Assalamu ‘alaikum, Ust Bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ziarah kubur? Apakah beliau sering melakukan? Bagaimana juga hukumnya dengan wanita yang berziarah kubur. Barokallahu fikum dari Nina Martak di Surabaya.
JAWAB :
Wa’alikum salam warahmatullah wabarokatuh, saudari Nina semoga istiqamah, diantara petunjuk Nabi shalallahu alaihi wasallam adalah menganjurkan untuk ziarah kubur yang sebelumnya pernah dilarang.
Dari Buraidah radhiyallahu anhu, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآْخِرَةَ
“Aku dahulu melarang ziarah kubur, maka sekarang ziarah kubur lah karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan negeri akhirat”. (HR Muslim : An Nassai : 5652)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu , dia berkata :
زَارَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis, dan orang-orang yang ada di sekelilingnya pun turut menangis. Beliau bersabda, “Aku telah minta izin kepada Allah untuk meminta ampunan bagi ibuku, namun Allah tak memberiku izin, kemudian aku minta izin untuk berziarah ke kuburnya barulah aku diizinkan. Oleh karena itu berziarah kuburlah karena ia akan mengingatkan kita pada kematian” (HR Muslim)
Beliau shalallahu alaihi wasallam pun ziarah kubur para sahabat dan kerabatnya di pekuburan Baqi’.
Sebagaimana diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu anha berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا كَانَ لَيْلَتُهَا مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ إِلَى الْبَقِيعِ، فَيَقُولُ: «السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ، وَإِنَّا، إِنْ شَاءَ اللهُ، بِكُمْ لَاحِقُونَ، اللهُمَّ، اغْفِرْ لِأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ
“Adalah Rasulullah shalallahu alaihi salam setiap kali giliran malam di tempat ‘Aisyah, beliau keluar menuju Pekuburan Baqi pada akhir malam, lalu mengucapkan, “Keselamatan semoga atas kalian wahai penghuni negeri kaum mu’minin, telah datang apa yang dijanjikan kepada kalian besok lusa dan kami akan menyusul kalian Ya Allah ampunilah penduduk pekuburan Baqi’ Ghorqad” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain Raslullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
فَإِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي حِينَ رَأَيْتِ فَنَادَانِي فَأَخْفَاهُ مِنْكِ فَأَجَبْتُهُ فَأَخْفَيْتُهُ مِنْكِ وَلَمْ يَكُنْ يَدْخُلُ عَلَيْكِ وَقَدْ وَضَعْتِ ثِيَابَكِ وَظَنَنْتُ أَنْ قَدْ رَقَدْتِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوقِظَكِ وَخَشِيتُ أَنْ تَسْتَوْحِشِي فَقَالَ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَأْتِيَ أَهْلَ الْبَقِيعِ فَتَسْتَغْفِرَ لَهُمْ قَالَتْ قُلْتُ كَيْفَ أَقُولُ لَهُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ قُولِي السَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ
‘Sesungguhnya Jibril ‘Alaihis salam datang kepadaku ketika kamu melihatku tadi, lalu dia memanggilku dengan perlahan agar kamu tidak mengetahui, maka akupun menjawabnya dengan samar agar tidak kamu ketahui, dan dia tidak ingin masuk ke tempatmu karena kamu telah melepas pakaianmu, sedangkan aku menyangka bahwa kamu telah tertidur sehingga aku tidak mau membangunkanmu, karena aku khawatir kamu terkejut.’ Lalu Jibril berkata, ‘Sesungguhnya Tuhanmu menyuruhmu untuk mendatangi penghuni kuburan Baqi’ dan agar kamu memohonkan ampunan untuk mereka.’ Aisyah berkata, ‘Aku bertanya, “Bagaimana aku ucapkan doa pada mereka wahai Rasulullah?'” Beliau menjawab, ‘Ucapkanlah, “Assalaamu’ala ahlid-diyaari minal-mu’miniina wal muslimiin, wa yarhamullaahul mustaqdimiina minnaa wal musta’khiriin, wa innaa insyaa’a Allah bikum laahiquun. (Salam sejahtera semoga keselamatan tetap pada penghuni kubur dari golongan kaum mukmin dan muslim. Semoga Allah memberikan rahmat kepada orang-orang yang telah mendahului kami dan orang-orang yang belakangan, dan jika Allah telah menghendaki, maka sungguh kami akan menyusul kalian)” (HR Muslim)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ، فَقَالَ: «السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا
Bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mendatangi kuburan lalu mengucapkan, “Assalaamu ‘alaikum daara qaumin mu ‘miniin wa innaa insyaa Allahu bikum laahiquun, wadidtu annaa qad raaina ikhwaananaa (semoga keselamatan tetap padamu wahai perkampungan kaum mukminin, dan kalau Allah sudah menghendaki maka sungguh kami akan menyusulmu, kami senang telah melihat saudara-saudara kami).”
Hadits hadits diatas menunjukan bahwa Rasulullah menganjurkan ziarah kubur dan beliau sendiri mempraktekkannya.
ADAB ZIARAH KUBUR
Supaya ziarah kubur membawa berkah dan pahala maka harus memperhatikan adab adabnya :
[1] Niat ikhlash karena ziarah kubur adalah ibadah, dan syarat diterimanya amalan ibadah adalah ikhlas dan sesuai contoh dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam.
[2] Niatkan dalam rangka mendo’akan ahlul Kubur dan mengambil pelajaran akan kematian.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
Oleh karena itu berziarah kuburlah karena ia akan mengingatkan kita pada kematian” (HR Muslim)
[3] Ucapkan salam kepada Ahlil Kubur.
Dari Buraidah radhiyallahu anhu ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ، كَانَ قَائِلُهُمْ يَقُولُ: «السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“Adalah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengajarkan para sahabatnya apabila mereka pergi ke pemakaman, uacapan mereka, “Assalaamu’alaikum ahlad-diyaari minal-mu’miniina wal muslimiin, wa inna insya Allahu bikum laahiquun, nasalullaha lana walakumul ‘afiyah” Semoga keselamatan atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mu’minin dan kaum muslimin, insya Allah kamipun akan menyususl kalian, kita memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan kalian” (HR Muslim)
[4] Tidak sengaja melakukan safar dalam ziarah kubur. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang melakukan safar kecuali ke tiga masjid saja.
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasallam, beliau bersabda :
لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Tidak ada bersengaja bepergian kecuali ke tiga masjid, masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha.” (HR Muslim)
Dilarang bersengaja melakukan safar ke kubur untuk menziarahinya, apalagi sampai berhari-hari rombongan dengan dipimpin oleh ustadz atau kiayinya yang disebut dengan istilah WISATA RELIGI. Kita dianjurkan ziarah kubur yang ada dikampung kita yang tidak mengharuskan safar, apalagi biasanya ziarah yang jauh dengan safar itu selalu diikuti dengan keyakinan bahwa kubur yang di ziarahinya itu adalah kuburan yang keramat karena didalamnya ada orang shalih bahkan dianggap wali.
Oleh karena itu Imam Abul ‘Abbas Al Haroni rohimahullah berkata :
وَقَدْ اتَّفَقَ الْأَئِمَّةُ عَلَى أَنَّهُ لَوْ نَذَرَ أَنْ يُسَافِرَ إلَى قَبْرِهِ صَلَوَاتُ اللَّهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ أَوْ قَبْرِ غَيْرِهِ مِنْ الْأَنْبِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ؛ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ أَنْ يُوفِيَ بِنَذْرِهِ بَلْ يُنْهَى عَنْ ذَلِكَ.
Dan sungguh para Imam telah sepakat bahwasanya kalau ada yang bernadzar untuk safar (bepergian) ziarah ke kubur Rasulullah shalallahu alaihi wasallam atau kubur para Nabi alaihis salam lainnya, maka tidak perlu untuk menuanaikan nadzarnya bahkan harus dicegah” (Majmu’ Fatawa 1/234)
[5] Tidak boleh melakukan ritual ibadah seperti shalat, menyembelih hewan dalam rangka pengagungan, atau membaca Al Qur’an menurut pendapat yang lebih kuat di kuburan, karena semua itu perbuatan orang-orang sebelum kita. Kita dianjurkan beribadah itu di rumah Allah bukan dikuburan.
Allah berfirman :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
“(Bertasbih dan beribadah lah) kepada Allah di Rumah-rumah Allah (masjid-masjid) yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang (QS An-Nuur : 36)
Dari Aisyah dan Ibnu ‘Abbas radliyallahu anhum mereka berkata :
لَمَّا نُزِلَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، طَفِقَ يَطْرَحُ خَمِيصَةً لَهُ عَلَى وَجْهِهِ، فَإِذَا اغْتَمَّ كَشَفَهَا عَنْ وَجْهِهِ، فَقَالَ: وَهُوَ كَذَلِكَ «لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ» يُحَذِّرُ مِثْلَ مَا صَنَعُوا
Tatkala diturunkan kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam (penyakit yang mengakibatkan kematiannya) maka beliau menutupkan kain di wajahnya, ketika beliau merasa sesak maka beliau membuka selimutnya dari wajahnya. Lalu beliau bersabda: “Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah).” Beliau memberi peringatan atas perbuatan mereka” (HR Bukhari : 435, Muslim : 531)
Dari Abu Martsad Al-Ghonawie ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ، وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“janganlah kalian duduk diatas kubur dan jangan shalat menghadap kubur” (HR Muslim : 972)
Kecuali shalat ghaib boleh dikuburan karena memang shalat yang tidak ada ruku’ dan sujudnya, dan ini merupakan pengecualian dari larangan shalat menghadap ke kuburan secara umum sebagaimana riwayat Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dia berkata,:
أَنَّ امْرَأَةً سَوْدَاءَ كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ أَوْ شَابًّا فَفَقَدَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَأَلَ عَنْهَا أَوْ عَنْهُ فَقَالُوا: مَاتَ، قَالَ: أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي قَالَ: فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا أَوْ أَمْرَهُ فَقَالَ: دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ فَدَلُّوهُ، فَصَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا، وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ
“Seorang wanita berkulit hitam atau pemuda yang menjadi tukang sapu di masjid, lalu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam tidak melihatnya lagi, maka beliau bertanya keberadaannya dan para sahabat menjawab, ‘Ia telah meninggal.’ Lalu beliau berkata, ‘Kenapa kalian tidak memberitahuku?'” Abu Hurairah berkata, “Seolah-olah mereka menyepelekan perkara ini atau meremehkannya.” Kemudian beliau berkata, “Tunjukkan kepadaku kuburnya.” Lalu mereka menunjukkannya, dan Rasulullah menshalatinya (ghaib) di kuburan. Kemudian beliau bersabda, ‘ Sesungguhnya kuburan ini terasa gelap gulita oleh penghuninya, dan sesungguhnya Allah Ta’ala akan menerangi kuburnya dengan shalatku (do’aku) untuk mereka” (HR Muslim : 956)
[6] Tidak duduk, atau bersandar, atau melangkahi kubur. Karena semua ini bentuk tidak menghormati penghuni kubur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda :
لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ تُحْرِقُهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ
Sungguh salah seorang diantara kalian duduk diatas bara api lebih baik daripada kalian harus duduk diatas kubur (HR Ibnu Majah : 1566)
Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu ia berkata :
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah melarang memplester kuburan, duduk diatasnya dan membangun (rumah) diatasnya” (HR Muslim : 970).
Dalam lafadz lain :
وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهَا، وَأَنْ تُوطَأَ
Dilarang dibangun diatas kuburan dan dilarang dilangkahi atasnya” (HR Tirmidzi : 1052)
[7] Hukum wanita ziarah kubur.
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat diantara para ulama, dan terbagi kepada kepada 3 pendapat :
Pendapat Pertama :
Ziarah kubur bagi wanita dilarang secara mutlak. Dasarnya adalah Dalil :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ القُبُورِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melaknat ZAWWARAAT (para wanita yang sering sering ziarah kubur) (HR Tirmidzi : 1036)
Dalam lafadz lain bukan zawwaraat (Yang sering sering ziarah) tapi menggunakan lafadz Zaairat (wanita yang ziarah) :
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ القُبُورِ، وَالمُتَّخِذِينَ عَلَيْهَا المَسَاجِدَوَ السُّرُجَ
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melaknat wanita yang ziarah kubur dan orang yang menjadikan kubur sebagai masjid (tempat ibadah) atasnya, dan menerangi kubur” (HR Tirmidzi : 320).
