Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
Ada tiga bentuk doa yang dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa Ta’ala dalam menyambut Ramadhan.
Pertama : Do’a seorang hamba agar di pertemukan dengan bulan Ramadhan
Mu’ala Bin al Fadhal rahimahullah berkata :
كَانُوا يَدْعُونَ الله سِتَّةَ أَشْهُرِ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ رَمَضَانُ، ثُمَّ يَدْعُونَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ.
“Dulu Sahabat Rasulullah berdoa kepada Allah sejak enam bulan sebelum masuk Ramadhan agar Allah sampaikan umur mereka ke bulan yang penuh berkah itu. Kemudian selama enam bulan sejak Ramadhan berlalu, mereka berdoa agar Allah terima semua amal ibadah mereka di bulan itu. (HR. At Thabrani: 2/1226)
Adapun do’a yang beredar ditengah-tengah manusia, diriwayatkan dari Anas bin malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ: «اللهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ»
“Adalah Nabi apabila memasuki bulan Rajab beliau membaca, Ya Allah berilah keberkahan di bulan Rajab, dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan” adalah Riwayat yang tidak shahih. (Mizanul I’tidal 2/91)
Dalam sanad hadits ini ada rowi bernama Ziyad An Numairi yang di lemahkan oleh Imam Yahya bin Ma’in. Demikian juga Imam Abu Hatim berkata, “Ia tidak bisa dijadikan hujah”, Ibnu Hibban menyebutkannya didalam kitab Ad Dhu’afa dan berkata, “Tidak boleh dijadikan hujjah.”
Dalam sanad hadits ini pun ada rowi yang lain yang lebih parah kelemahannya yaitu Zaidah bin Abi Ruqqad yang dikatan oleh Imam An Nassai dan Imam Al Bukhari, “Munkarul Hadits.”
Imam An Nawawi pun melemahkan hadits ini (Al Adzkar, hal. 189). Demikian juga Syaikh Al Albani melemahkan hadits ini (Dha’if al Jaami’ : 4395).
Kedua : Seorang hamba berdoa kepada Allah subhanahu wa Ta’ala agar diberi taufiq untuk beramal shalih dibulan Ramadhan.
Hal ini karena hanya dengan pertolongan Allah-lah seorang hamba dapat dengan mudah menunaikan semua ibadahnya.
Syaikh Abdurahman bin Nashir as Sa’di rahimahullah berkata :
وَذِكْرُ {الاسْتِعَانَةِ} بَعْدَ {العِبَادَةِ} مَعَ دُخُوْلِهَا فِيْهَا، لِاحْتِيَاجِ الْعَبْدِ فِيْ جَمِيْعِ عِبَادَاتِهِ إِلَى الاِسْتِعَانَةِ بِاللَّهِ تَعَالَى. فَإِنَهُ إِنْ لَمْ يُعِنْهُ اللَّهُ، لَمْ يَحْصُلْ لَهُ مَا يُرِيْدُهُ مِنْ فِعْلِ الْأَوَامِرِ، وَاجْتِنَابِ النَّوَاهِي.
Dan penyebutan mohon pertolongan (Al Isti’anah) setelah penyebutan ibadah padahal minta pertolongan bagian dari ibadah, dikarenakan setiap hamba sangat butuh kepada pertolongan Allah dalam semua aspek ibadahnya. Karena barang siapa yang tidak ditolong oleh Allah maka tidak akan bisa mewujudkan apa yang diinginkan berupa menunaikan amal ibadah dan menjauhi larangan Allah (Taisir Al Karim Ar Rahman)
Ketiga : Seorang hamba berdoa kepada Allah subhanahu wa Ta’ala agar amalannya diterima disisi-Nya.
Yahya bin Abi Katsir rahimahullah berkata :
كَانَ مِنْ دُعَائِهِمْ اللَّهُمَّ سَلِّمْنِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِيْ رَمَضَانُ وَتَسَلَّمْهُ مِنّي مُتَقَبَّلاً.
Di antara doa mereka para salafus shalih ialah : Ya Allah, sampaikan aku ke Ramadhan dalam keadaan selamat. Ya Allah, selamatkan aku saat Ramadhan dan selamatkan amal ibadahku di dalamnya sehingga menjadi amal yang diterima.” (HR. At Thabrani: 2/1226)