PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN HARUS SESUAI SYARI’AT

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Diantara adab dan tata cara penyembelihan sesuai syari’at yang perlu diperhatikan adalah :

(1) Jika hewan sembelihan berupa unta maka hendaklah menyembelih dalam posisi berdiri dengan terikat pada kaki kiri bagian depan, hal ini diistilahkan dengan An Nahr, artinya menyembelih hewan dengan melukai bagian tempat kalung (pangkal leher).

Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُم مِّن شَعَائِرِ الله لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ الله عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا

Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu bagian dari syiar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah… (QS. Al Haj: 36)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata tentang ayat diatas :

قِيَامٌ عَلَى ثَلَاثِ قَوَائِمَ، مَعْقُولَةٌ يدُها الْيُسْرَى، يَقُولُ: “بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ  ، اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ

(Untanya) berdiri dengan tiga kaki, sedangkan satu kaki kiri depan diikat. Membaca Bismillah wallahu akbar Ya allah ini dari Mu dan untuk Mu(Tafsir Ibn Katsir untuk ayat ini)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ a وأصحابَه كَانُوا يَنْحَرُوْنَ الْبُدْنَ مَعْقُوْلَةَ الْيُسْرَى، قَائِمَةً عَلَى مَا بَقِيَ مِنْ قَوَائِمِهَا

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat menyembelih unta dengan posisi kaki kiri depan diikat dan berdiri dengan tiga kaki sisanya. (HR. Abu daud : 1767 dan disahihkan Al-Albani).

Dari Ziyad bin Zubair ia berkata :

رَأَيْتُ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، أَتَى عَلَى رَجُلٍ قَدْ أَنَاخَ بَدَنَتَهُ يَنْحَرُهَا قَالَ: «ابْعَثْهَا قِيَامًا مُقَيَّدَةً سُنَّةَ مُحَمَّدٍ a »

Aku melihat Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangi seseorang yang menderumkan (mendudukan) untanya lalu menyembelihnya, ia berkata, “Berdirikan dia kembali kemudian ikatkan sesuai dengan sunnah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR Bukhari : 1713 dan Muslim : 1320)

(2) Jika hewan sembelihan bukan unta maka cara menyembelihnya adalah dengan membaringkan hewan kurban kesisi badannya sebelah kiri, dan meletakan kakinya diatas lehernya untuk mempermudah, lalu menyembelihnya bagian leher. Hal ini diistilahkan dengan Adz Dzabhu, yaitu menyembelih hewan dengan melukai bagian leher paling atas . Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

«ضَحَّى النَّبِيُّ a بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا، يُسَمِّي وَيُكَبِّرُ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor domba  amlah (warna putih yang tercampur hitam). Aku lihat beliau meletakkan kaki beliau di leher hewan tersebut, kemudian membaca bismillah lalu bertakbir dan menyembelihnya dengan tangannya”  (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ a أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ، وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ، وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ، فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ، فَقَالَ لَهَا: «يَا عَائِشَةُ، هَلُمِّي الْمُدْيَةَ»،

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyuruh dibawakan sekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut, dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah hewan itu kepada beliau. Beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, ambillah pisau.”

ثُمَّ قَالَ: «اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ»، فَفَعَلَتْ: ثُمَّ أَخَذَهَا، وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ، ثُمَّ ذَبَحَهُ، ثُمَّ قَالَ: «بِاسْمِ اللهِ، اللهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ، وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ، ثُمَّ ضَحَّى بِهِ»

“Kemudian bersabda lagi: “Asahlah dengan batu.” ‘Aisyah melaksanakannya. Setelah itu beliau mengambil pisau dan kambing, lalu membaringkannya, dan menyembelihnya seraya berdoa: “Dengan nama Allah. Ya Allah, terimalah (kurban ini) dari Muhammad, keluarganya, dan umatnya.” Kemudian beliau berkurban dengannya”.

Tentang hadits diatas As Shan’ani radhiyallahu ‘anhu berkata :

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ إضْجَاعُ الْغَنَمِ وَلَا تُذْبَحُ قَائِمَةً وَلَا بَارِكَةً لِأَنَّهُ أَرْفَقُ بِهَا وَعَلَيْهِ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ وَيَكُونُ الْإِضْجَاعُ عَلَى جَانِبِهَا الْأَيْسَرِ لِأَنَّهُ أَيْسَرُ لِلذَّابِحِ فِي أَخْذِ السِّكِّينِ بِالْيُمْنَى وَإِمْسَاكِ رَأْسِهَا بِالْيَسَارِ

“Didalam hadits tersebut menunjukan bahwasannya dianjurkan untuk membaringkan hewan dan tidak menyembelihnya dalam posisi berdiri atau duduk karena hal itu lebih lembut baginya, Dan Kaum Muslimin sepakat atas hal itu, membaringkan hewan disisi badannya yang sebelah kiri karena akan memudahkan bagi yang menyembelih dalam memegang pisau dengan tangan kanan sementara tangan kiri memegang kepalanya” ( Subulus Salam, As Shan’ani 2/531)

Imam An-Nawawi radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

جَاءَتِ الأْحَادِيثُ بِالإْضْجَاعِ وَأَجْمَعَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ، وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ إِضْجَاعَ الذَّبِيحَةِ يَكُونُ عَلَى جَانِبِهَا الأْيْسَرِ لأِنَّهُ أَسْهَل عَلَى الذَّابِحِ فِي أَخْذِ السِّكِّينِ بِالْيَمِينِ وَإِمْسَاكِ رَأْسِهَا بِالْيَسَارِ

“Terdapat beberapa hadis tentang membaringkan hewan  dan kaum muslimin juga sepakat dengan hal ini. Para ulama sepakat, bahwa cara membaringkan hewan yang benar adalah ke sisi badannya yang kiri. Karena ini akan memudahkan penyembelih untuk memotong hewan dengan tangan kanan dan memegangi leher dengan tangan kiri”. (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21/197).

Penjelasan yang sama juga disampaikan Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah. Beliau mengatakan, “Hewan yang hendak disembelih dibaringkan ke sebelah kiri, sehingga memudahkan bagi orang yang menyembelih. Karena penyembelih akan memotong hewan dengan tangan kanan, sehingga hewannya dibaringkan di lambung sebelah kiri. (Syarhul Mumthi’, 7/442).

(3) Gunakan pisau atau golok yang setajam mungkin. Semakin tajam, semakin baik. Ini berdasarkan hadis dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْح وَ ليُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh maka bunuhlah dengan ihsan, jika kalian menyembelih, sembelihlah dengan ihsan. Hendaknya kalian mempertajam pisaunya dan menyenangkan sembelihannya.” (HR. Muslim).

(4) Diantara adab menyembelih adalah agar tidak mengasah pisau dihadapan hewan yang akan disembelih. Karena ini akan menyebabkan dia ketakutan sebelum disembelih. Berdasarkan hadis dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,

أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ a بِحَدِّ الشِّفَارِ، وَأَنْ تُوَارَى عَنِ الْبَهَائِمِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mengasah pisau, tanpa memperlihatkannya kepada hewan.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah ).

Dalam riwayat yang lain dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata :  “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyuruh dibawakan dua ekor kambing kibas bertanduk yang kaki, perut, dan sekitar matanya berwarna hitam. Maka dibawakanlah hewan itu kepada beliau. Beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, ambillah pisau.”

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

«مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ a بِرَجُلٍ وَاضِعٍ رِجْلَهُ عَلَى صَفْحَةِ شَاةٍ وَهُوَ يَحُدُّ شَفْرَتَهُ وَهِيَ تَلْحَظُ إِلَيْهِ بِبَصَرِهَا، فَقَالَ: أَفَلَا قَبْلَ هَذَا؟ تُرِيدُ أَنْ تُمِيتَهَا مَوْتَاتٍ؟»

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melewati seseorang yang meletakkan kakinya di leher kambing, kemudian dia menajamkan pisaunya, sementara binatang itu melihatnya. Lalu beliau bersabda: “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini ?! Apakah engkau ingin mematikannya sebanyak dua kali?!.” (HR. Ath-Thabrani, Mu’jamul Kabir 11/332 no : 11916).

