Anjuran Menikah dan Keutamaannya (Bagian 2)

[5] Menikah merupakan perisai dalam meredam syahwat,

Hal ini sebagaimana riwayat dari ‘Abdullah bin Mas’ud f  Ia menuturkan: “Kami bersama Nabi k  sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.

Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng) ([1])

[6] Nabi k mencintai wanita dengan cara halal yaitu nikah.

sebagaimana riwayat dari Anas bin Malik f Nabi k bersabda:

إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ

“Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat” ([2])

[7] Menikah juga bisa menyempurnakan agama dan keimanan

Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Anas bin malik f ia berkata, Rasulullah k bersabda,

مَنْ تَزَوَّجَ فقدِ استكْمَلَ نِصْفَ الإيمانِ، فلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ الْبَاقِي

“Barang siapa menikah maka sungguh ia telah sempurna seperoh imannya, maka bertakwalah diseparoh berikutnya” ([3])

Thawus bin Kaisan f berkata :

«الْمَرْأَةُ شَطْرُ دِينِ الرَّجُلِ»

“Wanita itu separoh agamanya laki laki” ([4])

Ia juga berkata :

«لَا يَتِمُّ نُسُكُ الشَّابِّ حَتَّى يَتَزَوَّجَ»

“Tidak akan sempurna ibadah seorang pemuda sehingga ia menikah” ([5])

[8] Menikah dapat meraih banyak pahala,

Dianatara bentuk  meraih pahala dalam pernikahan :

[1] Memberi nafkah keluarga

Hal ini sebagai bentuk sadaqah bahkan termasuk sodaqah yang paling utama. Sebagai mana diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash f mengkabarkan bahwa Rasulullah k bersabda :

«إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ»

“Sesungguhnya, tidaklah kamu menafkahkan suatu nafkah yang dimaksudkan mengharap wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala termasuk sesuatu yang kamu suapkan ke mulut istrimu”.  ([6])

Dari Abu Hurairah f ia berkata; Rasulullah k bersabda:

«دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ»

“Dinar (harta) yang kamu belanjakan di jalan Allah dan dinar (harta) yang kamu berikan kepada seorang budak wanita, dan dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin serta dinar yang kamu nafkahkan kepada keluargamu. Maka yang paling besar ganjaran pahalanya adalah yang kamu nafkahkan kepada keluargamu.”  ([7])

[2] Bercanda dan bermain main dengan istri itu ibadah

Nabi k  bersabda:

اللَّهْوُ فِيْ ثَلَاثٍ تَأْدِيْبُ فَرَسِكَ وَرَمْيُكَ بِقَوْسِكَ وَمُلَاعَبَتُكَ أَهْلَكَ

“Main-main (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan istrimu  ([8])

[3] Bermesraan dan berhubungan intim dengan istri itu berpahala dan bernilai sedekah.

Nabi k bersabda,

وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ  قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ

“Hubungan intim antara kalian adalah sedekah”. Para sahabat lantas ada yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu malah mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika kalian bersetubuh pada wanita yang haram, kalian mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika kalian bersetubuh dengan wanita yang halal, kalian akan mendapatkan pahala”  ([9])

 

[1] HR. Al-Bukhari (no. 5066) Muslim (no. 1402), dan at-Tirmidzi (no. 1087) .

[2] HR Ahmad, III/128, 199, 285; An-Nasâ’i, VII/61-62 dan dalam Isyratun Nisâ’, no. 1, Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr, no. 3124.

[3] (HR Thabrani didalam al Ausath : 7647, shahihul jaami’ : 6148, atau As Shahihah : 625)

[4] HR Ma’mar didalam al Jami’ 11/302, mushanif Abdurrazzaq : 20598

[5] HR Sa’id bin Manshur : 497

[6] (HR Bukhari : 56)

[7] (HR muslim : 995)

[8] (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 5498 )

[9] (HR. Muslim no. 1006).

 

Dikutip dari : Ikatan Agung PernikahanUstadz Abu Ghozie As-Sundawie

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *