Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Wanita muslimah tidak dilarang datang ke masjid, dan mereka tidak boleh dilarang bila hendak ke masjid, selama mereka tidak melakukan hal-hal yang diharamkan dalam ajaran Islam.
جَاءَ ذَلِكَ صَرِيْحاً فِيْ حَدِيْثِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَلاَ يَمْنَعْهَا» ([ . رواه البخاري(5238)، ومسلم(442)، وأحمد(4542)،والترمذي(570)،والنسائي(706)، وأبو داود(568)، وابن ماجة(16)، والدارمي(1278)]).
Hal itu secara jelas diungkapkan dalam sebuah hadits Ibnu Umar dari Nabi, “Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk pergi ke masjid, maka janganlah dilarang.”
قَالَتِ اللَّجْنَةُ الدَّائِمَةُ : يَجُوْزُ لِلْمَرْأَةِ الْمُسْلِمَةِ أَنْ تُصَلِّيَ فِيْ الْمَسَاجِدِ، وَلَيْسَ لِزَوْجِهَا إِذَا اسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ يَمْنَعَهَا مِنْ ذَلِكَ
Al-Lajnah Ad-Daimah memfatwakan bahwa seorang wanita muslimah dibolehkan shalat di masjid, dan suaminya tidak boleh melarangnya bila dia meminta izin untuk pergi ke masjid,
مَا دَامَتْ مُسْتَتِرَةً وَلَا يَبْدُوْ مِنْ بَدَنِهَا شَيْءٌ مِمَّا يُحْرَمُ نَظْرُ الْأَجَانِبِ إِلَيْهِ…[ثُمَّ قَالَتِ اللَّجْنَةُ بَعْدَ أَنْ أَوْرَدَتِ الْأَدِلَةَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ :]
Selama dia menjaga auratnya dan tidak menampakkan sesuatu yang haram kepada laki-laki lain. Kemudian Al-Lajnah Ad-Daimah memfatwakan -setelah menyebutkan beberapa dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah-,
فَهِذِهِ النُّصُوْصُ تَدُلُّ دَلَالَةً وَاضِحَةً عَلَى أَنَّ الْمَرْأَةَ الْمُسْلِمَةَ إِذَا الْتَزَمَتْ آدَابَ الْإِسْلَامَ
Nash-nash ini menunjukkan dengan jelas bahwasanya seorang wanita muslimah apabila menjaga setiap adab Islam
فِيْ مَلَابِسِهَا وَتَجَنَّبَتْ مَا يُثِيْرُ الْفِتْنَةَ وَيَسْتَمِيْلُ ضُعَفَاءَ اْلإِيْمَانِ مِنْ أَنْوَاعِ الزِّيْنَةِ الْمُغْرِيَّةِ، لَا تُمْنَعُ مِنَ الصَّلَاةِ فِيْ الْمَسَاجِدِ،
Dalam pakaiannya dan menjauh perhiasan yang memancing fitnah dan tidak mengundang perhatian orang-orang yang imannya lemah dari berbagai macam perhiasan yang menggoda Dia dibolehkan shalat di masjid.
وَأَنَّهَا إِذَا كَانَتْ عَلَى حَالَةِ تَغْرِيْ بِهَا أَهْلُ الشَّرِّ وَتُفْتِنُ مَنْ فِيْ قَلْبِهِ رَيْبٌ
Dan bila dia pada kondisi yang mengundang perhatian orang-orang jahat dan hatinya mudah terfitnah,
مُنِعَتْ مِنْ دُخُوْلِ الْمَسَاجِدِ، بَلْ تُمْنَعُ مِنَ الْخُرُوْجِ مِنْ بَيْتِهَا وَمِنْ حُضُوْرِ الْمَجَامِعِ الْعَامَّةِ ([ . (7/330-332)]).
dia tidak boleh shalat di masjid, bahkan harus dilarang keluar dari rumah dan menghadiri perkumpulan-perkumpulan umum.”
وَتَنْفَرِدُ النِّسَاءُ عَنِ الرِّجَالِ عِنْدَ حُضُوْرِهِنَّ لِلْمَسَاجِدِ بِأُمُوْرٍ عِدَّةٍ، مِنْهَا :
Dan bagi seorang wanita yang hendak ke masjid ada adab tertentu yang berbeda dengan laki-laki, di antaranya adalah :
أ- أَنْ لَا تَتَطَيُّبَ أَوْ تَتَزَيَّنَ بِمَا يَدْعُوْ إِلَى الْفِتْنَةِ.
كَأَنْ تَلْبَسَ مَلَابِسَ مُغْرِيَةً، أَوْ تَلْبَسَ خَلْخَالاً فَمَتَى وُجِدَتْ هَذِهِ أَوْ بَعْضُهَا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ تُمْنَعُ مِنْ شُهُوْدِ الْمَسْجِدِ.
[a] Tidak boleh memakai parfum atau pakaian yang mengundang perhatian. Seperti memakai pakaian yang transparan, atau memakai gelang kaki. Jika hal ini terdapat pada dirinya, atau sebagiannya. Maka seorang wanita tidak boleh pergi ke masjid.
فَأَمَّا الطِّيْبُ فَوَرَدَ فِيْهِ نَصٌّ بِخُصُوْصِهِ، قَالَتْ زَيْنَبْ امْرَأَةُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : قَالَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ الْمَسْجِدَ فَلَا تَمَسَّ طِيبًا» ([ . رواه مسلم(443)، وأحمد(26507)، والنسائي(5129)]).
Adapun parfum, hal itu telah dijelaskan dalam sebuah hadits, Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Jika salah seorang dari kalian -para wanita muslimah- datang ke masjid, janganlah memakai wewangian.”
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُورًا فَلَا تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الْآخِرَةَ» ([ . رواه مسلم(444)،وأحمد(7975)، والنسائي(5128)]) .
Dan dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah bersabda, “Wanita manapun yang memakai minyak wangi, maka janganlah dia shalat isya’ bersama kami.”
وَأَمَّا الزِّيْنَةُ الْأُخْرَى فَمَتَى تَجَمَلَتِ الْمَرْأَةُ تَجَمُّلاً يُحَرِّكُ الْغَرَائِزَ، وَيُوَقِضُ الْفِتْنَة، فَإِنَّهَا تُمْنَعُ دَرْءً لِلْفِتْنَةِ، وَإِغْلَاقاً لِمَوَارِدِ الشَّرِّ.
Adapun hiasan lainnya, jika seorang wanita berdandan dengan dandanan yang mengundang syahwat dan menimbulkan fitnah, maka ia tidak boleh pergi ke masjid untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dan untuk menutup pintu kejahatan.
ب- لَا تَمْكُثُ الْحَائِضُ وَالنُّفَسَاءُ بِالْمَسْجِدِ.
لَا يَجُوْزُ دُخُوْلُ الْحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ وَلَا الْجُنُبِ إِلَى الْمَسْجِدِ، إِلَّا إِذَا كَانُوْا عَابِري سبيل لقوله تعالى: {وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا} ([ [النساء: 43]])
[b] Tidak boleh berdiam di masjid bagi wanita yang sedang haid atau nifas. Wanita yang sedang haid atau nifas dan juga yang junub tidak boleh masuk ke dalam masjid. Kecuali sekedar lewat saja, sesuai dengan firman Allah Ta’ala, “(Jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.”
وَمِنَ الْأَدِلَّةِ عَلَى مَنْعِ الْحَائِضِ مِنْ دُخُوْلِ الْمَسْجِدِ وَالنُّفَسَاءِ قِيَاساً عَلَيْهَا : مَا رَوَتْهُ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ :
Dan di antara dalil dilarangnya wanita yang haid masuk ke dalam masjid dan dikiaskan wanita yang sedang nifas hadits yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia mengatakan
قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «نَاوِلِيْنِي الْخُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ»، قَالَتْ فَقُلْتُ : إِنِّي حَائِضٌ، فَقَالَ : «إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِي يَدِكِ» ([ . رواه مسلم(298)، وأحمد(23664)،والترمذي(134)، والنسائي(271)، وأبو داود(261)، وابن ماجة(632)، والدارمي(771)]) .
Rasulullah bersabda kepadaku, “Ambilkanlah aku tikar kecil di masjid.” Aisyah berkata, “Aku menjawab, “Aku sedang haid.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya haid kamu bukanlah di tanganmu.”
وَقَوْلُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : (إِنِّيْ حَائِضٌ) فِيْهِ دَلِيْلٌ عَلَى أَنَّ الْحَائِضَ لَا تَدْخُلُ الْمَسْجِدَ وَلَا تَمْكُثُ فِيْهِ إِلَّا مَا اسْتُثْنِيَ . وَالْعِلَّةُ هُوَ خَوْفُ تَلَوُّثِ بُقْعَةِ الْمَسْجِدِ بِنَجَاسَةِ الدَّمِ.
Ucapan Aisyah radhiyallahu ‘anha, ‘aku sedang haid’ merupakan bukti bahwa wanita yang haid tidak boleh masuk ke dalam masjid dan berdiam di masjid, kecuali sekedar lewat saja. Penyebabnya adalah takut mencemari masjid karena darah haid, dan darah adalah najis.
فائدة : يَجُوْزُ لِلْمُسْتَحَاضَةِ أَنْ تَدْخُلَ الْمَسْجِدَ بَلْ وَتَعْتَكِفَ فِيْهِ، وَلَكِنْ مَعَ التَّحَرُّزِ مِنْ تَلَوُّثِ الْمَسْجِدِ بِالنَّجَاسَةِ.
Faidah
Seorang wanita yang mustahadhah (keluar darah namun bukan haid) dibolehkan masuk ke dalam masjid, bahkan boleh beri’tikaf di masjid. Akan tetapi, menjaga agar jangan sampai mencemari masjid dengan darah.
رَوَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : «أَنَّ بَعْضَ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ اعْتَكَفَتْ وَهِيَ مُسْتَحَاضَةٌ» ([ . رواه البخاري(311)، وأحمد(24477)، وأبو داود(2476)، وابن ماجة(1780)، والدارمي(877)]) .
Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, “Bahwasanya sebagian Ummul Mukminin beri’tikaf di masjid, padahal dia sedang istihadhah.”
ت- الصَّلَاةُ خَلْفَ الرِّجَالِ، وَعَدَمُ الْاِخْتِلَاطِ بِهِمْ.
صُفُوْفُ النِّسَاءِ فِيْ الْمَسْجِدِ تَكُوْنُ خَلْفَ صُفُوْفِ الرِّجَالِ، وَكُلَّمَا كَانَتِ الْمَرْأَةُ أَبْعَدَ عَنِ الرِّجَالِ كُلَّمَا كَانَ ذَلِكَ أَفْضَلُ لَهَا وَخَيْرٌ لَهَا،
[c] Shalat di Belakang Laki-Laki, dan Tidak Berbaur dengan Mereka
Barisan wanita di dalam masjid berada di barisan belakang laki-laki. Setiap kali wanita lebih jauh dari laki-laki, berarti itu lebih utama dan lebih baik.
وَذَلِكَ لِمَا رَوَاهُ أَبُوْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا» ([ .رواه مسلم(440)، وأحمد(7351)، والترمذي(224)، والنسائي(820)، وأبو داود(678)، وابن ماجة(1000)، والدارمي(1268)]) .
Hal itu sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda, “Barisan terbaik laki-laki adalah di depan, dan barisan paling buruknya adalah di belakang. Perempuan adalah di belakang dan barisan terburuknya adalah di depan.”
لِأَنَّ قُرْبَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ قَدْ يُهِيْجُ الشَّهْوَةَ وَيُحَرِّكُهَا، وَيُضَيِّعُ مَعَهُ لُبُّ الصَّلَاةِ وَهُوَ الْخُشُوْعُ فِيْهَا،
Karena dekatnya barisan perempuan dengan lelaki dapat membangkitkan syahwat, dan menghilangkan esensi shalat, yaitu khusyu’ ketika melaksanakannya.
فَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ حِرْصُ الشَّرْعِ عَلَى أَنْ يَبْتَعِدَ الرِّجَالُ عَنِ النِّسَاءِ، وَالنِّسَاءُ عَنِ الرِّجَالِ، حَتَّى فِيْ الْمَسْجِدِ.
Oleh karena itulah, syariat menjaga agar laki-laki menjauhi wanita dan wanita menjauhi laki-laki hingga di dalam masjid sekalipun.
وَمِنْ حِرْصِ صَاحِبِ الشَّرِيْعَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى ابْتِعَادِ الرِّجَالِ عَنِ النِّسَاءِ فِيْ الْمَسْجِدِ أَنَّهُ كَانَ إِذَا صَلَّى يَمْكُثُ فِيْ مُصَلَّاهُ يَسِيْراً
Dan betapa menjaganya Rasulullah untuk menjauhi laki-laki dan wanita di masjid, apabila selesai shalat, beliau diam beberapa saat
مِنْ أَجْلِ أَنْ يَنْصَرِفَ النِّسَاءُ قَبْلَ الرِّجَالِ وَيَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوْتِهِنَّ قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُنَّ الرِّجَالَ عِنْدَ الْخُرُوْجِ مِنَ الْمَسْجِدِ وَيَحْدِثَ الْاِخْتِلَاطُ بِهِنَّ.
