ADAB-ADAB DALAM BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
Oleh Abdul Aziz Setiawan, SKM.
Tujuan dari disyariatkannya puasa di Bulan Ramadhan adalah agar orang yang berpuasa menjadi orang yang bertakwa. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 183 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. As Sa’di berkata dalam tafsir Taisiir Kaliimirrahmaan menafsirkan ayat ini : ……. Kemudian Allah SWT menyebutkan “agar kamu bertakwa”, maknanya adalah sesungguhnya puasa adalah salah satu sebab terbesar ketakwaan seseorang, karena ketika berpuasa seseorang akan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam ayat diatas disebutkan secara tegas tujuan dari syariat puasa adalah agar kita menjadi orang yang bertakwa dan melekat pada diri kita sifat-sifat orang bertakwa, baik selama berpuasa di bulan suci Ramadhan ataupun setelahnya.
Akan tetapi, tujuan tersebut tidak akan tercapai jika kita tidak memperhatikan adab-adab puasa. Oleh karena itu, hendaklah seorang muslim yang berpuasa memperhatikan adab-adab tersebut dan menjaganya hingga keluar dari bulan Ramadhan. Sehingga orang yang berpuasa benar-benar menjadi orang yang bertakwa dan terus menjadi orang yang bertakwa di luar bulan Ramadhan.
ADAB-ADAB BERPUASA DI BULAN RAMADHAN
- Sahur
Sahur adalah sunnah Rasulullah SAW dalam mengawali puasa di bulan suci Ramadhan dan sangat ditekankan. Penekanan Nabi SAW nampak dari sabda Beliau SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Anas RA :
تَسَحَّرُوا، فَإِنَّ فِي السُّحُورِ بَرَكَةً
Sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam sahur terdapat keberkahan (Bukhori 1923, Muslim 1095, Tirmidzi 703, Nasai 141, Ibnu Majah 1692). Penekanan sahur nampak dari perintah Nabi SAW dan keutamaan dari sahur dengan adanya keberkahan.
Bahkan sunnah sahur sangat ditekankan walaupun hanya dengan seteguk air minum. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam riwayat Abdullah bin Amru RA :
تَسَحَّرُوْا وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ
Sahurlah kalian walau dengan seteguk air minum (Shahih al Jami’ as Shaghir 2945, Ibnu Hibban 884). Dalam hadis ini, Nabi SAW sangat menekankan untuk sahur walau dengan seteguk air minum. Hadis ini memungkinkan memiliki dua makna, yaitu jika tidak ada yang dapat digunakan untuk sahur selain dari air minum atau serasa berat untuk mengawali puasa dengan sahur, maka sahurlah walau dengan seteguk air minum.
Oleh karena itu, agar sahur yang dilakukan dapat mendatangkan keberkahan, maka hendaklah dilakukan di akhir waktu atau mengakhirkan pelaksanaan waktu sahur. Hal ini sebagaimana riwayat yang disampaikan oleh Anas, dari Zaid bin Tsabit RA, dimana ia berkata :
«تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ» ، قُلْتُ: كَمْ كَانَ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ ” قَالَ: «قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً»
“Kami sahur bersama dengan Nabi SAW dan kemudian berdiri untuk mendirikan shalat (shubuh)”. Aku bertanya : “Berapa jarak antara adzan dan shahur?”. Ia berkata : “Sekitar 50 ayat (bacaan al Quran)” (Bukhori 1921, Muslim 1097, Tirmidzi 699, Nasai 143, Ibnu Majah 1693). Ada dua hal penting yang bisa diambil pelajaran dalam hadis ini, yaitu : sahur dilaksanakan sekitar 50 ayat bacaan al Quran sebelum shalat shubuh dan setelah melakukan sahur, Nabi SAW dan para sahabat mendirikan shalat shubuh.
Inilah diantara sifat orang-orang bertakwa, dimana mereka bangun di waktu sahur dan mempersiapkan dirinya untuk menghamba kepada Allah SWT di waktu shubuh. Dan sudah diketahui jika shalat shubuh, apalagi secara dilakukan berjamaah, banyak terkandung kebaikan didalamnya. Dan di bulan suci Ramadhan orang-orang beriman dilatih untuk mendirikannya bahkan secara berjamaah. Dan sudah bisa kita lihat secara umum jika kaum muslimin sangat mudah mendirikan shalat shubuh berjamaah di waktu bulan suci Ramadhan.
- Menjaga Diri Dari Perbuatan Sia-Sia Dan Segala Yang Dapat Mengurangi Makna Puasa
Termasuk adab dalam berpuasa adalah menjaga diri dari perbuatan sia-sia, perkataan kotor dan segala sesuatu yang dapat mengurangi makna daripada puasa. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW dalam riwayat Abu Hurairah RA :
فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ، وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
Maka jika seseorang pada hari dimana ia berpuasa, maka janganlah ia berkata-kata kotor, berteriak-teriak. Maka jika ada seseorang mencacinya atau menyerangnya maka hendaklah ia mengatakan : sesungguhnya aku sedang berpuasa (Bukhori 1904, Muslim 1151, Nasai 163). Demikian juga dalam riwayat Abu Hurairah RA lainnya, Nabi SAW bersabda :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya (Bukhori 1903, Abu Daud 2345, Tirmidzi 702)
Menjaga diri dari perbuatan sia-sia, dari perkataan kotor atau dari bertindak bodoh yang diajarkan dalam puasa di bulan Ramadhan, merupakan sifat-sifat orang bertakwa, yang harus senantiasa dijaga selama puasa dan diluar puasa.
- Banyak Berbuat Baik Dan Membaca Al Quran
Tentang hal ini, diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ، حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ
Nabi SAW adalah manusia yang paling baik dalam melakukan kebaikan. Dan Beliau SAW akan lebih baik lagi ketika di bulan Ramadhan, ketika Jibril AS menemuinya. Dan Jibril AS menemuinya di setiap malam di bulan Ramadhan hingga keluar (bulan Ramadhan). Nabi SAW memebacakan al Quran kepadanya. Maka ketika Jibril AS menemuinya, maka Beliau SAW lebih baik dalam melakukan kebaikan daripada angin yang bertiup (Bukhori 1902, Muslim 2308)
Nabi SAW memberikan keteladan bagi umatnya bagaimana mengisi bulan suci Ramadhan. Pada prinsipnya adalah banyak melakukan kebaikan, apapun bentuk kebaikan itu. Bahkan kebaikan yang biasa Beliau SAW lakukan diluar bulan suci Ramadhan, semakin ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Seperti memberi makan orang fakir miskin dan anak yatim, infaq untuk masjid dan lembaga pendidikan, menjauhi semua yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya, sekecil apapun larangan itu, dan lain sebagainya. Dan secara khusus dalam hadis diatas disebutkan bahwa Nabi SAW senantiasa menyibukkan diri dengan tilawah al Quran bersama Jibril AS. Dan ini semua adalah sifat-sifat orang yang bertakwa.
- Berbuka
Berbuka akan mendatangkan kebaikan dan keberkahan jika disegerakan. Nabi SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Sahl bin Saad RA :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ
Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka (Bukhori 1957, Muslim 1098, Tirmidzi 695). Kebaikan didapatkan diantaranya adalah karena mengikuti sunnah Nabi SAW, bersyukur atas karunia Allah SWT berupa perintah untuk berbuka setelah sebelumnya diperintahkan untuk menahan makan dan minum mulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, dan lain sebagainya. Dan hendaklah seorang muslim ketika berbuka mengawalinya dengan doa sebelum berbuka dan berbuka sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Dalam riwayat Anas RA disebutkan :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Adalah Rasulullah SAW berbuka dengan beberapa kurma basah sebelum shalat (maghrib), jika tidak ada maka dengan beberapa kurma kering, dan jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air (Abu Daud 2339, Tirmidzi 692). Dan ini adalah cara berbuka yang ideal, dimana Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita cara berbuka yang baik, yang memungkinkan kita umatnya dapat melanjutkan puasanya dengan qiyaamul lail di malam hari, dengan mendirikan shalat taraweh. Jika seseorang berbuka berlebih-lebihan, niscaya hal tersebut akan menjadikannya berat mendirikan qiyaamul lail. Dan nasehat dari generasi terdahulu adalah tidak banyak makan, karena akan menyebabkan banyak minum, untuk kemudian menyebabkan banyak tidur. Dan ini juga diantara sifat-sifat orang yang bertakwa.
- Qiyaamul Lail
Adab terakhir yang penting untuk diperhatikan adalah dengan melakukan qiyaamul lail (menghidupkan malam di bulan Ramadhan dengan ibadah dan ketaatan), dan ini juga merupakan sifat orang-orang bertakwa. Ketaatan yang dimaksud bisa berupa tilawah al Quran, shalat taraweh bersama jamaah kaum muslimin, memperbanyak dzikir, wirid dan doa. Apalagi jika ini semua dilakukan pada sepuluh hari yang terakhir di bulan Ramadhan dan bertepatan dengan malam lailatul qadar sebagaimana telah difirmankan oleh Allah SWT dalam surat al Qadr. Maka ketaatan yang dilakukan ketika itu lebih baik dari ketaatan yang sama dan dilakukan selama seribu bulan.
Tentang keutamaan qiyaamul lail, Nabi SAW pernah bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA :
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Siapa yang qiyaamul lail di bulan Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya akan diampuni (Bukhori 37, 2009, Muslim 759)
RUJUKAN :
- Tafsir Taisiir Kaliimirrahmaan oleh Abdurrahman bin Nashir as Sa’dy
- Al Wajib Fii Fiqhisunnah Wal Kitaabil’aziiz oleh Abdul Adhim Badawy
- Kutubul hadiis