(5) Dianjurkan untuk menghadap kiblat saat menyembelih, demikian juga mengarahkan hewan sembelihan ke arah kiblat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia mengatakan :

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ a بِكَبْشَيْنِ فِي يَوْمِ الْعِيدِ، فَقَالَ حِينَ وَجَّهَهُمَا: «إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih  dua kambing besar pada hari raya Kurban,  Ketika menghadap keduanya beliau mengucapkan, ‘Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi, Agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang orang yang menyekutukan Allah, Sesungguhnya shalatku,

وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ،  اللَّهُمَّ إِنَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ»، ثُمَّ سَمَّى اللَّهَ وَكَبَّرَ وَذَبَحَ

“Dan menyembelihku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi Nya dan dengan yang demikianlah aku diperintah dan akulah yang pertama kali berserah diri, Ya Allah sesungguhnya kurban ini dari Mu dan untuk Mu, ya Allah inilah kurbannya muhammad dan umatnya’, kemudian beliau membaca bismillah serta bertakbir dan menyembelih” (HR Ibnu Majjah no : 3121, Abu Dawud no : 2795, Al Baihaqi 9/285, dan Ad Darimi, pentahqiq Sunan Ad Darimi mengatakan, ‘Sanad hadits ini lemah namun haditsnya bisa diamalkan dengan adanya penguat dari riwayat lain)

Dari Nafi’ radhiyallahu ‘anhu ia mengatakan :

«.. وَكَانَ هُوَ يَنْحَرُ هَدْيَهُ بِيَدِهِ يَصُفُّهُنَّ قِيَامًا وَيُوَجِّهُهُنَّ إِلَى الْقِبْلَةِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَيُطْعِمُ »

“….Adalah Ibnu Umar beliau menyembelih Kurban dengan tangannya (sendiri) dibariskannya dalam posisi berdiri dan dihadapkannya ke arah kiblat kemudian memakannya dan memberikannya kepada orang lain makan”  (HR Malik, al Muwatha no : 854)

Disebutkan dalam Mausu’ah Fiqhiyah:

أَنْ يَكُونَ الذَّابِحُ مُسْتَقْبِل الْقِبْلَةِ، وَالذَّبِيحَةُ مُوَجَّهَةً إِلَى الْقِبْلَةِ بِمَذْبَحِهَا لاَ بِوَجْهِهَا إِذْ هِيَ جِهَةُ الرَّغْبَةِ إِلَى طَاعَةِ اللَّهِ عَزَّ شَأْنُهُ؛

Yang mau menyembelih hendaknya menghadap kiblat demikian juga hewan yang disembelih dihadapkan ke kiblat pada posisi tempat organ yang akan disembelih (lehernya) bukan wajahnya. Karena itulah arah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

وَلأِنَّ ابْنَ عُمَرَ  رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا  كَانَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْكُل ذَبِيحَةً لِغَيْرِ الْقِبْلَةِ. وَلاَ مُخَالِفَ لَهُ مِنَ الصَّحَابَةِ، وَصَحَّ ذَلِكَ عَنِ ابْنِ سِيرِينَ وَجَابِرِ بْنِ زَيْدٍ

“Dan Ibnu Umar radhiyallahu anhuma membenci memakan sembelihan yang tidak dihadapkan ke arah kiblat dan tidak ada Sahabat yang menyelisihi perbuatannya, dan telah shahih akan hal itu dari Ibnu Sirin dan Jabir bin Zaid”  (Mausu’ah Fiqhiyah Kuwaitiyah, 21/196, lihat juga al Mughni 2/221).

Imam An Nawawi rahimahullah berkata :

اسْتِقْبَالُ الذَّابِحِ الْقِبْلَةَ وَتَوْجِيهُ الذَّبِيحَةِ إلَيْهَا وَهَذَا مُسْتَحَبٌّ فِي كُلِّ ذَبِيحَةٍ لَكِنَّهُ فِي الْهَدْيِ وَالْأُضْحِيَّةِ أَشَدُّ اسْتِحْبَابًا لِأَنَّ الِاسْتِقْبَالَ فِي الْعِبَادَاتِ مُسْتَحَبٌّ وَفِي بَعْضِهَا وَاجِبٌ

“Yang menyembelih menghadap kiblat demikian juga menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat hal ini dianjurkan pada setiap sembelihan hanya saja pada sembelihan Hadyu (saat haji atau umrah) dan pada sembelihan Kurban lebih ditekankan anjurannya karena menghadap kiblat dalam beribadah itu dianjurkan dan pada sebagian ibadah hukumnya wajib…” (Al Majmu’ Syarah al Muhadzab, An Nawawi 8/408)

(6) Wajib membaca Tasmiyyah (bismillah) bebarapa saat ketika akan menyembelih, Dan hal ini hukumnya wajib, menurut pendapat yang kuat, berdasarkan Firman Allah Ta’ala :

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..

Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

Demikian juga Firman Allah Ta’ala :

فَكُلُواْ مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّهِ عَلَيْهِ إِن كُنتُمْ بِآيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ

Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya. (QS Al An’am : 118)

Dan berdasarkan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ

“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata :

وَقَدْ جَعَلَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ مَا لَمْ يُذْكَرْ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ مِنْ الذَّبَائِحِ فِسْقًا وَهُوَ الْخَبِيثُ، وَلَا رَيْبَ أَنَّ ذِكْرَ اسْمِ اللَّهِ عَلَى الذَّبِيحَةِ يُطَيِّبُهَا وَيَطْرُدُ الشَّيْطَانَ عَنْ الذَّابِحِ وَالْمَذْبُوحِ،

Allah Ta’ala menjadikan binatang yang tidak disebut nama Allah termasuk sembelihan yang fasik dan jelek. Tidak ragu lagi bahwa menyebut nama Allah ketika menyembelih akan memperbaguskannya mengusir Syaithan dari jiwa orang yang menyembelih dan yang disembelih.

فَإِذَا أَخَلَّ بِذِكْرِ اسْمِهِ لَابَسَ الشَّيْطَانُ الذَّابِحَ وَالْمَذْبُوحَ، فَأَثَّرَ ذَلِكَ خُبْثًا فِي الْحَيَوَانِ، وَالشَّيْطَانُ يَجْرِي فِي مَجَارِي الدَّمِ مِنْ الْحَيَوَانِ،

Maka apabila kosong dari menyebut nama Allah, syaithan akan mengganggu yang menyembelih dan hewan yang disembelihnya sehingga akan menimbulkan pengeruh buruk pada hewan Syaithan itu berjalan pada peredaran darah yang ada pada binatang

وَالدَّمُ مَرْكَبُهُ وَحَامِلُهُ، وَهُوَ أَخْبَثُ الْخَبَائِثِ فَإِذَا ذَكَرَ الذَّابِحُ اسْمَ اللَّهِ خَرَجَ الشَّيْطَانُ مَعَ الدَّمِ فَطَابَتْ الذَّبِيحَةُ، فَإِذَا لَمْ يَذْكُرْ اسْمَ اللَّهِ لَمْ يَخْرُجْ الْخُبْثُ.

sementara darah yang membawa dan memikunya adalah seburuk buruknya pemikul, Apabila yang menyembelih menyebut nama Allah, maka Syaithan akan keluar bersamaan dengan darah. Dan sembelihannya menjadi enak dan halal. Bila tidak menyebut nama Allah, maka yang jelek belum keluar” (I’lam al Muwaqi’in, Ibnu Qoyyim 2/118)

Penyebutan nama Allah (BISMILLAH) pada saat akan menyembelih merupakan salah satu dari syarat syarat penyembelihan hewan. (Ahkamul Adhahi, syaikh Ibnu ‘Utsaimin hal,56-87)

Catatan :

Ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang hukum menyebut nama Allah ketika menyembelih kepada 3 pendapat.

Pertama :

Madzhab Hanafi, Maliki serta pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanbali , hukumnya wajib namun kalau meninggalkannya karena lupa mereka mebolehkannya (menghalalkan sembelihannya). Dalilnya adalah Firman Allah Ta’ala :

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ..

Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

Dan halalnya ketika lupa, berdalil dengan keumuman riwayat :

إنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ

 “Sesungguhnya Allah memaafkan umatku karena aku (apa yang mereka lakukan) tanpa ada kesengajaan, lupa dan apa yang mereka dipaksa untuk melakukannya.” (HR Ibnu Majah : 2034)

Kedua :

Madzhab Syafi’iyyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat hukumnya sunnah. Berdalil dengan riwayat Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

أَنَّ جَارِيَةً لِكَعْبِ بْنِ مَالِكٍ كَانَتْ تَرْعَى غَنَمًا بِسَلْعٍ فَأُصِيبَتْ شَاةٌ مِنْهَا فَأَدْرَكَتْهَا فَذَبَحَتْهَا بِحَجَرٍ فَسُئِلَ النَّبِيُّ a فَقَالَ كُلُوهَا

Bahwa budak wanita Ka’b bin Malik mengembalakan kambing di daerah Sal’, lalu salah satu kambingnya terkena sakit hingga ia pun menyembelihnya dengan batu. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang hukum (daging sembelihannya), beliau menjawab: “Makanlah.” (HR Bukhari : 5505)

Dan juga berdalil dengan halalnya sembelihan ahlul kitab dan  mereka tidak menyebut nama Allah. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala :

الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ..

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka…”. (QS Al Maidah : 5)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata : makanan ahlul kitab maksudnya sembelihan mereka (Shahih Bukhari Bab sembelihan ahlul kitab, lihat juga Ftahul Bari, Ibnu hajar 9/637)

Ibnu Qudamah Al maqdisi rahimahullah berkata :

وَأَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى إبَاحَةِ ذَبَائِحِ أَهْلِ الْكِتَابِ؛ لِقَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ . يَعْنِي ذَبَائِحَهُمْ.

“Para ulama telah sepakat bahwa sembelihan Ahlukitab halal berdasarkan firman Allah Ta’ala “ dan makanan  ahlul kitab halal bagi kalian”, makanan maksudnya sembelihan,

قَالَ الْبُخَارِيُّ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: طَعَامُهُمْ ذَبَائِحُهُمْ. وَكَذَلِكَ قَالَ مُجَاهِدٌ وَقَتَادَةُ. وَرُوِيَ مَعْنَاهُ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ، وَأَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ يَرَوْنَ إبَاحَةَ صَيْدِهِمْ أَيْضًا.

Al Bukhari berkata, Ibnu ‘Abbas berkata, yang dimaksud makanan mereka adalah sembelihan mereka, demikian juga telah berkata Mujahid dan Qatadah, diriwayatkan juga yang semakna dari Ibnu Mas’ud, dan kebanyakan para ahli ilmu berpendapat membolehkan juga makan buruan ahli kitab” (Al Mughni, Ibnu Qudamah 9/390)

Ketiga :

Madzhab Dzahiriyah berpendapat Syarat, maka tidak bisa gugur karena sebab lupa, atau karena sebab tidak disengaja , sebab tidak tahu apalagi meninggalkannya kalau disengaja. Inilah juga pendapatnya Imam Malik dalam salah satu riwayatnya demikian juga Imam Ahmad.

Ini pulalah yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Imam Ibnu Qoyyim , demikian pula Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahumullah. Berdalil dengan keumuman ayat :

وَ لاَ تَأْكُلُواْ مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ الله عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ.

Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. (QS. Al-An’am: 121).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam besabda :

مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ، لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ

“Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah berkata :

وَلَا فَرْقَ بَيْنَ أَنْ يَتْرُكَ اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا عَمْداً مَعَ الْعِلْمِ أَوْ نِسْيَاناً أَوْ جَهْلاً لِعُمُوْمِ هَذِهِ الْآيَةِ وَلِأَنَّ النَّبِيَّ a جَعَلَ التَّسْمِيَّةَ شَرْطاً فِيْ الْحِلِّ وَالشَّرْطُ لَا يَسْقُطُ بِالنِّسْيَانِ وَالْجَهْلِ

“Tidak ada perbedaan antara yang meninggalkan baca bismillah saat menyembelih itu sengaja serta mengetahui melakukannya atau lupa serta tidak tahu,  berdasarkan keumuman ayat ini. Juga karena Nabi  menjadikan menyebut nama Allah itu sebagai syarat dalam kehalalan penyembelihan, sementara syarat itu tidak bisa gugur dengan sebab lupa atau tidak tahu.

وَلِأَنَّهُ لَوْ أَزْهَقَ رُوْحَهَا بِغَيْرِ إِنْهَارِ الدَّمِ نَاسِياً أَوْ جَاهِلاً لَمْ تَحِلَّ فَكَذَلِكَ إِذَا تَرَكَ التَّسْمِيَّةَ لِأَنَّ الْكَلَامَ فِيْهِمَا وَاحِدٌ مِنْ مُتُكَلِّمٍ وَاحِدٍ فَلَا يَتَّجِهُ التَّفْرِيْقُ.

Oleh karenanya jika melenyapkan nyawa hewan tanpa mengalirkan darahnya karena lupa atau tidak tahu (misalnya) maka tidaklah halal (karena mengalirkan darah ini syarat), demikian juga membaca bismillah (juga sayarat) karena pembahasannya sama maka jangan dibedakan..” (Talkhish Ahkam Al Udhiyyah wa Dzakah, syaikh al ‘Utsaimin, hal. 41) 

(7) Dianjurkan untuk membaca takbir (Allahu akbar) setelah membaca basmalah. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ a ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، فَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صَفْحَتِهِمَا فَذَبَحَهَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ»

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyembelih dua ekor domba besar berbulu bagus bertanduk, beliau meletakkan kakinya dilehernya lalu menyembelihnya dengan tangannya, membaca bismillah serta bertakbir (HR. Al Bukhari : 5565 dan Muslim).

(8) Dianjurkan Menyebut nama orang yang berqurban, setelah membaca basmalah dan takbir.

Disunnahkan bagi orang yang akan menyembelih hewan qurban untuk menyebut nama orang yang berqurban, setelah membaca basmalah dan takbir, dengan mengucapkan;

بِسْمِ اللَّهِ وَ اللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ اَللَّهُمَّ هَذَ عَنِّيْ (أَوْ عَنْ فُلَانٍ) وَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِيْ (أَوْ وَ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ).

”Dengan Nama Allah dan Allah Maha Besar, Ya Allah terimalah, Ya Allah ini  dariku (atau dari Fulan), dan dari keluargaku (atau dan dari keluarganya).”

Atau mengucapkan :

بِسْمِ اللَّهِ وَ اللَّهُ أَكْبَرُ اَللَّهُمَّ مِنْكَ وَ لَكَ عَنِّيْ (أَوْ عَنْ فُلَانٍ).

”Dengan nama Allah yang Mahabesar, Ya Allah dari-Mu dan untuk-Mu dariku (atau dari Fulan).” (Talkhishu Kitabu Ahkamil Udh-hiyah wadz Dzakah).

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu ia berkata,

شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ a الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى، فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ، وَأَتَى بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ، وَقَالَ: «بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، هَذَا عَنِّي، وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي»

“Aku pernah shalat ‘iedul Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika selesai shalat didatangkan kepada beliau seekor domba. Kemudian Nabi shallallahu ‘anhu menyembelih dengan tangan beliau. Ketika menyembelih beliau mengucapkan, ‘bismillah wallaahu akbar, ini kurban atas namaku dan atas nama orang yang tidak berkurban dari umatku.” (HR. Ahmad no : 14895).

Setelah membaca bismillah Allahu akbar, dibolehkan juga apabila disertai dengan bacaan berikut: hadza minka wa laka.” (HR. Abu Dawud, no. 2795) Atau hadza minka wa laka ’anni atau ’an fulan (disebutkan nama shohibul kurban).

Disunnahkan ketika menyembelih untuk berdoa supaya qurbannya diterima oleh Allah sebagai­mana Rosululloh shalallahu ‘alaihi wasallam mengucapkannya ketika me­nyembelih :

بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

“Bismillah, Ya Allah terimalah (kurban ini) dari Mu­hammad, dari keluarga Muhammad, dan dari umat­nya Muhammad” lalu beliau menyembelih. (HR. Muslim kitab al-Adhohi 19 dari jalan Aisyah)

Dalam kitab al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah disebutkan :

وَقَال الْحَنَابِلَةُ: يَقُول الْمُضَحِّي عِنْدَ الذَّبْحِ : بِسْمِ اللَّهِ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ. وَالتَّسْمِيَةُ وَاجِبَةٌ عِنْدَ التَّذَكُّرِ وَالْقُدْرَةِ وَالتَّكْبِيرُ مُسْتَحَبٌّ

“Para ulama Hanbali mengatakan, ‘Hendaklah yang menyembelih membaca Bismillah dan Allahu Akbar. Dan menyebut nama Allah itu hukumnya wajib saat ingat dan mampu sementara bertakbir itu hukumnya sunnah.

فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ a كَانَ إِذَا ذَبَحَ قَال: بِسْمِ اللَّهِ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ. وَفِي حَدِيثِ أَنَسٍ وَسَمَّى وَكَبَّرَ  وَإِنْ زَادَ فَقَال: اللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ، اللَّهُمَّ تَقَبَّل مِنِّي أَوْ مِنْ فُلاَنٍ فَحَسَنٌ،

Telah shahih riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila beliau menyembelih membaca Bismilla wallahu akbar. Dalam hadits dari Anas bin Malik disebutkan, ‘Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir. Jika ditambahkan ucapan Allahumma Hadza Minka Walak, Allahumma taqabbal minni atau Taqabbal min Fulan (sebutkan nama pekurban) maka hal ini baik,

لأِنَّ النَّبِيَّ a أُتِيَ بِكَبْشٍ لَهُ لِيَذْبَحَهُ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ قَال : اللَّهُمَّ تَقَبَّل مِنْ مُحَمَّدٍ وَآل مُحَمَّدٍ وَأُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ.

karena Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah didatangkan Kambing besar kepada beliau untuk disembelih, maka beliaupun membaringkannya kemudian bersabda, ‘Allahumma Taqabbal min Muhammad wa Aali Muhammad wa Ummati Muhammad, kemudian beliau berkurban dengannya” (Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah 5/101)

(9) Pastikan bahwa bagian tenggorokan (saluran pernafasan), kerongkongan (saluran makanan), dua urat leher (kanan-kiri) telah pasti terpotong. Namun dalam masalah ini Syekh Abdul Aziz bin Baz mengatakan :

أَنَّ التَّذْكِيَّةَ الشَّرْعِيَّةَ لِلْإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ : عَلَى ثَلَاثِ حَالَاتٍ : الْحَالَةُ الْأُوْلَى: أَنْ يَقْطَعَ الذَّابِحُ : الْحُلْقُومَ وَالْمَرِّيءَ وَالْوَدْجَيْنَ  وَهُوَ أَكْمَلُ الذَّبْحِ وَأَحْسَنُهُ فَإِذَا قَطَعَتْ هَذِهِ الْأَرْبَعَةُ فَالذَّبْحُ حَلَالٌ عِنْدَ جَمِيْعِ الْعُلَمَاءِ.

Bahwasanya penyembelihan yang sesuai syariat itu ada tiga keadaan :

Pertama : Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan dua urat leher. Ini adalah keadaan yang terbaik. Jika terputus empat hal ini maka sembelihannya halal menurut semua ulama.

وَالْحَالَةُ الثَّانِيَةُ : أَنْ يَقْطَعَ الْحُلْقُومَ وَالْمَرِّيءَ وَأَحَدَ الْوَدْجَيْنِ وَهَذَا حَلَالٌ صَحِيْحٌ وَطَيِّبٌ وَإِنْ كَانَ دُوْنَ اْلأَوَّلِ.

Kedua : Terputusnya tenggorokan, kerongkongan, dan salah satu urat leher. Sembelihannya benar, halal, dan boleh dimakan, meskipun keadaan ini derajatnya di bawah kondisi yang pertama.

وَالْحَالَةُ الثَّالِثَةُ : أَنْ يَقْطَعَ الْحُلْقُومَ وَالْمَرِّيءَ فَقَطْ دُوْنَ الْوَدْجَيْنِ وَهُوَ أَيْضاً صَحِيْحٌ وَقَالَ بِهِ جَمْعٌ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَدَلِيْلُهُمْ قَوْلُهُ a : مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلْ  لَيْسَ السِّنَّ وَالظُّفُرَ

Ketiga : Terputusnya tenggorokan dan kerongkongan saja, tanpa dua urat leher. Status sembelihannya sah dan halal, menurut sebagian ulama, dan merupakan pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini.  Dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Selama mengalirkan darah dan telah disebut nama Allah maka makanlah. Asal tidak menggunakan gigi dan kuku.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). (Shalatul Mu’min, Syaikh Sa’id Al Qohthani, hal. 925)

Imam As Syafi’i rahimahullah berkata :

كَمَالُ الذَّكَاةِ بِأَرْبَعَةٍ: الْحُلْقُومِ، وَالْمَرِّيءِ، وَالْوَدْجَيْنِ، وَأَقَلُّ مَا يَكْفِي مِنَ الذَّكَاةِ اثْنَانِ: الْحُلْقُومُ، وَالْمَرِّيءُ

“Kesempurnaan penyembelihan ada empat, (memutuskan) Saluran nafas, saluran makanan dan dua urat leher, dan minimal dianggap mencukupi ada dua yaitu (memutuskan) saluran nafas dan makanan” (Kitab Al Um, As Syafi’i 2/259)

Catatan :

Apabila penyembelihan sampai memotong leher hewan tersebut, maka tidak mengapa. Berkata Ibnu ’Umar dan Ibnu ’Abbas radhiyallahu ‘anhuma

إِذَا قَطَعَ الرَّأْسَ فَلَا بَأْسَ بِهِ.

”Apabila ia memotong lehernya, maka tidak mengapa.”  (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani  Irwa’ul Ghalil : 2543).

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *