Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Seorang yang beriman pasti akan senang dan gembira saat berjumpa dengan musim-musim ibadah dimana amal shalih dilipatgandakan, serta dosa-dosa dan kesalahan dihapuskan seperti yang terdapat pada bulan Ramadhan. Akan tetapi dengan bergembira saja tidaklah cukup untuk meraih kesuksesan dan menggapai keberkahannya, tanpa adanya usaha berupa mengamalkan amalan-amalan ibadah yang disyari’atkan atas bimbingan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Allah a ber-Firman:
قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Katakanlah: ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan’” (QS Yunus: 58).
Dari Abu Hurairah f ia berkata bahwa Rasulullah k memberi kabar gembira kepada para Sahabatnya dengan bersabda:
قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ, شَهْرٌ مُبَارَكٌ, كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ, فِيْهِ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةُ وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ. فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa di dalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan para syetan diikat, juga terdapat dalam bulan ini malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang tidak memperoleh kebaikannya, maka ia tidak memperoleh apa-apa”([1]).
Berikut ini adalah amalan-amalan yang disyari’atkan untuk dilakukan pada bulan Ramadhan, diantaranya :
1. Puasa
Puasa merupakan bentuk ibadah yang memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ibadah-ibadah lainnya.
Dari Abu Umamah Al-Bahili f ia mengatakan:
أَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ مُرْنِى بِأَمْرٍ آخُذُهُ عَنْكَ. قَالَ :عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ
“Aku mendatangi Rasulullah k lalu aku mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, tunjukan kepadaku perkara yang aku ambil (pegang teguh) darimu’. Lalu beliau k bersabda, ‘Berpuasalah karena (puasa) itu tidak ada yang serupa dengannya’” ([2]).
Dari Raja’ bin Haiwah, dari Abu Umamah f, ia berkata:
أَنْشَأَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَيْشًا ، فَأَتَيْتُهُ ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ ، ادْعُ اللهَ لِي بِالشَّهَادَةِ ، قَالَ : اللَّهُمَّ سَلِّمْهُمْ وَغَنِّمْهُمْ ، فَغَزَوْنَا فَسَلِمْنَا وَغَنِمْنَا ، حَتَّى ذَكَرَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، قَالَ : ثُمَّ أَتَيْتُهُ ، فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي أَتَيْتُكَ تَتْرَى ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَدْعُوَ لِي بِالشَّهَادَةِ ، فَقُلْتَ : اللَّهُمَّ سَلِّمْهُمْ وَغَنِّمْهُمْ فَسَلِمْنَا وَغَنِمْنَا يَا رَسُولَ اللهِ، فَمُرْنِي بِعَمَلٍ أَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ ، فَقَالَ : عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لاَ مِثْلَ لَهُ ، قَالَ : فَكَانَ أَبُو أُمَامَةَ لاَ يُرَى فِي بَيْتِهِ الدُّخَانُ نَهَارًا إِلاَّ إِذَا نَزَلَ بِهِمْ ضَيْفٌ ، فَإِذَا رَأَوَا الدُّخَانَ نَهَارًا عَرَفُوا أَنَّهُ قَدِ اعْتَرَاهُمْ ضَيْفٌ.
“Rasulullah k sedang menyiapkan tentara (pasukan), lalu aku mendatanginya kemudian aku mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, do’akanlah agar aku mati syahid.’ Maka beliau berdo’a, ‘Ya Allah selamatkanlah mereka dan berikanlah kemenangan dengan mendapatkan ghanimah.’Lalu kami pun berperang, dan selamat serta mendapatkan kemenangan dengan membawa ghanimah. Sehingga ia mengatakan yang demikian (minta dido’akan agar mati syahid) sampai tiga kali. Kemudian aku mendatanginya (lagi) dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, aku telah mendatangimu tiga kali berturut-turut memohon kepadamu agar mendoakanku mati syahid, akan tetapi engkau malah mendo’akan ‘Ya Allah selamatkan mereka, berilah kemenangan dengan membawa ghanimah’, lalu kami pun berperang serta selamat dengan membawa ghanimah. (kalau begitu) Wahai Rasulullah tunjukanlah kepadaku amalan yang dengannya aku masuk Surga’. Maka beliau bersabda, ‘Berpuasalah engkau karena puasa itu (ibadah) yang tidak ada bandingannya.’ Ia (Raja’ bin Haiwah _ed) pun mengatakan bahwasanya Abu Umamah tidak nampak pada siang hari adanya asap di (dapur) rumahnya, kecuali kalau kedatangan tamu. Apabila mereka melihat ada asap pada siang hari pertanda di rumahnya sedang ada tamu”([3]).
2. Membaca Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an sangat dianjurkan bagi setiap muslim di setiap waktu dan kesempatan. Rasulullah k bersabda:
اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al-Qur’an, sesungguhnya ia datang pada hari Kiamat sebagai pemberi syafaat bagi ahlinya (yaitu, orang yang membaca, mempelajari, dan mengamalkannya)”([4]).
Dan membaca Al-Qur’an lebih dianjurkan lagi pada bulan Ramadhan, karena pada bulan itulah diturunkan Al-Qur’an. Firman Allah a :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil)”([5]).
Rasulullah k selalu memperbanyak membaca Al-Qur’an di hari-hari Ramadhan, seperti diceritakan dalam hadits ‘Aisyah g ia berkata:
وَلاَ أَعْلَمُ نَبِيَّ اللهِ قَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِي لَيْلَةٍ, وَلاَ قَامَ لَيْلَةً حَتَّى يُصْبِحَ وَلاَصَامَ شَهْرًا كَامِلاً غَيْرَ رَمَضَانَ
“Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah k membaca Al-Qur’an semuanya, shalat sepanjang malam, dan puasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan”([6]).
Dalam hadits Ibnu Abbas f yang diriwayatkan Al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah k melakukan tadarus Al-Qur’an bersama Jibril di setiap bulan Ramadhan.
Dari Ibnu Abbas f, ia berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، لِأَنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
“Nabi k adalah seorang yang paling dermawan berbuat kebaikan. Dan paling dermawan lagi pada bulan Ramadhan. Sebab, Jibril menemuinya pada setiap malam dalam bulan Ramadhan hingga berakhirnya sementara Rasulullah k memperdengarkan bacaan Al-Qur’annya. Maka di saat Jibril menemuinya, pada saat itu pulalah beliau menjadi orang yang lebih cepat berbuat kebaikan bahkan melebihi cepatnya angin yang berhembus”([7]).
3. Shalat Malam (Shalat Tarawih) secara Berjama’ah
Tarawih artinya istirahat, dinamakan demikian karena mereka beristirahat pada setiap empat raka’at.([8])
Penekanan anjuran shalat malam pada malam-malam bulan Ramadhan adalah berdasarkan hadits ‘Aisyah g ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ، فَصَلَّى فِي المَسْجِدِ، وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَكَثُرَ أَهْلُ المَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ المَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ، حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ، فَلَمَّا قَضَى الفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ، فَتَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ، فَتَعْجِزُوا عَنْهَا»، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
“Sesungguhnya Rasulullah k keluar pada waktu tengah malam, lalu beliau shalat di masjid, dan shalatlah beberapa orang bersama beliau. Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya. Ketika Nabi k mengerjakan shalat (di malam kedua), banyaklah orang yang shalat di belakang beliau. Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali memperbincangkannya. Di malam yang ketiga, jumlah jamaah yang di dalam masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah k keluar dan melaksanakan shalatnya. Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung jamaah, sehingga Rasulullah hanya keluar untuk melaksanakan shalat Subuh. Tatkala selesai shalat Subuh, beliau menghadap kepada jamaah kaum muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda, ‘Sesungguhnya kedudukan kalian tidaklah samar bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya’. Rasulullah k wafat dan kondisinya tetap seperti ini” ([9]).
Di dalam Hadits Abu Dzar f, Rasulullah k bersabda:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ
“Bahwasanya barangsiapa yang ikut shalat (Tarawih) bersama Imam sampai selesai maka dicatat baginya seperti shalat semalam suntuk”([10]).
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya shalat Tarawih dengan berjama’ah dan yang pertama kali mempraktekkannya adalah Rasulullah k bukan Umar bin Al-Khaththab f sebagaimana yang disangka sebagian orang, Umar f hanyalah menghidupkan kembali apa yang sempat ditinggalkan pada masa Rasulullah k karena kekhawatiran diwajibkan tersebut, demikian juga pada masa Abu Bakar I belum sempat dihidupkan kembali karena berbagai macam kesibukan mengurusi urusan-urusan umat, sehingga barulah bisa terlaksana pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khaththab f. Oleh karena itu tatkala menyaksikan lentera-lentera masjid bergelantungan menerangi masjid pada malam bulan Ramadhan, Ali bin Abi Thalib f berkata, “Semoga Allah Ta’ala menerangi kuburnya Umar f sebagaimana ia telah berjasa atas terangnya masjid kami” maksudnya karena shalat Tarawih.([11]).
4. Menghidupkan Sepuluh Malam yang Akhir (Malam-malam Lailatul Qadar)
Menghidupkan sepuluh malam yang akhir maksudnya adalah bersungguh-sungguh meningkatkan ritme ibadah pada sepuluh malam yang akhir, dibandingkan malam-malam sebelumnya di bulan Ramadhan. Hikmahnya adalah agar mendapatkan keberkahan malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan (lihat QS Al-Qadar: 3). Kebaikan Lailatul Qadar akan didapatkan seseorang bila dia mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai macam ibadah yang disyari’atkan.
Dari ‘Aisyah g ia mengatakan:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ
“Jika tiba sepuluh hari yang terakhir, beliau menghidupkan malam hari (untuk beribadah), beliau membangunkan keluarganya dan bersungguh-sungguh (beribadah) serta mengencangkan kainnya”([12]).
