MENGUCAP SALAM KEPADA WANITA YANG BUKAN MAHRAM

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

 

سَلَامُ الرَّجُلِ عَلَى الْمَرْأَةِ الْاَجْنَبِيَّةِ، مَنَعَهُ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ، وَأَجَازَهُ الْبَعْضُ بِقَيِّدِ أَمن الفتنة، وَبَعْضُهُمْ فَصَّلَ فَقَالَ : إِنْ كَانَتْ شَابَّةً جَمِيْلَةً لَمْ يَجُزْ، وَإِنْ كَانَتْ عَجُوْزاً جَازَ،

Sebagian ulama melarang mengucapkan salam kepada wanita asing. Sebagian ulama lain membolehkannya dengan syarat aman dari fitnah. Sebagian ulama merinci masalah ini dengan berkata, “Jika wanita itu masih muda dan cantik, maka tidak boleh mengucapkan salam kepadanya. Jika wanita itu sudah tua, maka dibolehkan.”

وَبَعْضُهُمْ أَطْلَقَ فَمَنَعَهُ فِيْ الشَّابَّةِ، وَأَجَازَهُ مَعَ الْكَبِيْرَةِ، وَهَذَا هُوَ مَنْصُوْص أحمد -رحمه الله- وَقَالَ صَالِحٌ: سَأَلْتُ أَبِي: يُسَلَّمُ عَلَى الْمَرْأَةِ؟ قَالَ: أَمَّا الْكَبِيرَةُ فَلَا بَأْسَ، وَأَمَّا الشَّابَّةُ فَلَا تُسْتَنْطَقُ

Sebagian ulama memutlakkan larangan mengucapkan salam kepada wanita yang masih muda, dan boleh memberi salam kepada wanita yang sudah tua. Ini adalah nash Imam Ahmad Rahimahullah. Shalih berkata, “Aku bertanya kepada ayahku, ‘Bolehkah mengucapkan salam kepada seorang wanita?’ Ayahku menjawab, “Jika wanita tua tidak mengapa, adapun wanita muda, maka jangan’.” (Al Adab As Syar’iyyah 1/352)

وَصَوَّبَ ابْنُ الْقَيِّمِ فِيْ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ : أَنَّهُ يُسَلِّمُ عَلَى الْعَجُوْزِ وَذَوَاتِ الْمَحَارِمِ دُوْنَ غَيْرِهِنَّ

Ibnul Qayyim membenarkan masalah ini, “Bahwasanya boleh mengucapkan selam kepada wanita tua dan wanita yang merupakan mahramnya. Dan tidak boleh mengucapkan salam kepada selain mereka.” (Zaadul Ma’ad 2/411-412)

وَهُوَ الْمُخْتَارُ، وَعِلَّةُ الْمَنْعِ ظَاهِرَةٌ، وَهِيَ سَدُّ الذَّرِيْعَةِ، وَخَشْيَةُ الْاِفْتِتَانِ . وَمَا وَرَدَ عَنِ الرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ ذَلِكَ، فَهُوَ مَعْصُوْمٌ مَأْمُوْنٌ مِنَ الْفِتْنَةِ. وَمَا وَرَدَ عَنِ الصَّحَابَةِ، يُحْمَلُ عَلَى أَمْنِ الْفِتْنَةِ.

Dan inilah yang dipilih, Alasan pelarangannya jelas sekali, yaitu menutup pintu dosa dan kekhawatiran fitnah. Adapun hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ tentang hai Itu, karena beliau ma’shum dari fitnah. Dan riwayat dari para shahabat Itu karena aman dari fitnah.

وَمِثَالُهُ : مَا رَوَاهُ ابْنُ أَبِيْ حَازِمٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ سَهْلٍ قَالَ: كَانَتْ لَنَا عَجُوزٌ، تُرْسِلُ إِلَى بُضَاعَةَ نَخْلٍ بِالْمَدِينَةِ – فَتَأْخُذُ أُصُولَ السِّلْقِ، فَتَطْرَحُهُ فِي قِدْرٍ، وَتُكَرْكِرُ حَبَّاتٍ مِنْ شَعِيرٍ،

Contohnya apa yang diriwayatkan Ibnu Abi Hazim dari ayahnya dari sahl dia berkata, “pada kami ada seorang wanita tua yang diutus untuk pergi ke Budha’ah yaitu sebuah kebun di Madinah. Dia mengambil kurma yang kering lalu meletakannya di bejana dan menumbuk butir butir gandum.

فَإِذَا صَلَّيْنَا الجُمُعَةَ انْصَرَفْنَا، وَنُسَلِّمُ عَلَيْهَا فَتُقَدِّمُهُ إِلَيْنَا، فَنَفْرَحُ مِنْ أَجْلِهِ، وَمَا كُنَّا نَقِيلُ وَلاَ نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ الجُمُعَةِ .

Setelah kami selesai shalat Jum’at kami menemuinya dan mengucap salam kepadanya, lalu ia menyuguhkan makanan itu untuk kami, kami sangat senang dengan hal itu, kami tidak qailulah (tidur siang) dan tidak makan siang kecuali setelah shalat Jum’at” (HR Al Bukhari : 6248)

Sumber : Kitabul Adab, Fuad As Syalhub

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *