Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
(2) Ittiba’ adalah Bukti Cinta Kepada Nabi
Para ulama mengatakan :
أَنَّ فِيْ اتِّبَاعِ السُّنَّةِ وَلُزُوْمِهَا بُرْهَانَ مَحَبَّةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bahwasanya berittiba’ (mengikuti) kepada sunnah dan berpegang dengannya adalah bukti kecintaan seseorang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Tidaklah beriman dengan keimanan yang sempurna salah seorang dari kamu sehingga aku menjadi yang paling ia cintai daripada bapaknya, anaknya, dan seluruh manusia. [HR Bukhâri, no. 15; Muslim, no. 44, dari Anas bin Malik].
Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata :
اعْلَمْ أَنَّ مَنْ أَحَبَّ شَيْئاً آثَرَهُ وَآثَرَ مُوَافَقَتَهُ وَإِلَّا لَمْ يَكُنْ صَادِقاً فِيْ حُبِّهِ، وَكَانَ مُدَّعِياً فَالصَّادِقُ فِيْ حُبِّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من تَظهَرُ علامةُ ذلك عَلَيْهِ،
“Ketahuilah, bahwa seseorang yang mencintai sesuatu, ia akan mengutamakannya dan mengutamakan kecocokan dengannya. Jika tidak, maka ia tidak benar dalam kecintaannya, dan ia (hanya) orang yang mengaku-ngaku saja. Maka orang yang benar dalam kecintaannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah orang yang nampak darinya tanda-tanda tersebut.
وأولُهَا : الاقتداءُ بِهِ، وَاسْتِعمالُ سُنتِهِ، واتباعُ أقوالِهِ وأفعالِهِ، واجتنابُ نواهيهِ، والتأدبُ بآدابهِ فِيْ عُسْرِهِ وَيُسْرِهِ وَمَنْشَطِهِ وَمَكْرَهِهِ ، وَشَاهِدُ هَذَا قَوْلُهُ تَعَالَى : ((إن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ)) (آل عمران:31)
Pertama dari tanda-tanda itu ialah meneladani Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam , mengamalkan sunnahnya (ajarannya), mengikuti perkataan dan perbuatannya, dan beradab dengan adab-adabnya, (baik) pada saat kesulitan maupun kelapangan, pada waktu suka maupun tidak suka, yang menunjukan akan hal itu adalah firman Allah Ta’ala, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu.”. [ Asy-Syifa’, hlm. 571, dinukil dari Abhâts fil-I’tiqad, karya Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Abdul-Lathif, hlm. 37.]
(BERSAMBUNG)