Dari Ibnu Umar f, dia berkata bahwa Rasulullah k bersabda :
الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir. Jika salah satu diantara kalian tidak mampu melakukannya, maka jangan lewatkan tujuh malam yang tersisa”([13]).
5. I’tikaf terutama di Malam-malam Lailatul Qadar
I’tikaf pada bulan Ramadhan merupakan salah satu sunnah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah k seperti yang diceritakan oleh ‘Aisyah g :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتىَّ تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Nabi k selalu I’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan sampai meninggal dunia, kemudian istri-istri beliau ber-I’tikaf sesudah beliau”([14]).
Waktu yang afdhal untuk I’tikaf adalah sepuluh hari yang akhir di bulan Ramadhan, dianjurkan untuk memulainya pada tanggal 20 Ramadhan sebelum tenggelam matahari (malam ke-21), dan berakhirnya boleh sampai tenggelam matahari malam ‘Idul Fitri atau afdhalnya untuk langsung melaksanakan shalat ‘Id dari tempat I’tikafnya.([15]).
6. Memperbanyak Sedekah
Rasulullah k adalah orang yang paling pemurah, dan beliau k lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan. Kedermawanan yang dimaksud adalah bersifat umum, baik kedermawanan berupa harta, bantuan-bantuan, ilmu, maupun yang lainnya, jadi bukan terbatas hanya dengan harta saja. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu Abbas f, ia berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، لِأَنَّ جِبْرِيلَ كَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، حَتَّى يَنْسَلِخَ يَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
“Bahwasanya Nabi k adalah seorang yang paling dermawan berbuat kebaikan. Dan paling dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril datang menemui beliau. Dan Jibril datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al-Qur’an) hingga Al-Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi k. Apabila Jibril datang menemui beliau, maka beliau adalah orang yang paling dermawan dalam segala kebaikan melebihi lembutnya angin yang berhembus”([16]).
7. Memberi Makan kepada Orang yang Berbuka Puasa
Diantara bentuk shadaqah yang dianjurkan pada bulan Ramadhan adalah memberi makan kepada orang yang berbuka puasa.
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani f ia berkata bahwa Rasulullah k bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa untuk berbuka, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa itu”([17]).
8. Melaksanakan Ibadah Umrah
Salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di bulan Ramadhan adalah melaksanakan ibadah Umrah dan Rasulullah k menjelaskan bahwa nilai pahalanya sama dengan melaksanakan ibadah Haji, seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh banyak Sahabat, diantaranya Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Anas, Jabir, h dan yang lainnya, yang berbunyi :
عُمْرَةٌ فِيْ رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah di bulan Ramadhan sama dengan ibadah Haji”.
Dalam salah satu riwayat dari Ibnu Abbas f dengan lafadz, “Umrah pada bulan Ramadhan sebanding ber-Haji bersamaku”([18]).
Ibnu Bathal p mengatakan: “Hadits ini menunjukan bahwa Haji yang dianjurkan ini yang dimaksud adalah Haji sunnah, karena berdasarkan Ijma’ bahwa Umrah itu tidak mencukupi (sebagai pengganti) dari Haji wajib … Adapun perkataan Umrah di bulan Ramadhan itu seperti Haji, maka yang dimaksudkan adalah ganjarannya …”([19]).
Inilah sebagian diantara ibadah yang ditekankan untuk diamalkan pada bulan Ramadhan. Semoga Allah memudahkan kita sekalian untuk melaksanakannya serta memberi taufiq dalam menggapai keberkahan bulan Ramadhan. Wallahu A’lam.
——————
([1]) HR Ahmad: 7148, An-Nasa’i: 2108, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, Shahih Sunan Ibnu Majah:2/456
([2]) HR An-Nasa’i: 2220, As-Shahihah: no. 1973
([3]) HR Ibnu Hibban: 2425, Thabrani: 4763. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, Shahih At-Targhib wat Tarhib: 1/580
([4]) HR. Muslim
([5]) QS Al-Baqarah: 185
([6]) HR. Ahmad
([7]) HR Bukhari: 1902, Muslim: 2308
([8]) Lisanul ‘Arab: 2/462, kamus Al-Muhith:hal. 282
([9]) HR. Al-Bukhari: 924, Muslim: 761
([10]) HR Abu Dawud: 1375, Ahmad: 5/159, Shahih Sunan Nasa’i: /353
([11]) HR Ibnu Asakir, At-Tarikh:44/280, At-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 8/119
([12]) HR Bukhari: 1920, Muslim: 1174
([13]) HR Bukhari: 1911, Muslim: 1165
([14]) HR Bukhari: 2026, Muslim: 1171
([15]) Al-Mughni, Ibnu Qudamah: 4/489-490, 4/590
([16]) HR Bukhari: 1902, Muslim: 2308
([17]) HR Tirmidzi: 807, Ibnu Majah: 1746
([18]) HR Bukhari: 1764, Muslim: 1256
([19]) Syarah Ibnu Bathal: 4/428