Diantara dalil yang menunjukan anjuran menikah serta keutamaannya :
[1] Menikah merupakan sarana untuk berkasih sayang dan untuk mendapatkan ketentraman
Allah a berfirman;
﴿وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ﴾
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” ([1])
[2] Pernikahan merupakan Sunnah para Rasul.
Allah a berfirman;
﴿وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا وَذُرِّيّ﴾
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelummu, dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” ([2])
Dari Abu Ayyub f ia menuturkan bahwa Rasulullah k bersabda:
أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.
“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah ([3])
Maka dengan tidak menikah karena memanfaatkan seluruh waktunya untuk beribadah misalnya hal ini bentuk menyelisihi Sunnah Nabi k
Sebagaimana riwayat dari Anas bin Malik f , ia menuturkan :
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا، فَقَالُوا: وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، قَالَ أَحَدُهُمْ: أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ، وَقَالَ آخَرُ: أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ، فَقَالَ: «أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي»
Ada tiga orang yang datang ke rumah isteri-isteri Nabi untuk bertanya tentang ibadah Nabi k Ketika mereka diberi kabar, mereka seakan-akan merasa tidak berarti. Mereka mengatakan: “Apa artinya kita dibandingkan Nabi i padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan terkemudian?” Salah seorang dari mereka berkata: “Aku akan shalat malam selamanya.” Orang kedua mengatakan: “Aku akan berpuasa sepanjang masa dan tidak akan pernah berbuka.” Orang ketiga mengatakan: “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Kemudian Rasulullah i datang lalu bertanya: “Apakah kalian yang mengatakan demikian dan demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut kepada Allah dan lebih bertakwa daripada kalian, tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnah-ku, maka ia bukan termasuk golonganku. ([4])
Beliau k juga bersabda :
النِّكَاحُ من سُنَّتِي فمَنْ لمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَليسَ مِنِّي وتَزَوَّجُوا فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ
“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat) ([5])
Ibnu Mas’ud f berkata :
«لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ أَجْلِي إِلَّا عَشَرَةُ أَيَّامٍ، وَأَعْلَمُ أَنِّي أَمُوتُ فِي آخِرِهَا يَوْمًا، لِي فِيهِنَّ طَوْلُ النِّكَاحِ، لَتَزَوَّجْتُ مَخَافَةَ الْفِتْنَةِ»
“Jika umurku tidak tersisa kecuali hanya 10 hari dan aku tahu aku akan mati di hari terakhirnya dan tinggal sehari jatah untuk menikah maka aku akan menikah karena khawatir fitnah (jika tidak menikah)” ([6])
Beliau k juga berkata :
«لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدَّهْرِ إِلَّا لَيْلَةٌ، لَأَحْبَبْتُ أَنْ يَكُونَ لِي فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ امْرَأَةٌ»
“Seandainya umurku tinggal semalam sungguh aku sangat suka jika dimalam itu ada seorang istri” ([7])
Ahmad bin Hanbal f berkata :
لَيْسَ لِلْمَرْأَةِ خَيْرٌ مِنَ الرَّجُلِ وَلَا لِلرَّجُلِ خَيْرٌ مِنَ الْمَرْأَةِ
“Tiada yang lebih baik bagi seorang wanita dari laki laki (suami), demikian juga tidak ada yang paling baik bagi seorang laki laki dari seorang wanita (istri)” ([8])
Said bin Jubair berkata :
قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ : هَلْ تَزَوَّجْتَ ؟ قُلْتُ : لا قَالَ : تَزَوَّجْ فَإِنَّ خَيْرَ هَذِهِ الأُمَّةِ أَكْثَرُهَا نِسَاءً .
“Ibnu Abbas berkata kepadku, “Apakah engkau menikah? Aku katakan, : “belum”, maka beliau berkata, “menikahlah karena orang yang terbaik dari umat ini yang paling banyak istrinya (maksudnya Rasulullah k )” ([9])
[3] Pernikahan merupakan bentuk menunaikan perintah Allah a dan sarana meraih kekayaan, pertolongan Allah dan kekayaan serta kecukupan.
Allah a berfirman :
﴿وَأَنكِحُوا الأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ﴾
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. ([10])
Dari Abu Hurairah f bahwa Rasulullah k bersabda:
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ: اَلْمُكَـاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ، وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ، وَالْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ.
“Ada tiga golongan yang pasti akan ditolong oleh Allah; seorang budak yang ingin menebus dirinya dengan mencicil kepada tuannya, orang yang menikah karena ingin memelihara kesucian, dan pejuang di jalan Allah” ([11])
Umar bin al Khaththab f berkata,
عَجِبْتُ لِمَنِ ابْتَغَى الْغِنَى بِغَيْرِ النِّكَاحِ، وَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: {إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ}
“Sangat mengherankan bagi orang yang mencari kekayaan namun tidak mau menikah, padahal Allah a berfirman, “Jika mereka miskin maka Allah akan memberikan kecukupan dari Karunia Nya” ([12])
Imam Ibnu Katsir f berkata :
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ}، قَالَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَلْحَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: رَغَّبَهُمُ اللَّهُ فِي التَّزْوِيجِ، وَأَمَرَ بِهِ الْأَحْرَارَ وَالْعَبِيدَ، وَوَعَدَهُمْ عَلَيْهِ الْغِنَى، فَقَالَ: {إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ}
Dan firman Allah, “Jika mereka miskin maka Allah akan memberikan kekayaan dari karunia Nya”. Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas berkata, “Allah menganjurkan mereka untuk menikah, dan memrintahkan menikah baik kepada orang merdeka atapun hamba sahaya, seraya menjanjikan kekayaan bagi yang menikah, Allah berfirman, “Jika mereka miskin maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari karunia Nya” ([13])
[4] Nabi k membanggakan umatnya yang banyak anak keturunan yang semua ini tidak bisa dicapai kecuali melalui nikah.
Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata,
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، وَإِنَّهَا لَا تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا، قَالَ: «لَا» ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ، فَقَالَ: «تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ»
“Ada seseorang yang menghadap Nabi k ia berkata, “Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak.” Kemudian ia mendatangan Nabi k untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang. Sampai ia mendatangi Nabi k ketiga kalinya, lantas Nabi k bersabda, “Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” ([14])
Rasulullah k juga bersabda
“تَنَاكَحُوا تَكَاثَرُوا فَإِنِّي أُبَاهِي بِكُمُ الْأُمَمَ حَتَّى بِالسَّقْطِ
“Menikahlah kalian dan perbanyaklah anak keturunan, karena Aku akan berbangga melalui kalian (dengan banyaknya umat) sampai sampai dengan yang keguguran sekalipun” ([15])
Sebagaimana juga anak dapat memberi syafaat atas izin Allah a kepada bapak dan ibunya masuk ke dalam Surga.
Nabi k bersabda:
يُقَـالُ لِلْوِلْدَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ. قَالَ: فَيَقُوْلُوْنَ: يَـا رَبِّ، حَتَّى يَدْخُلَ آبَاؤُنَا وَأُمَّهَاتُنَا، قَالَ: فَيَأْتُوْنَ. قَالَ: فَيَقُوْلُ اللهُ : مَـا لِي أَرَاهُمْ مُحْبَنْطِئِيْنَ، اُدْخُلُوا الْجَنَّةَ، قَالَ: فَيَقُوْلُوْنَ: يَـا رَبِّ، آبَاؤُنَا وَأُمَّهَاتُنَـا. قَالَ: فَيَقُوْلُ: ادْخُلُوا الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ.
“Di perintahkan kepada anak-anak di Surga: ‘Masuklah ke dalam Surga.’ Mereka menjawab: ‘Wahai Rabb-ku, (kami tidak masuk) hingga bapak dan ibu kami masuk (terlebih dahulu).’ Ketika mereka (bapak dan ibu) datang, maka Allah Azza wa Jalla berfirman kepada mereka: ‘Aku tidak melihat mereka terhalang. Masuklah kalian ke dalam Surga.’ Mereka mengatakan: ‘Wahai Rabb-ku, bapak dan ibu kami?’ Allah berfirman: ‘Masuklah ke dalam Surga bersama orang tua kalian” ([16])
[1] QS. Ar-Rum : 21
[2] QS. Ar-Ra’d : 38.
[3] HR. At-Tirmidzi (no. 1086), dan ia mengatakan: “Hadits hasan shahih.”
[4] HR. Al-Bukhari (no. 5063) Muslim (no. 1401) an-Nasa-i (no. 3217) Ahmad (no. 13122).
[5] (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).
[6] HR Sa’id bin Manshur : 493
[7] HR Ibnu Abi Syaibah : 15916
[8] Kitab al Wara’ ibnu Hanbal hal. 118
[9] HR Al Bukhari dan Ahmad dalam al Musnad
[10] QS An Nuur : 32
[11] HR. At-Tirmidzi (no. 1352), Ibnu Majah (no. 1512) dan di-hasankan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Misykaah (no. 3089), Shahiih an-Nasa-i (no. 3017), dan Shahiihul Jaami’ (no. 3050).
[12] (Tafsir Al Baghawi 6/40)
[13] (Tafsir Ibnu Katsir 6/47)
[14] HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229
[15] (HR Abdurrazzaq , Al Mushanif 6/173 dari Ibnu Umar)
[16] HR. Ahmad (no. 16523)
Dikutip dari :Ikatan Agung Pernikahan – Ustadz Abu Ghozie As-Sundawie