TINGKATAN PUASA ‘ASYURO

?️  Ustadz Abu Ghozie As Sundawie Hafidzhahullahu Ta’ala

Asyuro adalah sebutan untuk hari ke-10 di bulan Muharram, yang didalamnya di syariatkan untuk berpuasa. Puasa ‘Asyuro memiliki tiga tingkatan:

Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata :

فَمَرَاتِبُ صَوْمِهِ ثَلَاثَةٌ أَكْمَلُهَا: أَنْ يُصَامَ قَبْلَهُ يَوْمٌ وَبَعْدَهُ يَوْمٌ، وَيَلِي ذَلِكَ أَنْ يُصَامَ التَّاسِعُ وَالْعَاشِرُ وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْأَحَادِيثِ، وَيَلِي ذَلِكَ إِفْرَادُ الْعَاشِرِ وَحْدَهُ بِالصَّوْمِ. وَأَمَّا إِفْرَادُ التَّاسِعِ فَمِنْ نَقْصِ فَهْمِ الْآثَارِ

Tingkatan puasa ‘Asyura ada tiga , yang paling sempurna adalah berpuasa sehari sebelumnya dan sehari setelahnya (tiga hari), lalu berpuasa tanggal Sembilan dan sepuluhnya saja (dua hari) cara inilah yang paling banyak ditunjukan oleh hadits, kemudian urutan ketiga berpuasa hanya tanggal sepuluh saja, adapun berpuasa hanya tanggal Sembilan saja maka hal ini menunjukan kekurangan pemahaman kepada hadits (dalil)” (Zaadul ma’aad 2/72)

Pertama :

Berpuasa 3 hari (tanggal 9, 10 dan 11 Muharam) Inilah yang paling sem¬purna.

Berkaitan dengan puasa tanggal 11 nya sebagian para Ulama yang melemahkan hadits Ibnu Abbas :

عَنْ دَاوُدَ بْنِ عَلِيٍّ , عَنْ أَبِيهِ , عَنْ جَدِّهِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ , وَخَالِفُوا الْيَهُودَ , صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا , أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا»

Dari Dawud bin ‘Ali dari bapaknya dari kakeknya dari Ibnu Abbas ia berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wasalla bersabda : “Berpuasalah pada hari ‘Asyura, dan selisilah orang orang Yahudi, maka berpuasalah sehari sebelumnya (tgl 9) dan sehari setelahnya (tgl 11) (HR Ahmad : 2418, Ibnu Khuzaimah : 2095)

Syaikh Al Albani rahimahullah berkomentar :

إِسْنَادُهُ ضَعِيْفٌ لِسُوْءِ حِفْظِ ابْنِ أَبِيْ لَيْلَى وَخَالِفُهُ عَطَاءٌ وَغَيْرُهُ فَرَوَاهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَوْقُوْفًا وَسَنَدُهُ صَحِيْحٌ عِنْدَ الطَّحَاوِيِّ وَالْبَيْهَقِيِّ [الضعيفة :4297]

Hadits tersebut sanadnya lemah, karena buruknya hafalan Ibnu Abi Laila, sementara ‘Atho dan yang lainnya menyelisihi Riwayat tersebut. Maka Riwayat yang mauquf kepada Ibnu Abbas itulah yang shahih sanadnya yang diriwayatkan oleh Thahawi dan Baihaqi. (Ad Dha’ifah : 4297)

Ini adalah Hadits yang lemah yang tidak di jadikan hujjah untuk berpuasa pada tanggal 11 nya, adapaun hadits yang shahih adalah hadits ibnu ‘Abbas yang menyatakan puasa dari tgl 9 dan 10 sebagai bentuk menyelisishi orang Yahudi dan Nasrani.

Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan -hafidzahullah- berkata :

وَقَدْ صَحَّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَوْقُوْفاً: صُوْمُوْا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ خَالِفُوْا الْيَهُوْدَ، وَهَذَا هُوَ الْمَحْفُوْظُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَمَّا مَا وَرَدَ عَنْهُ مَرْفُوْعاً بِلَفْظِ: (صُوْمُوْا قَبْلَهُ يَوْماً أَوْ بَعْدَهُ يَوْماً) فَهَذَا حَدِيْثٌ ضَعِيْفٌ

Telah shahih secara mauquf (perkataan sahabat) dari Ibnu ‘Abbas “Berpuasalah kalian pada hari ke Sembilan dan kesepuluh, selisihilah yahudi, maka inilah hadits yang terpelihara (shahih) dari ibnu Abbas, adapun hadits yang disandarkan kepada Nabi dengan lafadz : berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya adalah hadits yang lemah…

وَعَلَى هَذَا فَلَمْ يَثْبُتْ صَوْمُ الْحَادِيْ عَشَرَ، وَلَا صِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، إِلَّا إِنْ كَانَ مِنْ بَابِ فَضْلِ صِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، لاَ سِيَمَا أَنَّهَا فِيْ شَهْرٍ حَرَامٍ، وَرَدَ الْحَثُّ عَلَى صِيَامِهِ. [منحة العلام 1/63]

atas dasar ini maka tidak ada puasa (‘Asyura) di hari kesebelasnya, tidak melakukan puasa tiga hari, kecuali kalau dalam rangka puasa sunah tiga hari dalam tiap bulan, lebih lebih lagi ini adalah bulan haram, diamana dianjurkan untuk berpuasa” (Minhatul ‘Alam syarah Bulughul Maram, syaikh Abdullah Al Fauzan 1/63).

Kendati demikian, pengamalannya tetap dibenarkan oleh para ulama dengan alasan sebagai berikut:

[a] Sebagai kehati-hatian karena bulan Dzulhij-jah bisa 29 atau 30 hari. Apabila tidak diketahui pene¬tapan awal bulan dengan tepat maka berpuasa pada tanggal 11-nya akan dapat memastikan bahwa ses¬eorang mendapati puasa Tasu’a (tanggal 9) dan puasa Asyuro’ (tanggal 10)

[b] Yang melakukannya akan mendapat pahala puasa tiga hari dalam sebulan, sehingga baginya pa¬hala puasa sebulan penuh. (Berdasarkan HR. Muslim: 1162)

[c] Dia berpuasa tiga hari pada bulan Muharrom yang dikatakan oleh Nabi shalallahu alaihi wasallam : “Puasa yang paling afdhol setelah puasa Romadhon adalah puasa pada Syahrulloh (bu¬lan Alloh), Muharrom.” (HR. Muslim: 1163)

[d] Tercapainya tujuan menyelisihi orang Ya¬hudi, tidak hanya puasa pada hari Asyuro’ melainkan juga menyertakan hari lainnya. (Fathul-Bari: 4/245, Syarah Riyadhush-Sholihin kar. Ibnu Utsaimin 5/305)

Kedua :

Berpuasa pada 9 dan 10. Inilah yang paling banyak ditunjukkan dalam hadits.

Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata,

حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

‘‘Ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berpuasa ‘Asyura dan beliau menganjurkan para Sahabat untuk berpuasa, mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Kemudian beliau bersabda, ‘Kalau begitu, pada tahun yang akan datang kita akan berpuasa pada hari yang kesembilan (tasu’a) insya Allah.’ Ibnu ‘Abbas berkata, ‘Akan tetapi belum sampai tahun depan, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam telah meninggal dunia. (HR Muslim : 1134, Abu Dawud : 2428)

Ketiga :

Berpuasa pada tanggal 10 saja. Sedangkan berpuasa hanya pada 9 Muharrom tidak ada asalnya, keliru dan kurang teliti dalam memaha¬mi hadits-hadits yang ada. (Zadul-Ma’ad : 2/72)

Al-Hafidz berkata : ”Puasa Asyura mempunyai 3 tingkatan, yang terendah berpuasa sehari saja, tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9, dan tingkatan diatasnya ditambah puasa pada tanggal 9 dan 11. Wallahu a’lam.” (Fathul Baari 4/246) Demikian semoga tercerahkan,

Wallahu a’lam.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *