ADAB MEMBACA AL QUR’AN – ANJURAN MENGINDAHKAN SUARA KETIKA MEMBACA AL QUR’AN

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Anjuran Mengindahkan Suara Ketika Membaca Al-Qur’an dan Larangan Membaca Al-Qur’an dengan Nada yang Berliuk-liuk

يَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ مَا رَوَاهُ الْبَرَاءُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” يَقْرَأُ: وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ فِي العِشَاءِ، وَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا مِنْهُ أَوْ قِرَاءَةً ([ .رواه البخاري(769)]) .

Hal ini ditunjukkan oleh Al-Bara”, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah membaca wat Tiini waz Zaitun ketika shalat isya, dan aku tidak mendengar seseorang yang bersuara indah atau bacaan selain beliau.”

وَفِيْ اسْتِحْبَابِ تَحْسِيْنِ الصَّوْتِ بِالْقِرَاءَةِ أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ فَمِنْهَا : قوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَمْ يَأْذَنِ اللَّهُ لِشَيْءٍ، مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ ([ . رواه البخاري (5023) ومسلم (792)]) .

Dan anjuran untuk mengindahkan suara ketika membaca Al Qur’an ada beberapa hadits shahih. Di antaranya: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah sama sekali tidak mengizinkan sesuatu selain yang diizinkan kepada Nabi-Nya, yaitu mengindahkan suara ketika membaca Al-Qur’an.”

قَالَ ابْنُ كَثِيْرٍ: وَمَعْنَاهُ: أَنَّ اللَّهَ مَا اسْتَمَعَ لِشَيْءٍ كَاسْتِمَاعِهِ لِقِرَاءَةِ نَبِيٍّ يَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ وَيُحَسِّنُهَا،

Ibnu Katsir berkata, “Maknanya adalah bahwasanya Allah tidak mendengarkan sesuatu seperti mendengarkan bacaan Nabi-Nya yang membaca dengan keras dan mengindahkannya.

وَذَلِكَ أَنَّهُ يَجْتَمِعُ فِي قِرَاءَةِ الْأَنْبِيَاءِ طِيبُ الصَّوْتِ لِكَمَالِ خَلْقِهِمْ وَتَمَامِ الْخَشْيَةِ،

Hal itu karena suara para nabi sangat indah, karena kesempurnaan penciptaan mereka dan rasa takut yang sempurna.

وَذَلِكَ هُوَ الْغَايَةُ فِي ذَلِكَ. وَهُوَ، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، يَسْمَعُ أَصْوَاتَ الْعِبَادِ كُلِّهِمْ بَرِّهِمْ وَفَاجِرِهِمْ ([ . فضائل القرآن س 179 ، 180]) .

Inilah yang menjadi tujuan. Dan Allah mendengar semua suara hamba-hambaNya, baik yang berbakti maupun yang bermaksiat.

قَالَ أَحْمَدُ: يُحَسِّنُ الْقَارِئُ صَوْتَهُ بِالْقُرْآنِ وَيَقْرَؤُهُ بِحُزْنٍ وَتَدَبُّرٍ وَهُوَ مَعْنَى قَوْلِهِ: عَلَيْهِ السَّلَامُ: «مَا أَذِنَ اللَّهُ لِشَيْءٍ كَإِذْنِهِ لِنَبِيٍّ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ» ([ . الآداب الشرعية (2/297)]) .

Imam Ahmad berkata, “Seorang pembaca Al-Qur’an mengindahkan suaranya, dan membacanya dengan kesedihan dan perenungan. Dan inilah makna sabdanya, Allah tidak mengizinkan bagi sesuatu seperti Dia mengizinkan bagi Nabi-Nya untuk mengindahkan suaranya ketika membaca Al-Quran

وَمِنْهَا قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَتَغَنَّ بِالْقُرْآنِ ([ . رواه أبو داود (1469) وقال الألباني : صحيح .]) .

Di antaranya juga sabda Rasulullah, “Bukan termasuk dari kami orang yang tidak mengindahkan suaranya ketika membaca Al-Qur’an.”

وَمِنْ حَدِيْثِ الْبَرَّاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (زَيِّنُوْا أَصْوَاتَكُمْ بِالْقُرْآنِ) ([ . رواه أبو داود (1468) وقال الألباني : صحيح .]) .

Dan dari Al-Bara’ bin Azib rahimahullah, dia berkata, Rasulullah bersabda, “Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian.”

وَالْمَرَادُ مِنْ تَحْسِينِ الصَّوْتِ بِالْقُرْآنِ : تَطْرِيبُهُ وَتَحْزِينُهُ وَالتَّخَشُّعُ بِهِ، قَالَهُ ابْنُ كَثِيْرٍ ([ .فضائل القرآن ص 190]) .

Yang dimaksud dengan mengindahkan suara dengan Al-Qur’an di sini adalah melagukannya, membacanya dengan suara sendu, dan khusyu’. Ini dikatakan oleh Ibnu Katsir.”

وَلَمَّا اسْتَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى قِرَاءَةِ أَبِيْ مُوْسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ لَهُ : لَوْ رَأَيْتَنِي وَأَنَا أَسْتَمِعُ لِقِرَاءَتِكَ الْبَارِحَةَ، لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ» ([ . رواه مسلم (793) والبخاري (5048) الشطر الثاني منه فقط .]) .

Ketika Rasulullah mendengar suara tilawah Abu Musa Al-Asy’ari, Rasul bersabda kepadanya, “kalau engkau melihat aku saat aku mendengarkan bacaanmu tadi malam. Sungguh, engkau diberi seruling (maksudnya suara yang indah) dari seruling keluarga Nabi Dawud.”

وَفِيْ رِوَايَةٍ عِنْدَ أَبِيْ يَعْلَى زِيَادَةً قَالَ أَبُوْ مُوْسَى : أَمَا إِنِّي لَوْ عَلِمْتُ بِمَكَانِكَ لَحَبَّرْتُهُ لَكَ تَحْبِيرًا ([ . انظر فتح الباري (8/711)]) .

Dalam riwayat Abu Ya’la sebagai tambahan, Abu Musa berkata, “adapun jika aku mengetahui engkau mendengarkan aku, niscaya aku akan perindah suaraku lagi untuk engkau.”

فَدَلَّ قَوْلُ أَبِيْ مُوْسَى عَلَى جَوَازِ التَّكَلُّفِ فِيْ الْقِرَاَءةِ، وَلَا يَعْنِيْ هَذَا إِخْرَاجُ الْقِرَاءَةِ عَنْ حَدِّهَا الْمَشْرُوْعِ، مِنْ تَمْطِيْطِ الْكَلَامِ

Ucapan Abu Musa ini menunjukkan kepada bolehnya memaksakan diri untuk memperindah suara ketika membaca Al-Qur’an. Tapi bukan berarti mengeluarkan bacaan Al-Qur’an dari batas yang dibolehkan, seperti terlalu memanjangkan.

وَعَدَمِ إِقَامَتِهِ، وَالْمُبَالَغَةُ فِيْهِ حَتَّى يَنْقَلِبَ لَحْناً لَا. هَذَا لَيْسَ بِمَشْرُوْعٍ الْبَتَّةَ. وَكَرِهَ الإِمَامُ أَحْمَدُ الْقِرَاءَةَ بِالْأَلْحَانِ وَقَالَ هِيَ بِدْعَةٌ. ([ . الآداب الشرعية (2/301)]) .

dan tidak membaca huruf sesuai makhrajnya, dan tidak keterlaluan hingga mengubahnya menjadi nyanyian. Bukan, bukan ini yang dimaksud. Imam Ahmad memakruhkan bacaan dengan dinyanyikan dengan berkata, “Bacaan seperti itu bid’ah.”

وَقَالَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّينِ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِصِفَةِ التَّلْحِينِ الَّذِي يُشْبِهُ تَلْحِينَ الْغِنَاءِ مَكْرُوهٌ مُبْتَدَعٌ كَمَا نَصَّ عَلَى ذَلِكَ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَغَيْرُهُمْ مِنْ الْأَئِمَّةِ. ([ . الآداب (2/302)]) .

Syaikh Taqiyuddin berkata, “Membaca Al-Quran dengan cara menyanyikannya serupa lagu itu dimakruhkan dan bid’ah. Sebagaimana yang dinashkan oleh Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal, serta para imam lainnya.”

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *