?️ Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM. Hafidzhahullahu Ta’ala
Sering kita dengar orang yang dingatkan tentang perbuatan terlarang yang ia lakukan, ia langsung membantah, dengan perkataan, ini kan ada khilaf (beda pendapat)!!
Seolah- olah tidak boleh secara total memberi nasihat, apalagi mengingkari masalah khilafiyah, sehingga yang boleh diingkari hanya yang disepakati saja, dan jika ada khilaf, berarti boleh dikerjakan.
Ini termasuk syubhat, dan jawabannya sangat jelas;
Allah berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu apapun, maka *kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya)*, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59)
Ayat diatas mengajak siapapun yang berselisih pendapat, untuk *merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah Rasul*, bukan merujuk kepada *adanya khilaf, bukan kepada kenyataan yang ada, bukan kepada perasaan, bukan kepada kebiasaan mayoritas, apalagi kepada hoby banyak orang, dan mata pencaharian*.
Jika hari ini para imam madzhab masih hidup, pasti mereka marah melihat kelakuan orang- orang yang fanatik dan taqlid buta kepada mereka, yang mana mereka tidak menggubris dalil, dan selalu berkata, ini kan masalah khilafiyah, imam A membolehkan!!
Mari kita simak wasiat para imam madzhab berikut;
Imam Abu Hanifah berkata:
لا يحل لأحد أن يأخذ بقولنا؛ ما لم يعلم من أين أخذناه
“ Tidak halal bagi siapapun mengambil pendapat kami, selagi ia tidak mengetahui darimana kami mengambil (dalil)nya” (Asl Sifah Salatin Nabi, 24)
Imam Malik mengatakan,
إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه
“ Aku ini manusia biasa, terkadang benar dan salah, telitilah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan al-Quran dan sunnah Nabi, maka ambillah. Dan jika tidak sesuai dengan keduanya, maka tinggalkanlah.” (Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlih 2/32)
Imam Ahmad berkata:
لا تقلدني، ولا تقلد مالكاً، ولا الشافعي، ولا الأوزاعي، ولا الثوري، وخذ من حيث أخذوا
“ Jangan taqlid (mengekor) pendapatku, jangan taqlid pendapat Malik, Syafi’i, ‘Auza’i ataupun Ats-Tsauri. Ambilah darimana mereka mengambil (dalil)” (I’lamul Muwaqqi’in 2/201)
Imam Syafi’i berkata:
أجمع الناس على أن من استبانت له سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس
“ Para ulama sepakat bahwa jika sudah jelas sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bagi seseorang, maka tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun” (Asl Sifah Salatin Nabi, 28 )
Diantara tanda orang yang hatinya berpenyakit, ia akan mencari-cari pendapat ringan, aneh, atau nyeleneh (padahal Salah) dari pendapat para ulama, demi memperturutkan nafsunya, menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Kita harus ingat, mayoritas masalah fiqih (hukum dalam agama ini) ada khilaf (beda pendapat), nikah mut’ah ada khilaf, khomer ada khilaf, nikah tanpa wali ada khilaf, salat, zakat , puasa dan lainnya tidak lepas dari beda pendapat. meskipun khilafnya terkadang dianggap nyeleneh.
Tidak boleh mencari- cari pendapat yang ringan- ringan saja, karena pasti akan terkumpul semua keburukan, Sulaiman At-Taimi berkata,
لَوْ أَخَذْتَ بِرُخْصَةِ كُلِّ عَالِمٍ ، أَوْ زَلَّةِ كُلِّ عَالِمٍ ، اجْتَمَعَ فِيكَ الشَّرُّ كُلُّهُ
“ Jika engkau mengambil pendapat yang ringan- ringan saja dari para ulama, atau mengambil setiap ketergelinciran dari pendapat para ulama, pasti akan terkumpul padamu seluruh keburukan” (Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya, 3172)
Sumber FB Beliau : Muhammad Ali Pasuruan