Pendapat Kedua :
Ziarah kubur dibolehkan bahkan dianjurkan bagi wanita sebagaimana bagi kaum laki laki. Inilah madzhabnya Abu Hanifah.
Berdalil dengan hadits Dari Buraidah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الآْخِرَةَ
“Aku dahulu melarang ziarah kubur, maka sekarang ziarah kubur lah karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan negeri akhirat”. (HR Muslim : An Nassai : 5652)
Imam An Nawawie rahimahullah berkata :
وَفِيهِ دَلِيلٌ لِمَنْ جَوَّزَ لِلنِّسَاءِ زِيَارَةَ الْقُبُورِ وَفِيهَا خِلَافٌ لِلْعُلَمَاءِ
Didalamnya jadi dalil bagi yang membolehkan bagi wanita ziarah kubur, dan dalam masalah ini ada perbedaan pendapat diantara para ulama” (Syarah Muslim, An Nawawi 7/45)
Demikian pula berdalil dengan perbuatan A’isyah radhiyallahu ‘anha :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ: أَقْبَلَتْ عَائِشَةَ رضي الله عنها ذَاتَ يَوْمٍ مِنَ الْمَقَابِرِ، فَقُلْتُ لَهَا: يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَيْنَ أَقْبَلْتِ؟ , قَالَتْ: مِنْ قَبْرِ أَخِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، فَقُلْتُ لَهَا: ” أَلَيْسَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى اللهُ عليه وسلَّم نَهَى عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ؟، قَالَتْ: ” نَعَمْ، كَانَ قَدْ نَهَى، ثُمَّ أَمَرَ بِزِيَارَتِهَا
Dari Abdullah bin Abu Mulaikah ia berkata, “Suatau hari aku bertemu ‘Aisyah pulang dari pekuburan, lalu akupun bertanya, “wahai ummul mu’minin dari mana engkau datang ?” ia menjawab, “Dari kubur saudaraku ‘Abdurrahman bin Abu Bakar”, Akupun bertanya lagi, “Bukankah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang ziarah kubur (bagi wanita)”, ia menjawab, “Betul dulu melarang kemudian beliau memerintahklan untuk ziarah kubur” (HR Ibnu Majah : 1570, dishahihkan syaikh Al Albani dikitab irwaul ghalil : 775, Ahkamul Janaaiz, hal. 181)
Ketiga :
Makruh, dan inilah madzhabnya jumhur atau mayoritas para ulama.
Imam An Nawawi rahimahullah berkata :
وَفِيهَا خِلَافٌ لِلْعُلَمَاءِ وَهِيَ ثَلَاثَةُ أَوْجُهٍ لِأَصْحَابِنَا أَحَدُهَا تَحْرِيمُهَا عَلَيْهِنَّ لِحَدِيثِ لَعَنِ اللَّهُ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ وَالثَّانِي يُكْرَهُ وَالثَّالِثُ يُبَاحُ وَيُسْتَدَلُّ لَهُ بِهَذَا الْحَدِيثِ وَبِحَدِيثِ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama, pada madzhab kami (syafi’iyah) ada tiga pendapat, pertama berpendapat haram atasnya, berdalil dengan hadits, Allah melaknat wanita yang ziarah kubur, yang kedua makruh, dan pendapat ketiga boleh berdalil dengan hadits ini dan hadits dahulu aku melarang ziarah kubur maka sekarang ziarahilah kubur (Syarah Muslim, An Nawawi 7/45)
Disana ada pendapat yang lain dengan merinci bahwa kalau ziarahnya sering sering maka terlarang, dan kalau tidak maka dibolehkan sebagaimana keumuman perintah ziarah bagi laki laki dan wanita. Inilah pendapat yang kuat , Wallahu a’lam.
Abu Ghozie As Sundawie