Oleh Ustadz Abu Ghozie As Sundawie Hafidzhahullahu Ta’ala
Tarawih artinya istirahat, dinamakan demikian karena mereka (para Salaf) beristirahat dalam sholat mereka pada setiap empat raka’at.
(Lisanul ‘Arab 2/462, kamus Al-Muhith hal. 282).
Penekanan anjuran shalat malam pada malam-malam bulan Ramadhan adalah berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ، فَصَلَّى فِي المَسْجِدِ، وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَكَثُرَ أَهْلُ المَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلاَتِهِ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ المَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ، حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ، فَلَمَّا قَضَى الفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ، فَتَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ، فَتَعْجِزُوا عَنْهَا»، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
“Sesungguhnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam keluar pada waktu tengah malam, lalu beliau shalat di masjid, dan shalatlah beberapa orang bersama beliau.
Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya.Ketika Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengerjakan shalat (di malam kedua), banyaklah orang yang shalat di belakang beliau.
Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali memperbincangkannya.
Di malam yang ketiga, jumlah jamaah yang di dalam masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam keluar dan melaksanakan shalatnya.
Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung jamaah, sehingga Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hanya keluar untuk melaksanakan shalat Subuh.
Tatkala selesai shalat Subuh, beliau menghadap kepada jamaah kaum muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda,
‘Sesungguhnya kedudukan kalian tidaklah samar bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam wafat dan kondisinya tetap seperti ini.
(HR. al-Bukhari : 924, Muslim : 761).
Ketika beliau ditunggu para sahabatnya untuk tarawih di masjid dan ternyata beliau tidak keluar untuk shalat, lalu esok harinya beliau menyatakan alasannya :
«رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعنِي مِنْ الْخُرُوجِ إلَيْكُمْ إلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ»
“Aku tahu apa yang kalian lakukan semalam dan tidak ada yang menghalangiku untuk shalat tarawih bersama kalian kecuali aku khawatir tarawih ini akan diwajibkan kepada kalian”
(HR Bukhari : 2012).
Di dalam Hadits Abu Dzar, radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ
“Bahwasanya siapa saja yang ikut shalat (tarawih) bersama Imam sampai selesai maka dicatat baginya seperti shalat semalam suntuk”.
(HR Abu dawud : 1375, Ahmad 5/159, shahih Sunan Nasa’I 1/353).
Hadits diatas menunjukan disyari’atkannya shalat tarawih dengan berjama’ah dan yang pertama kali mempraktekkannya adalah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bukan Umar Bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Sebagaimana yang disangka sebagian orang, Umar radhiyallahu ‘anhu hanyalah menghidupkan kembali yang sempat ditinggalkan pada masa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam karena kekhawatiran di wajibkan tarawih tersebut kepada umatnya, demikian juga pada masa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu belum sempat dihidupkan kembali karena berbagai macam kesibukan mengurusi urusan-urusan umat, sehingga barulah bisa terlaksana pada masa akhir pemerintahan Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Oleh karena itu tatkala menyaksikan lentera-lentera masjid bergelantungan menerangi masjid pada malam bulan Ramadhan, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, :