MENCINTAI SUNNAH NABI SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
MEMELIHARA LINGKUNGAN SEKITAR
ABU HALWA AZIZ SETIAWAN
Orang beriman dengan keimanannya agar senantiasa melakukan kebaikan. Yang menjadi dasar amal perbuatannya adalah keimanan ia kepada Allah ta’aala. Mengapa ia melakukan yang demikian, karena ia beriman bahwa Allah jalla wa ‘alaa Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Pengetahuan dan Kebijaksanaan Allah ta’aala meliputi segala sesuatu yang ada di alam semesta ini. Oleh karena itu, seorang mukmin akan beriman terhadap semua yang diperintahkan Allah jalla wa ‘alaa kepada hamba-hamba-Nya. Baik itu berupa shalat, puasa, zakat, haji, sedekah, jihad, dan seluruh yang diperintahkan oleh-Nya tanpa terkecuali. Dan tidak ada satupun yang telah diperintahkan oleh-Nya kecuali seluruhnya mendatangkan kebaikan dunia dan tentunya di akherat. Bukti-bukti ilmiah yang mulia dieksplorasi pada masa kini menunjukkan keadaan itu.
Demikian juga dengan keimanan seorang mukmin kepada Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallama. Keimanan mereka didasarkan kepada mukjizat-mukjizatnya yang mulia dan tidak terbantahkan, salah satunya dan yang terbesar adalah al Quran. Dimana tidak ada satupun ayat yang dapat disangsikan kebenarannya dan berasal dari sisi-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’aala dalam pembukaan surat al Baqarah : “Alif laam miin, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. Juga firman-Nya dalam ayat 23 surat al Baqarah : “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”. Oleh karena itu seorang mukmin akan beriman kepada Rasul-Nya terhadap semua yang diperintahkan atau yang dilarang olehnya tanpa terkecuali. Bukan hanya saja terhadap al Quran, termasuk pula selain al Quran. Karena Allah SWT berfirman dalam surat al Hasyr ayat 7 : “…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. Seperti inilah yang dilakukan para sahabat Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallama. Karena mereka mengimani bahwa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Rasul-Nya shallaahu ‘alaihi wa sallama akan mendatangkan mashlahat dunia dan akherat. Beberapa penemuan ilmiah telah membuktikan itu semua.
Selain daripada itu, mengikuti sunnah Rasul-Nya shallaahu ‘alaihi wa sallama tidak sebatas untuk urusan shalat, puasa, zakat, haji, dll. Tetapi seorang mukmin akan kaffah (menyeluruh) mengikuti sunnahnya, baik yang masuk akal ataupun tidak masuk akal, karena ini adalah konsekuensi dari ucapan syahadatnya. Karena seorang mukmin beriman bahwa setiap amal kebaikan yang dikerjakan pasti akan mendatangkan kebaikan. Nabi shallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu :
«الإيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً: فَأفْضَلُهَا قَوْلُ: لاَ إلهَ إِلاَّ الله، وَأدْنَاهَا إمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمَانِ». متفقٌ عَلَيْهِ
Iman itu terdiri dari 70 dan beberapa atau 60 dan beberapa cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan malu adalah salah satu cabang iman (muttafaq ‘alaih). Ibnu Utsaimin berkata : maka ahlussunnah wal jamaah berpendapat bahwa iman itu empat hal, yaitu keyakinan hati, amalan hati, ucapan lisan dan amal perbuatan dengan anggota tubuh. Ia juga berkata : diperintahkan untuk menghilangkan gangguan dari jalan, karena jika hal tersebut tumbuh dari keimanan, maka kerjakanlah niscaya akan menambah dan menyempurnakan imanmu.
SUNNAH DALAM MENANAM POHON
Bencana yang seringkali terjadi di muka bumi adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri. Allah ta’aala berfirman dalam surat ar Ruum ayat 41 : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. As Sa’di berkata dalam tafsirnya : “Allah ta’aala memberitahukan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan lautan adalah akibat dari tangan-tangan manusia sendiri karena melakukan perbuatan-perbuatan yang merusak. Perbuatan tersebut berakibat pada rusaknya kehidupan mereka, timbulnya bencana, adanya panyakit dan wabah, dsb. Oleh karena itu, Allah ta’aala timpakan kepada umat manusia sebagian dari apa yang telah mereka perbuat, agar mereka tahu bahwa Allah ta’aala pasti akan mengganjar perbuatan-perbuatan mereka, dan menyegerakan adzab mereka, sebagai contoh dari bentuk-bentuk ganjaran dalam kehidupan dunia. Itu semua dilakukan Allah ta’aala agar manusia kembali kepada jalan yang benar”.
Diantara bentuk bencana tersebut pada saat ini sudah banyak kita jumpai. Kebakaran hutan, tanah longsor, banjir yang terjadi dimana-mana, pencemaran udara yang berakibat pada efek rumah kaca, pencemaran air yang berdampak pada menurunnya kualitas air bersih, dan masih banyak lagi yang lainnya. Ini adalah krisis global yang diakibatkan oleh tangan-tangan manusia itu sendiri.
Islam telah mengajarkan kepada umatnya untuk mencintai dan melestarikan lingkungan sekitar. Dan islam tidak hanya menjadikannya sebagai bentuk simpati kepada lingkungan, tetapi lebih dari itu, islam bahkan menjanjikan pahala bagi orang yang mengamalkannya. Dan diantara kepedulian islam terhadap lingkungan adalah kepedulian untuk menanam tanaman.
Diantara hadis yang menganjurkan untuk menanam tanaman adalah hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَة
“Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon, tidak pula menanam sebuah tanaman, kemudian dimakan seekor burung, seorang manusia atau binatang ternak, kecuali itu menjadi sedekah baginya” (Bukhori 2320, Muslim 1553)
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, Rasulullah shallaahu ‘alaihi wa sallama bersabda :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Tidaklah seorang muslim menanam sebuah pohon, kecuali apa yang dimakan darinya adalah sedekah untuknya, apa yang dicuri darinya adalah sedekah untuknya, apa yang dimakan oleh binatang buas darinya adalah sedekah untuknya, apa yang dimakan oleh burung maka ia adalah sedekah untuknya, dan tidaklah seseorang mengurangi dan mengambilnya kecuali itu sedekah baginya (yang menanam,pent)” (Muslim 1552)
Dan masih ada hadis lain yang semakna yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim.
Imam Nawawi berkata menjelaskan hadis diatas : dalam hadis-hadis ini terkandung fadhilah keutamaan menanam tanaman dan menabur benih, dan pahala bagi pelakunya akan terus berlanjut selama pohon dan tanaman serta tanaman yang tumbuh akibat tanaman yang telah ditanam tersebut hingga hari kiamat (Syarah Muslim)
Syaikh Salim bin Ied al Hilaly dalam kitab “Bahjatun Naadhiriin” mengambil pelajaran dari hadis ini, diantaranya adalah :
- Adanya anjuran untuk menanam pepohonan dan tanaman lainnya, serta keutamaan mengolah bumi. Dan hal ini termasuk amalan yang tidak terputus dengan kematian pelakunya. (Artinya, seseorang masih akan mendapatkan pahala dari amalnya selama hidup di dunia walaupun ia sudah berkalang tanah, Pen)
- Adanya perintah untuk berusaha memberikan manfaat kepada makhluk-makhluk Allah jalla wa ‘alaa dan memudahkan serta memenuhi seluruh kebutuhan mereka. (Dan seperti inilah seharusnya sifat seorang muslim, dimana keberadaannya memberikan manfaat yang banyak kepada lingkungan sekitarnya. Kalau terhadap lingkungan saja memberikan manfaat, apalagi kepada lingkungan sosialnya, Pen).
- Seorang muslim akan diberi pahala atas hartanya yang dicuri, atau dirampas, atau dirusak, dengan syarat dia tetap bersabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah ta’aala.
Adapun Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitab “Syarah Riyaadlus Sholihiin” berkata : hadis ini memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menanam pepohonan dan tanaman, karena perbuatan ini banyak sekali kebaikannya, didalamnya terkandung maslahat agama dan dunia. Adapun maslahat dunia, yaitu ketika tanaman dan pepohonan tumbuh, maka maslahatnya tidak hanya kembali kepada yang menanam, tetapi juga kepada penduduk disekitarnya. Adapun maslahat agama, yaitu jika tanaman dan pepohonan tersebut dimakan oleh binatang atau lainnya, walau sebiji, maka itu akan menjadi sedekah baginya”.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika kaum muslimin berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan sebagaimana firman Allah swt : “Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan” (al Baqarah : 148 dan al Maidah : 48). Sudah selayaknya kaum muslimin menjadi yang terdepan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Disaat beberapa gelintir orang serakah dengan melakukan pembalakan liar, pembakaran hutan, beberapa orang melakukan penebangan hutan, maka kaum muslimin tetap teguh dalam pendiriannya menanam tanaman atau pepohonan untuk menyelamatkan lingkungan hidup sekitar. Bukan hanya untuk dirinya yang mendapatkan pahala, tetapi lebih jauh dari itu yaitu menyelamatkan dirinya dan orang lain dari bencana yang senantiasa mendekat kepada orang-orang yang berbuat aniaya.
Beberapa kejadian bencana alam yang terjadi di muka bumi ini menunjukkan bahwa menanam tanaman dan pepohonan sangat penting, seperti longsor yang terjadi di beberapa tempat adalah karena berubahnya fungsi lahan sehingga pepohonan yang ada tidak dapat menjadi penyangga ketika hujan terjadi. Peningkatan kuantitas gas karbon di atmosfer, yang tidak saja diakibatkan oleh banyaknya produksi gas karbon, tetapi juga akibat perbuatan manusia yang tidak memberikan ruang terbuka hijau di daerah perkotaan dan banyaknya penebangan di hutan.
Inilah saatnya kaum muslimin menjadi pecinta lingkungan. Memulai dari lingkungan sekitar dengan menyediakan lahan untuk tanaman dan pepohonan. Tidak sepatutnya kaum muslimin menyandarkan penyelesaian masalah ini kepada pemerintah semata tanpa ada usaha mandiri. Sesuatu yang besar tidak dimulai dari yang besar tetapi dari yang kecil.
Wallaahua’lam Bis Showaab!
Rujukan :
- Bahjatun Naadhiriin
- Syarah Riyadhus Sholihiin Ibnu Utsaimin