Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Waktu lebih mahal daripada emas karena waktu adalah kehidupan. Penuntut ilmu tidaklah pantas menyia-nyiakan waktu-waktunya untuk berleha-leha dan bermain-main. Karena ia tidak bisa menggantikan waktu yang telah terlewatkan, dan saat-saat pun tidak akan menunggunya.
Orang yang melalaikan waktu-waktunya maka akan panjang penyesalannya sebagaimana orang sakit menyesali hari-hari sehat dan giatnya.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»
Dua nikmat, tertipu di dalamnya banyak orang : kesehatan dan kesempatan.
Maka muslim yang mendapat dua nikmat ini yaitu sehat dan waktu luang, seharusnya menunaikan hak keduanya yakni bersyukur kepada dengan cara memanfaatkannya dalam taat kepada-Nya dari mencari ridha-Nya. Jika ia mengabaikan kesempatan ini, ia tertipu atau menderita kerugian besar. Karena sesudah sehat ada sakit dan sesudah waktu luang ada kesempitan. Sebagaimana seorang pedagang yang punya modal untuk mencari keuntungan, maka modal seorang muslim adalah kesehatan dan waktu luangnya. Jangan abaikan sedikit pun waktu luang di luar ketaatan kepada Allah. Itulah perniagaan yang menguntungkan.
Sebagian Salaf mengatakan :
«إِذَا أَتَى عَلَيَّ يَوْمٌ لَا أَزْدَادُ فِيهِ عِلْمًا يُقَرِّبُنِي مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَلَا بُورِكَ لِي فِي طُلُوعِ الشَّمْسِ ذَلِكَ الْيَوْمِ»
“Apabila datang kepadaku suatu hari, didalamnya aku tidak menambah ilmu yang mendekatkan diriku kepada Allah, maka tidaklah diberkahi bagiku dengan terbitnya matahari pada hari itu”. (Miftah Daaris Sa’aadah, Ibnul Qayyim : 1/122)
Imam Nawawi rahimahullah menasihatkan :
وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ حَرِيْصًا عَلَى التَّعْلِيْمِ مُوَاظِبًا عَلَيْهِ فِي جَمِيعِ أَوْقَاتِهِ لَيْلًا وَنَهَارًا حَضَرًا وَسَفَرًا وَلَا يُذْهِبُ مِنْ أَوْقَاتِهِ شَيْئًا فِي غَيْرِ الْعِلْمِ
“Penuntut Ilmu harus menjaga waktu belajarnya, menekuni belajarnya disetiap waktu malam dan siang, baik saat berada ditempat tinggalnya atau saat bepergian. Janganlah ia menghabiskan waktunya sedikitpun diluar kepentingan ilmu,
إلَّا بِقَدْرِ الضَّرُورَةِ لِأَكْلٍ وَنَوْمٍ قَدْرًا لَا بُدَّ مِنْهُ وَنَحْوَهِمَا كَاسْتِرَاحَةٍ يَسِيْرَةٍ لَا زَالَةَ الْمَلَلِ وَشِبْهِ ذَلِكَ مِنْ الضَّرُورِيَّاتِ وَلَيْسَ بِعَاقِلٍ مَنْ أَمْكَنَهُ دَرَجَةُ وَرَثَةِ الْأَنْبِيَاءِ ثُمَّ فَوَّتَهَا.
kecuali memenuhi kebutuhan pokok untuk makan, tidur, dan sebagainya seperti istirahat sejenak, guna menghilangkan kejenuhan, dan kepentingan lainnnya. Dan bukanlah orang yang berfikiran sehat, orang yang telah meraih derajat para pewaris Nabi kemudian ia lewatkan kesempatan itu”. (Al Majmu’ Syarah Muhadzab, An Nawawi: 1/37)
Sebagian para Salaf mengatakan :
«العِلْمُ لَا يُعْطِيْكَ بَعْضَهُ حَتَّى تُعْطِيْهِ كُلَّكَ»
“Ilmu tidak memberimu sebagiannya sehingga engkau memberikan waktu seluruhnya” (Tadzkiru As Saami’ wal Mutakallim, hal. 206)
Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan :
ومَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبعًا لِوَفَاتِهِ
“Orang yang terluput belajar agama dimasa mudanya maka takbirkanlah empat kali karena kematiannya”. (Daiwanus Syafi’i : 29)
Seorang Penyair mengatakan :
اِذَا أَنْتَ أَعْيَاكَ التَّعَلُّمُ نَاشِئًا فَمَطْلُبُهُ شَيْخًا عَلَيْكَ شَدِيْدٌ
“Jika dirimu merasa lelah belajar dimasa mudamu, maka mencarinya dimasa tuamu amatlah berat”. (Al Faqih wal Mutafaqih 2/91)
Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah mengatakan :
لاَ بَأْسَ أَنْ يُرِيْحَ نَفْسَهُ إِذَا خَافَ مَلَلًا وَكَانَ بَعْضُ أَكَابِرِ اْلعُلَمَاءِ يَجْمَعُ أَصْحَابَهُ فِيْبَعْضِ أَمَاكِنِ التَّنَزُّهِ فِيْ بَعْضِ أَيَّامِ السَّنَةِ وَيَتَمَازَحُوْنَ بِمَا لَا ضَرَرَ عَلَيْهِمْ فِيْ دِيْنٍ وَلَا عِرْضٍ
“Tidaklah mengapa jika ingin melakukan penyegaran jiwa ketika khawatir jenuh. Sebagian ulama besar mengumpulkan sahabatnya dibeberapa tempat rekreasi pada beberapa hari dalam setahun, dan mereka bersenda gurau dengan sesuatu yang tidak merusak agama ataupun kehormatan mereka”. (Tadzkiratus Saami’I wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah , 187)