Dengan tujuan wanita lebih dahulu keluar dari masjid dan pulang ke rumah mereka sebelum laki-laki keluar dari masjid dan menjumpai mereka. Sehingga terjadi campur baur denga mereka
فَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «أَنَّ النِّسَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنَ المَكْتُوبَةِ، قُمْنَ
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha -istri Nabi- mengatakan, “Sesungguhnya para wanita di zaman Rasulullah apabila mereka selesai shalat fardhu, mereka berdiri
وَثَبَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ صَلَّى مِنَ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللَّهُ، فَإِذَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ» ([ . رواه البخاري(866)، وأحمد(26001)، والنسائي(1333)، وأبو داود(1040)، وابن ماجة(932)]).
dan Rasulullah dan para shahabat yang shalat bersama beliau diam di tempat shalat mereka sebagaimana yang Allah kehedaki. Dan apabila Rasulullah bangun, mereka pun ikut bangun.”
وَالنَّاسُ لَهُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ سَلَفٌ، فَيَنْبَغِيْ لَهُمْ أَنْ يَتَأَخَّرُوْا فِيْ مُصَلَّاهُمْ قَلِيْلاً حَتَّى يَذْهَبَ النِّسَاءُ،
Dan orang-orang harus mengikuti Rasulullah mereka sebaiknya menunggu sejenak di dalam masjid hingga para wanita keluar lebih dulu.
وَعَلَى النِّسَاءِ أَنْ لَا يَتَأَخَّرْنَ فِيْ مُصَلَّاهُنَّ بَعْدَ انْصِرَافِ الْإِمَامِ بَلْ يَخْرُجْنَ سَرِيْعاً وَيَنْقَلِبْنَ إِلَى بُيُوْتِهِنَّ، ذَلِكَ خَيْرٌ لَهُمْ وَلَهُنَّ.
Dan setelah shalat para wanita hendaknya segera keluar lebih dahulu dari masjid dan pulang ke rumah masing-masing, itu lebih baik bagi laki-laki dan wanita.
وَلَكِنْ إِنْ كَانَ مَخْرَجُ النِّسَاءِ بَعِيْداً عَنْ مَخْرَجِ الرِّجَالِ وَلَا يَحْصُلُ بِذَلِكَ اخْتِلَاطٌ
Akan tetapi, bila pintu keluar wanita jauh dari tempat keluar laki-laki, dan hal itu tidak membuat campur-baur antara lelaki dan perempuan,
فَلَا بَأْسَ بِخُرُوْجِ الرِّجَالِ بَعْدَ انْصِرَافِ الْإِمَامِ مُبَاشَرَةً أَوِ انْتِظَارِ النِّسَاءِ قَلِيْلاً فِيْ مُصَلَاهُنَّ لِانْتِقَاءِ الْعِلَّةِ وَاللهُ أَعْلَمُ.
Maka tidak apa apa bila laki-laki langsung keluar tatkala shalat selesai. Atau para wanita menunggu sejenak di masjid, karena kekhawatiran terjadi percampur bauran tidak ada. Wallahu a’lam.
تَنْبِيْهٌ : إِذَا كَانَ مُصَلَّى النِّسَاءِ مَعْزُوْلاً عَنْ مُصَلَّى الرِّجَالِ، فَإِنَّ خَيْرَ صُفُوْفِ النِّسَاءِ عِنْدَئِذٍ يَكُوْنُ أَوَّلَهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا .
Hal yang harus diperhatikan : Jika tempat shalat wanita terpisah dari tempat shalat laki-laki, maka barisan terbaik jama’ah wanita adalah yang paling depan, dan barisan terburuknya adalah yang paling belakang.
وَذَلِكَ لِأَنَّ الْعِلَّةَ الَّتِيْ مِنْ أَجْلِهَا جَعَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَرَّ صُفُوْفِ النِّسَاءِ أَوَّلَهَا قَدِ انْتَفَتْ بِانْعِزَالِ الرِّجَالِ عَنِ النِّسَاءِ فَعَادَتِ الْخَيْرِيَّةُ لِلصَّفِّ الْمُقَدَّمِ .
Hal itu karena menjadi penyebab, mengapa Rasulullah menjadikan barisan wanita terburuk adalah yang paling depan tidak ada, karena terpisahnya tempat shalat lelaki dan wanita. Maka, barisan terbaik adalah tetap barisan yang paling depan.