ADAB PENUNTUT ILMU – SEMANGAT MEMBARA

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Penuntut ilmu itu setiap kali mendalami ilmu dan pintu-pintunya terbuka baginya, ia semakin membutuhkan tambahannya, dan berpacu untuk mencarinya, bahkan bersemangat untuk memperbanyak yang diperolehnya. Allah memerintahkan Rasul-Nya yang mulia untuk berdo’a memohon tambahnya ilmu.

Allah berfirman :

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” (QS Thoha : 114)

Dan Rasul pun menganjurkan agar kita memperbanyak ilmu dan bersemangat untuk menambahnya sepanjang hayat, hingga pencarinya mencapai surga.

Rasulullah bersabda :

لَنْ يَشْبَعَ الْمُؤْمِنُ مِنْ خَيْرٍ يَسْمَعُهُ حَتَّى يَكُونَ مُنْتَهَاهُ الجَنَّةُ.

“Orang mu’min tidak akan merasa puas dengan kebaikan yang ia dengar sehingga berakhir di Surga” (HR Tirmidzi)

Nabi menjadikan sifat ambisi dalam mencari ilmu dan senang mendatanginya sebagai konsekuensi iman dan sifat orang beriman. Dan beliau memberitahukan bahwa sifat ini tetap menjadi karakter mukmin sampai ia masuk surga. (Miftah daris sa’adah 1/74)

Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan :

فَجَعَلَ النَّبِيُّ النُّهْمَةَ فِيْ الْعِلْمِ وَعَدَمَ الشِّبَعِ مِنْهُ مِنْ لَوَازِمِ الْاِيْمَانِ وَأَوْصَافِ الْمُؤمنِيْنَ وَأَخْبَرَ أَنَّ هَذَا لَا يزَالُ دَأْبُ الْمُؤمِنِ حَتَّى دُخُوْلَهُ الْجَنَّة

“Nabi menjadikan sifat ambisi senang mendatanginya sebagai konsekwensi iman dan sifat orang beriman. Dan Beliau memberitahukan bahwa sifat ini tetap menjadi karakter mukmin sampai ia masuk surga” (Miftah Daaris Sa’adah, Ibnul Qayyim : 1/74)

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah mengatakan :

إِنَّمَا أَطْلُبُ الْعِلْمَ إِلَى أَنْ أَدْخُلَ الْقَبْرَ

“Sesungguhnya aku mencari ilmu sampai nanti aku masuk kubur”. (Miftah Daaris Sa’adah, Ibnul Qayyim : 1/74)

Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah menuturkan :

وَسُئِلَ الْحَسَنُ عَنِ الرَّجُلِ لَهُ ثَمَانُوْنَ سَنَةً اَيَحْسُنُ اَنْ يَطْلُبَ الْعِلْمَ قَالَ إِنْ كَانَ يَحْسُنُ بِهِ أَنْ يَعِيْشَ

Imam Hasan Al Bashri ditanya tentang orang yang usianya 80 tahun apakah masih layak untuk menuntut ilmu? Maka Beliau menjawab : “Jika ia masih pantas hidup”. (Miftah Daaris Sa’adah, Ibnul Qayyim : 1/74)

Sa’id bin Jubair radhiyallahu ‘anhu berkata :

لَا يَزَالُ الرَّجُلُ عَالِمًا مَا تَعَلَّمَ فَإِذَا تَرَكَ الْعِلْمَ وَظَنَّ أَنَّهُ قَدْ اسْتَغْنَى وَاكْتَفَى بِمَا عِنْدَهُ فَهُوَ أَجْهَلُ مَا يَكُونُ

“Seseorang tetap menjadi ‘alim ketika ia tetap belajar. Jika ia meninggalkan belajar dan mengira ia sudah cukup dengan apa yang dimilikinya, maka itulah keadaan paling bodoh”. (Tadzkiratus Saami’ Wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, 183)

Ketika Kematian menjemput Mu’adz bin jabal radhiyallahu ‘anhu ia berkata :

مَرْحَبًا بِالْمَوْتِ مَرْحَبًا بِزَائِرٍ جَاءَ عَلَى فَاقَةٍ، لَا أَفْلَحَ مَنْ نَدِمَ، اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَعْلَمُ أَنِّي لَمْ أَكُنْ أُحِبُّ الْبَقَاءَ فِي الدُّنْيَا لَكَرْيِ الْأَنْهَارِ وَلَا لِغَرْسِ الْأَشْجَارِ

“Selamat datang kematian, selamat datang pengunjung yang mendatangiku dalam kefakiran. Ya Allah sungguh Engkau tahu bahwa aku tak pernah ingin tinggal didunia hanya untuk mengalirkan parit-parit, ataupun untuk menanam pohon-pohon.

وَلَكِنْ كُنْتُ أُحِبُّ الْبَقَاءَ لِمُكَابَدَةِ اللَّيْلِ الطَّوِيلِ وَلِظَمَأِ الْهَوَاجِرِ فِي الْحَرِّ الشَّدِيدِ، وَلِمُزَاحَمَةِ الْعُلَمَاءِ بِالرُّكَبِ فِي حِلَقِ الذِّكْرِ

Akan tetapi aku senang tinggal didunia karena menghidupkan malam yang panjang, merasakan hausnya siang hari di terik matahari yang menyengat, dan berkerumun mendekati ulama dengan kedua lututku dalam halaqah dzikir (ilmu)”. (Jaami’u Bayanil ‘Ilmi Wa Fadhlih, Ibnu ‘Abdil Barr : 1/151)

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *