BERHUTANG UNTUK KURBAN

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berkurban dengan hutang;

Pendapat pertama, membolehkan berkurban dengan cara berhutang, bahkan menganjurkannya, seperti Abu Hatim, beliau pernah berhutang untuk menyembelih binatang kurban dan ketika beliau ditanya, apakah ia berhutang untuk binatang kurban? Beliau menjawab “Ya, karena aku mendengar Allah berfirman, “Kamu akan memperoleh kebaikan yang banyak di dalamnya.’’ (QS. Al-Haj: 36) (Tafsir al-Qur’anul Adhim, Karya Ibnu Katsir 5/427)


      Imam Ahmad  termasuk yang menyarankan berhutang untuk menghidupkan sunnah, seperti aqiqah, ketika beliau ditanya salah satu putranya tentang seorang ayah yang mempunyai anak dan belum diaqiqahi karena tidak mampu, maka beliau menjawab;

أَشَدُّ مَا سَمِعْنَا فِي الْعَقِيقَة حَدِيْثُ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  كُلُّ غُلَامٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ وَإِنِّي لَأَرْجُوْ إِنِ اسْتَقْرِضُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ الْخَلَفَ لِأَنَّهُ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَنِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاتَّبَعَ مَا جَاءَ عَنْهُ

“(Dalil) paling kuat yang pernah aku dengar tentang aqiqah adalah hadits al-Hasan dari Samurah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya”, maka aku berharap jika dia berhutang (untuk aqiqah) Allah segera akan menggantinya, sebab dia telah menghidupkan salah satu sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengikuti apa yang di bawa (Rasul). (Tuhfatul Maudud hlm. 50-51)

Pendapat kedua, melarang berkurban dengan berhutang, seperti yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin , beliau mengatakan, “Jika seseorang punya hutang, maka selayaknya mendahulukan pelunasan hutangnya dari pada berkurban.  Asy-Syarh al-Mumthi’ 7/455

Pendapat yang kuat adalah yang kedua, yaitu dilarang berhutang untuk berkurban, Hal ini dikuatkan oleh beberapa hal, diantaranya;

(1) Hutang harus diselesaikan lebih dahulu, karena kewajibannya lebih mendahului.

(2) Membayar hutang telah disepakati oleh para ulama hukumnya wajib, sedangkan berkurban diperselisihkan antara wajib atau sunnahnya.

(3) Tidak ada satupun dalil al-Qur’an atau sunnah yang memerintahkan berhutang dalam menjalankan syari’at, bahkan kewajiban syari’at yang berkaitan dengan harta tidaklah wajib/gugur kewajibannya jika tidak mampu, seperti zakat, haji dan selainnya

(4) Berhutang memang dibolehkan dalam islam, tetapi tidak berhutang jelas lebih baik karena lebih jauh dari ancaman bagi orang yang mati meninggalkan hutang diantara ancamannya, Rasulullah i bersabda;

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

“Jiwa seorang mukmin bergantung pada utangnya hingga dia bayarkan.’’  (HR Tirmidzi 4/249, dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Misykat 2/158)
Catatan, akan tetapi bagi yang berhutang dan ia menduga kuat bisa membayarnya karena ada yang diharapkan seperti gaji tetap dan semisalnya, maka hal itu diperbolehkan.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam penjelasan lain mengatakan;

وَأَمَّا اْلاِسْتِقْرَاضُ مِنْ أَجْلِ الْعَقِيْقَةِ فينظر إِذَا كَانَ يَرْجُوْ الْوَفَاءَ كَرَجُلٍ مُوَظَّفٍ، لَكِنَّهُ صَادَفَ وَقْتَ الْعَقِيْقَةِ أَنَّهُ لَيْسَ عِنْدَهُ دَرَاهِمُ، فَاسْتَقْرَضَ مِنْ شَخْصٍ حَتَّى يَأْتِيَ الرَّاتِبُ، فَهَذَا لَا بَأْسَ بِهِ، وَأَمَّا إِذَا كَانَ لَيْسَ لَهُ مَصْدَرٌ يَرْجُوْ الْوَفَاءَ مِنْهُ، فَهَذَا لَا يَنْبَغِيْ لَهُ أَنْ يَسْتَقْرِضَ.

“Adapun berhutang untuk aqiqah maka perlu diperinci, jika ada yang diharapkan untuk melunasinya seperti pegawai (yang punya gaji), tatkala bertepatan dengan waktu aqiqah tidak punya uang, kemudian berhutang kepada orang lain sampai mendapatkan gaji, maka tidak mengapa, adapun jika tidak ada yang diharapkan pemasukannya untuk melunasinya maka tidak sepatutnya berhutang.’’ (Liqa’ al-Bab al-Maftuh 8/36)

Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah pernah ditanya : Apakah berkurban wajib bagi mereka yang tidak mampu ? Apakah boleh berkurban dengan hutang yang ambilkan dari gaji tiap bulannya ? Beliau menjawab :

اَلْأُضْحِيَّةُ سُنَّةٌ وَلَيْسَتْ وَاجِبَةً وَلَا حَرَجَ أَنْ يَسْتَدِيْنَ الْمُسْلِمُ لِيُضَحِّيَّ إِذَا كَانَ عِنْدَهُ الْقُدْرَةُ عَلَى الْوَفَاءِ.

“Berkurban itu hukumnya sunnah bukan wajib, tidak masalah jika seorang muslim berhutang untuk berkurban jika ia memiliki kemampuan untuk membayarnya”. (Fatawa Ibnu Baaz : 1/37).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang tidak mampu berkurban, apakah perlu berhutang ? Beliau menjawab :

إنْ كَانَ لَهُ وَفَاءٌ فَاسْتَدَانَ مَا يُضَحِّي بِهِ فَحَسَنٌ وَلَا يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَفْعَلَ ذَلِكَ.

“Kalau ia berhutang dan merasa mampu untuk melunasinya, maka hal itu adalah baik, namun ia sebenarnya tidak wajib melakukannya”. (Majmu’ Fatawa: 26/305)

Masih berkaitan dengan berkurban dengan hutang. Bolehkah mengadakan arisan kurban ? Arisan ini sama halnya dengan hutang, karena pada hakekatnya akad arisan adalah akad hutang.

Kata Arisan adalah istilah yang berlaku di Indonesia. Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa arisan adalah pengumpulan uang atau barang-barang yang layak oleh beberapa orang, lalu diundi diantara mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Wjs. Poerwadarminta, PN Balai Pustaka, 1976 hlm:57)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah  ketika ditanya tentang orang yang berhutang untuk suatu kewajiban seperti ibadah haji, beliau menjawab, “Sebaiknya dia tidak melakukan hal itu, karena manusia tidak wajib menunaikan haji jika memiliki tanggungan hutang, bagaimanakah jika berhutang untuk pergi haji maka aku tidak menyarankan berhutang untuk haji, karena haji tidak wajib jika kondisinya seperti ini (belum mampu), dan oleh karenanya sebaiknya dia menerima rukhshoh/keringanan dari Allah dan keluasan rahmat-Nya, dan tidak boleh membebani diri dengan berhutang padahal dia belum tentu bisa melunasinya, bisa saja dia mati sehingga tidak dapat melunasi tanggungan hutangnya. Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 21/93

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *