ADAB MASJID – MENGERASKAN SUARA DI DALAM MASJID

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

“Dari Ka’ab bin Malik bahwasanya dia meminta Ibnu Abu Hadrad melunaskan hutangnya di dalam masjid. Kedua suaranya terdengar keras hingga Rasulullah yang ketika itu tengah berada di rumahnya pun mendengarnya.

فَخَرَجَ إِلَيْهِمَا حَتَّى كَشَفَ سِجْفَ حُجْرَتِهِ، فَنَادَى : «يَا كَعْبُ» قَالَ : لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ،

Rasulullah lalu keluar menemui mereka hingga tirai kamar beliau terbuka. Rasulullah memanggil, Wahai Ka’ab.’ Ka’ab pun menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”

قَالَ : «ضَعْ مِنْ دَيْنِكَ هَذَا» وَأَوْمَأَ إِلَيْهِ : أَيِ الشَّطْرَ، قَالَ : لَقَدْ فَعَلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «قُمْ فَاقْضِهِ» ([ . رواه البخاري (4587) واللفظ له، ومسلم (1558)، وأحمد (15364)، والنسائي (5408)، وأبو داود (3595)، وابن ماجة (2429)، والدارمي (2587)]).

Rasulullah bersabda, ‘Bebaskanlah sebagian hutangmu ini.’ Dan Rasulullah mengisyaratkan agar setengah dari jumlah hutangnya segera dibayarkan. Ka’ab berkata, “Aku telah melakukannya wahai Rasulullah.’ Rasulullah bersabda -kepada Abu Hadrad-, “Bangunlah, dan bayarlah’.”

وَعَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: كُنْتُ قَائِمًا فِي المَسْجِدِ فَحَصَبَنِي رَجُلٌ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ،

Dan dari As-Saib bin Yazid, dia berkata, “Aku berdiri di dalam masjid, tiba-tiba ada seorang lelaki menimpukku dengan kerikil, lalu aku melihat ternyata lelaki itu adalah Umar bin Al-Khaththab.

فَقَالَ: اذْهَبْ فَأْتِنِي بِهَذَيْنِ، فَجِئْتُهُ بِهِمَا، قَالَ : مَنْ أَنْتُمَا أَوْ مِنْ أَيْنَ أَنْتُمَا؟

Umar berkata, ‘Pergilah dan datangkaniah dua orang Ini.” Maka aku pun datang bersama dua orang itu. “Siapa kalian berdua? Atau dari mana kalian berdua?”

قَالاَ : مِنْ أَهْلِ الطَّائِفِ، قَالَ : «لَوْ كُنْتُمَا مِنْ أَهْلِ البَلَدِ لَأَوْجَعْتُكُمَا، تَرْفَعَانِ أَصْوَاتَكُمَا فِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» ([ . رواه البخاري (470)]).

Keduanya menjawab, “Dari Tha’if.” Negeri ini, aku akan mencambuk kalian berdua, kalian berdua mengangkat suara kalian berdua di masjid Rasulullah

وَالْمُتَأَمِلُ فِيْ الْحَدِيْثَيْنِ يَجِدُ أَنَّ ظَاهِرَهُمَا التَّعَارُضُ فَرَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يُنْكِرْ عَلَى مَنْ رَفَعَ صَوْتَهُ فِيْ الْمَسْجِدِ

Orang yang memperhatikan dua hadits ini akan menemukan bahwasanya tekstual hadits ini saling bertolak belakang. Rasulullah tidak menentang dan melarang orang yang mengeraskan suaranya di masjid,

وَإِنَّمَا أَمَرَ كَعَباً رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بَوَضْعِ الشَّطْرِ مِنْ دَيْنِهِ وَلَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُؤَخِّرُ الْبَيَانَ عَنْ وَقْتِ حَاجَتِهِ.

tetapi Rasulullah hanya memerintahkan Ka’ab untuk membebaskan setengah hutangnya, dan Nabi tidak akan menunda-nunda menjelaskan suatu hukum dari waktu yang diperlukan.

وَأَثَرُ عُمَرَ-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- يَدُلُّ عَلَى كَرَاهِيَةِ رَفْعِ الصَّوْتِ فِيْ الْمَسْجِدِ، وَعُمَرُ –رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- أَجَلَّ مَنْ أَنْ يُنْكِرَ عَلَى أَحَدٍ بِدُوْنِ دَلِيْلٍ يَعْلَمُهُ، وَهَذَا لَهُ حُكْمُ الرَّفْعِ.

Sedangkan atsar Umar menunjukkan makruhnya mengeraskan suara di masjid. Dan Umar mengingkari hal itu secara pasti karena dia mengetahui dalilnya, dan derajat atsar ini sama dengan hukum marfu’.

وَلَعَلَّ هَذَا يُؤَيِّدُ مَا ذَهَبَ إِلَيْهِ مَالِكٌ فِيْ إِحْدَى رِوَايَتيْهِ : (التَّفْرِقَةُ بَيْنَ رَفْعِ الصَّوْتِ بِالْعِلْمِ وَالْخَيْرِ وَمَا لَا بُدَّ مِنْهُ فَيَجُوزُ وَبَيْنَ رَفْعِهِ بِاللَّغَطِ وَنَحْوِهِ فَلَا) قَالَهُ ابْنُ حَجَرٍ ([ . فتح الباري (1/658)]).

Dan barangkali ini menguatkan pendapat Imam Malik pada satu riwayatnya. (Membedakan antara mengeraskan suara untuk mengajarkan suatu hukum dan kebaikan atau hal-hal lain yang harus dibicarakan, maka ini dibolehkan. Dan antara mengeraskan suara untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya atau lainnya, maka itu tidak dibolehkan). Ini dikatakan oleh Ibnu Hajar.”

تنبيه : قَالَتِ اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ : السُّؤَالُ مُحَرَّمٌ فِيْ الْمَسْجِدِ وَفِيْ غَيْرِ الْمَسْجِدِ إِلَّا لِلضَّرُوْرَةِ، فَإِنْ كَانَ السَّائِلُ مُضْطَرًّا إِلَيْهِ لِحَاجَتِهِ،

Hal yang harus diperhatikan Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan bahwa meminta sesuatu itu diharamkan baik di masjid maupun di luar masjid, kecuali terpaksa. Jika yang meminta itu sangat membutuhkan,

وَانْتِفَاءَ مَا يُزِيْلُ عَوَزَهُ، وَلَمْ يَتَخَطَّ رِقَابَ النَّاسِ، وَلَا كَذِبَ فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ نَفْسِهِ وَيَذْكُرْ مِنْ حَالِهِ،

dan tidak ada yang menutupi kebutuhannya, dan tidak melangkahi orang lain, tidak berbohong terhadap apa yang diceritakannya tentang dirinya,

وَلَمْ يَجْهَرْ بِمَسْأَلَتِهِ جَهْراً يِضُرُّ بِالْمُصَلِّيْنَ كَأَنْ يَقْطَعُ عَلَيْهِمْ ذِكْرَهُمْ، أَوْ يَسْأَلُ وَالْخَطِيْبُ يَخْطُبُ،

dan tidak mengungkapkannya dengan suara keras yang dapat mengganggu orang-orang yang sedang shalat, seperti menghentikan dzikir mereka, atau meminta mereka ketika khatib sedang berkhutbah,

أَوْ يَسْأَلُهُمْ وَهُمْ يَسْتَمِعُوْنَ عِلْماً يَنْتَفِعُوْنَ بِهِ، أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ مِمَّا فِيْهِ تَشْوِيْشٌ عَلَيْهِمْ فِيْ عِبَادَتِهِمْ- فَلَا بَأْسَ بِذَلِكَ،

atau meminta mereka ketika orang-orang tengah mendengarkan ceramah dan lain lain, maka itu tidak apa-apa selama tidak mengganggu ibadah mereka

فَقَدْ رَوَى أَبُوْ دَاوُدَ فِيْ سُنَنِهِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِيْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ-رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ أَطْعَمَ الْيَوْمَ مِسْكِينًا؟»

Abu Dawud dalam sunannya meriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah bersabda, “Apakah di antara kalian ada yang memberi makan fakir miskin?”

فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ، فَإِذَا أَنَا بِسَائِلٍ يَسْأَلُ، فَوَجَدْتُ كِسْرَةَ خُبْزٍ فِي يَدِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، فَأَخَذْتُهَا مِنْهُ فَدَفَعْتُهَا إِلَيْهِ.

Abu Bakar menjawab, “Aku masuk ke dalam masjid, aku menjumpa ada seorang pengemis, aku memberikannya sepotong roti milik anakku (Abdurrahman).”

قَالَ الْمُنْذِرِيُّ : وَقَدْ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ فِيْ صَحِيْحِهِ وَالنَّسَائِيُّ فِيْ سُنَنِهِ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ حَازِمٍ سَلْمَانَ الْأَشْجَعِيْ بِنَحْوِهِ.

Al-Mundziri berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya, An-Nasa’i dalam sunannya, dan Abu Hazim Salman Al Asyja’i, sama seperti lafazh ini.”

فَهَذَا الْحَدِيْثُ يَدُلُّ عَلَى جَوَازِ التَّصَدَّقِ فِيْ الْمَسْجِدِ، وَعَلَى جَوَازِ الْمَسْأَلَةِ عِنْدَ الْحَاجَةِ

Hadits ini menunjukkan bahwasanya dibolehkan memberi sedekah di masjid, dan boleh meminta-minta di dalam masjid ketika membutuhkan.

أَمَّا إِذَا كَانَتْ مَسْأَلَةً لِغَيْرِ حَاجَةٍ أَوْ كَذِبٌ عَلَى النَّاسِ فِيْمَا يَذْكُرُ مِنْ حَالِهِ أَوْ أَضَرَّ بِهِمْ فِيْ سُؤَالِهِ فَإِنَّهُ يُمْنَعُ مِنَ السُّؤَالِ ([ . (6/285-286)]).

Adapun jika meminta-minta tanpa ada kebutuhan, atau berbohong kepada manusia, atau mengganggu mereka karena perbuatan mereka, maka itu tidak dibolehkan.“

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *