gurau dengan sesuatu yang tidak merusak agama ataupun kehormatan mereka”. (Tadzkiratus Saami’I wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah , 187).
[5] Muroja’ah atau Mudzakaroh
Hendaklah bagi penutut ilmu untuk banyak mengulang ulang pelajarannya, dalam setiap kesempatan.
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata :
« تَزَاوَرُوْا وَتَدَارَسُوْا الْحَدِيْثَ وَلَا تَتْرُكُوْهُ يَدْرُسُ
“Saling berkunjunglah kalian dan kajilah hadits janganlah ia biarkan menjadi usang”. (Al Jaami’ Li Akhlaqir Raawi Wa Adabis Saami’, Al Khatib Al Baghdadi 2/236).
Imam Az Zuhri rahimahullah mengatakan :
إِنَّمَا يُذْهِبُ العِلْمَ النِّسْيَانُ وَتَرْكُ اْلمُذَاكَرَةِ
“Sesungguhnya yang bisa menghilangkan ilmu itu hanyalah lupa dan tidak mudzakarah”. (Jaami’u Bayanil ‘Ilmi Wa Fadhlih, Ibnu ‘Abdil Barr : 1/108).
Abu Abdullah Ja’far bin Muhammad rahimahullah berkata :
القُلُوْبُ تُرْبٌ وَاْلعِلْمُ غَرْسُهَا وَاْلمُذَاكَرَةُ مَاؤُهَا فَإذَا انْقَطَعَ عَنِ التُّرْبِ مَاؤُهَا جَفَّ غَرْسُهَا
“Hati itu ibarat tanah, ilmu adalah tanamannya, dan mudzakarah (mengkaji ulang) adalah airnya. Ketika air berhenti menyiram tanah maka keringlah tanamannya.” (Al Jaami’ Li Akhlaqir Raawi Wa Adabis Saami’, Al Khatib Al Baghdadi : 2/278).
Demikianlah diantara untaian nasehat nasehat para ulama , semoga kita diberi kemudahan untuk meneladani mereka dalam belajar ilmu agama.