Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Pelajaran dari berpisahnya dengan bulan yang penuh berkah adalah renungan akan berakhirnya umur dan terbatasnya ajal hidup didunia.
Nabi ﷺ bersabda :
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari)
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh ﷺ memegang kedua pundakku, lalu bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ
‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir’ dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur (pasti akan mati).”
Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.” (HR Bukhari dan yang lainnya)
Ibnu Rajab al Hanbali –rahimahullah- berkata :
وَهَذَا الْحَدِيثُ أَصْلٌ فِي قِصَرِ الْأَمَلِ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَتَّخِذَ الدُّنْيَا وَطَنًا وَمَسْكَنًا، فَيَطْمَئِنَّ فِيهَا، وَلَكِنْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ فِيهَا كَأَنَّهُ عَلَى جَنَاحِ سَفَرٍ: يُهَيِّئُ جِهَازَهُ لِلرَّحِيلِ. وَقَدِ اتَّفَقَتْ عَلَى ذَلِكَ وَصَايَا الْأَنْبِيَاءِ وَأَتْبَاعِهِمْ، قَالَ تَعَالَى حَاكِيًا عَنْ مُؤْمِنِ آلِ فِرْعَوْنَ أَنَّهُ قَالَ: {يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ} [غافر: 39] . «وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا لِي وَلِلدُّنْيَا إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ قَالَ فِي ظِلِّ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا»
“Hadits diatas sebagai dalil tentang disyari’atkannya untuk tidak panjang angan-angan (dalam hidup) didunia, dan seorang mukmin tidak sepantasnya untuk menjadikan dunia sebagai tempat tinggal dan tempat menetapnya yang merasa tentram didalamnya, namun hendaknya menjadikannya hidup didunia seolah dalam tengah perjalanan safar yang senantiasa mempersiapkan bekalnya untuk perjalanan. Sungguh telah bersepakat atas hal ini wasiatnya para Rasul dan pengikut mereka. Allah berfirman menceritakan tentang seorang mukmin dari keluarga Fir’aun, yang berkata : “Hai kaum-Ku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal”. (QS Ghofir : 39). Dan Nabi –shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Apa urusanku dengan dunia ini, sesungguhnya perumpaanku dengan dunia adalah seperti seorang pengendara (yang tengah dalam safar) yang sedang beristirahat siang dibawah pohon kemudian pergi meninggalkannya” (Jaami’ul ‘Ulum Wal Hikam 2/377)
Kemudian beliau pun membawakan perkataan Ali bin Abi Thalib :
وَكَانَ عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: إِنَّ الدُّنْيَا قَدِ ارْتَحَلَتْ مُدْبِرَةً، وَإِنَّ الْآخِرَةَ قَدِ ارْتَحَلَتْ مُقْبِلَةً، وَلِكُلٍّ مِنْهُمَا بِنُونَ، فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ، وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ، وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلَ.
“Ali bin Abi Thalib berkata, Sesungguhnya dunia ini telah bergerak pergi dan sesungguhnya akhirat telah bergerak datang, dan masing masing keduanya memiliki pengikut, maka jadilah kalian menjadi para pengikut akhirat, dan jangan kalian menjadi para pengikut dunia, karena hari ini adalah amal tidak ada hisab, sedangkan hari esok adalah hisab dan tidak ada lagi amal” (HR Bukhari).
Demikian semoga bermanfaat. []