Oleh : Ustadz Abu Ghozie As-Sundawie
Mendengarkan adzan dan menjawab adzan merupakan pahala besar yang terabaikan.
Dantara hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang banyak diabaikan oleh kaum muslimin adalah anjuran tentang mendengar dan menjawab adzan lalu bershalawat serta berdoa setelahnya.
Mereka lalai atau pura pura tidak dengar ketika dikumandangkan adzan, Padahal adzan adalah panggilan Allah bagi Hamba-Nya, seruan untuk menuju kepada kebahgiaan yang hakiki.
Adzan merupakan syiar Islam, dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak menyerang suatu kaum yang masih terdengar suara adzan pada kaum tersebut.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَزَا بِنَا قَوْمًا، لَمْ يَكُنْ يَغْزُو بِنَا حَتَّى يُصْبِحَ وَيَنْظُرَ، فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا كَفَّ عَنْهُمْ، وَإِنْ لَمْ يَسْمَعْ أَذَانًا أَغَارَ عَلَيْهِمْ
”Bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam ketika menyerang suatu kaum, beliau tidak menyerangnya hingga datang waktu shubuh seraya mencermati. Apabila beliau mendengar adzan, maka beliau tidak menyerang mereka. Sebaliknya apabila beliau tidak mendengar suara adzan, barulah kaum tersebut diserang.” (HR. Bukhari : 585 dan Muslim : 382)
Tiga keutamaan besar yang akan di raih oleh orang yang mendengar dan menjawab adzan :
[1] Mendapatkan syafa’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pada hari kiamat, sebagaimana riwayat dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muadzin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim : 384).
Yang dimaksud meminta wasilah pada Allah untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari : 614 )
[2] Berhak mendapatkan Surga, hal ini didasarkan kepada hadits Umar Bin khattab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ فَقَالَ أَحَدُكُمْ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ قَالَ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Jika seorang muazzin mengumandangkan azan seraya berseru, “ALLAHU AKBAR-ALLAHU AKBAR,” lalu salah seorang di antara kalian mengucap, “ALLAHU AKBAR-ALLAHU AKBAR,”, kemudian muazzin berseru, “ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH- ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH,” lalu dia berucap, “ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH,” kemudian muazzin melanjutkan, “ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH,” lalu dia mengucap, “ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASULULLAH,” kemudian muazzin berseru, “HAYYA ALASH SHALAH,” dan dia membaca, “LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH,” kemudian muazzin berseru, “HAYYA ALAL FALAH,” lalu dia menjawab, “LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAH,” kemudian muazzin berkata, “ALLAHU AKBAR-ALLAHU AKBAR,” lalu dia menjawab, “ALLAHU AKBAR-ALLAHU AKBAR,” kemudian (menutup azannya) dengan lafazh, “LAA ILAHA ILLALLAH,” lalu dia menjawab dengan lafadz, “LAA ILAHA ILLALLAH.” (Jika orang yang mendengar azan melakukan hal itu) dengan keikhlasan sepenuh hatinya, niscaya dia akan masuk surga”. (HR. Muslim : 578)
[3] Menggugurkan dosa, sebagaimana rwayat dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا. غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa (artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim : 386)
Bagaimana para salafus shalih dalam menjalankan sunnah yang banyak ditinggalkan kaum muslimin ini ?
Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
حَدَّثْتُ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا يُنْصِتُونَ لِلْمُؤَذِّنِ إِنْصَاتَهُمْ لِلْقِرَاءَةِ فَلَا يَقُولُ شَيْئًا إِلَّا قَالُوا مِثْلَهُ حَتَّى إِذَا قَالَ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قَالُوا لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Saya teringat bahwa semua orang terdiam ketika mendengar suara adzan seperti diamnya mereka ketika mendengarkan bacaan Al Qur’an, mereka tidak mengatakan satu patah kata pun kecuali mendengarkan apa yang diucapkan oleh Muadzin sehingga apabila yang adzan mengatakan hayya ‘alas shalah, mereka mengatakan, Laa haula walaa quwwata illa billah” (Fathul Bari 2/109)
Syaikh Abdul ‘Aziz As Sadhan Hafidzahullah menceritakan tentang gurunya yaitu Syaikh Bin Baaz dalam mengamalkan sunnah, beliau berkata, “Syaikh Bin Baaz rahimahullah memberikan perhatian yang sangat besar terhadap upaya menghidupkan sunnah Nabi shalallahu alahi wasallam, diantaranya adalah mendengar dan menjawab adzan, syaikh rahimahullah selalu berhenti dari bicaranya ketika mendengar seruan adzan baik itu pembicaraan telepon maupun pembicaraan yang dilakukan dengan orang yang berada disekitarnya, beliau melakukan hal tersebut dengan tujuan agar dapat mendengarkan muadzin dan menjawabnya. (Al Imam Ibnu Baaz, Durusun Wa Mawaqifu Wa ‘Ibarun, hal. 39).
Semoga menjadi bahan renungan kita untuk bisa menghentikan sejenak aktifitas kita ketika mendengar kumandang adzan agar tidak terluput pahala yang besar. Wallahu waliyyut Taufiq