KEISTIMEWAAN KURMA

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Kurma adalah buah yang banyak memiliki keistimewaan diantaranya selain rasanya yang enak, mengenyangkan, berkhasiat sebagai obat juga pada momen tertentu, memakan kurma meruapakan ibadah yang berpahala.

Allah Ta’ala menyebutkannya dalam bentuk pujian dan sanjungan :

وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ

“Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun (QS Qaaf : 10)

Allah Ta’ala juga berfirman :

وَزُرُوعٍ وَنَخْلٍ طَلْعُهَا هَضِيمٌ

“Dan tanam-tanaman dan pohon-pohon kurma yang mayangnya lembut” (QS As Syu’ara : 148)

Allah Ta’ala juga berfirman :

فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ

“ Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang” (QS Ar Rahman : 11)

Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kebaikan Kurma dalam haditsnya.

Dari Ibnu ‘Umar ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

«إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً لاَ يَسْقُطُ وَرَقُهَا، وَإِنَّهَا مَثَلُ المُسْلِمِ، فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ» فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ البَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ، فَاسْتَحْيَيْتُ، ثُمَّ قَالُوا: حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «هِيَ النَّخْلَةُ»

“Sesungguhnya ada di antara pepohonan, satu pohon yang tidak gugur daunnya. Pohon ini seperti seorang muslim, maka sebutkanlah kepadaku apa pohon tersebut?” Lalu orang menerka-nerka pepohonan wadhi. Abdullah Berkata: “Lalu terbesit dalam diriku, pohon itu adalah pohon kurma, namun aku malu mengungkapkannya.” Kemudian mereka berkata: “Wahai Rasulullah beri tahukanlah kami pohon apa itu?” Lalu beliau menjawab: “ia adalah pohon kurma.” (HR Bukhari : 61, 62 dan 131, Muslim : 2811)

Orang mukmin diibaratkan pohon kurma, hal ini menunjukan kebaikan seorang mukmin dan sekaligus menunjukan kebaikan pohon kurma dan buahnya.

Sebagaimana dalam hadits yang lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda :

الْمُؤْمِنُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ ، وَالْمُؤْمِنُ الَّذِى لاَ يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلاَ رِيحَ لَهَا

“Permisalan orang yang membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah utrujah, rasa dan baunya enak. Orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an dan mengamalkannya adalah bagaikan buah kurma, rasanya enak namun tidak beraroma.” (HR. Bukhari : 5059)

Dari sisi syariat Kebaikan kurma ditunjukan dengan adanya nilai ibadah yang berpahala bagi yang memakannya pada momen dan keadaan tertentu.

Diantara momen makan kurma yang bernilai ibadah :

 

[1] Sahur

Kita dianjurkan untuk sahur dengan kurma, dan jika hal ini dinjurkan maka dengan nya akan mendapatkan pahala.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

نِعْمَ سَحُورُ الْمُؤْمِنِ التَّمْرُ

’Sebaik-baik sahurnya orang mukmin adalah kurma.’ (HR. Abu Daud : 2345).

At-Thibi rahimahullah mengatakan :

وَإِنَّمَا مَدَحَ التَّمْرَ فِي هَذَا الْوَقْتِ لِأَنَّ فِي نَفْسِ السَّحُورِ بَرَكَةٌ، وَتَخْصِيصُهُ بِالتَّمْرِ بَرَكَةً، عَلَى بَرَكَةِ إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ، فَإِنَّهُ بَرَكَةٌ، لِيَكُونَ الْمَبْدُوءُ بِهِ وَالْمُنْتَهَى إِلَيْهِ الْبَرَكَةَ

Dipujinya kurma di waktu sahur ini, karena sahur sendiri adalah keberkahan. Dan dikhususkan kurma, sehingga menjadi keberkahan diatas keberkahan. Apabila kalian berbuka, hendaknya dia berbuka dengan kurma, karena kurma itu berkah. Sehingga mengawali buka dengan berkah, dan ujungnya juga berkah. (Mirqah al-Mafatih, 6/478 no Hadits : 2018)

 

[2] Berbuka puasa

Diantara sunnah berbuka puasa baik puasa wajib atau puasa sunnah adalah berbuka dengan kurma. Jika tidak ada maka berbuka dengan Air.

Dari Salman bin ‘Amir Adh Dhobbi radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ, فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ, فَإِنَّهُ طَهُورٌ

“Jika salah seorang di antara kalian berbuka, maka berbukalah dengan tamr (kurma kering). Jika tidak dapati kurma, maka berbukalah dengan air karena air itu mensucikan.” (HR Ahmad : 16226)

Diutamakan kurma segar atau ruthab sebgaimana dalam riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu :

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ رُطَبَاتٌ فَتَمَرَاتٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ تَمَرَاتٌ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam biasa berbuka puasa dengan Ruthab (kurma segar) sebelum melakukan shalat maghrib, jika tidak ada Ruthab maka beliau berbuka dengan kurma, jika tidak ada maka berbuka dengan seteguk air putih” (HR Abu Dawud : 2356)

Imam Ibnu Qoyyim rahimahullah menuturkan :

وَكَانَ يَحُضُّ عَلَى الْفِطْرِ بِالتَّمْرِ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَعَلَى الْمَاءِ، هَذَا مِنْ كَمَالِ شَفَقَتِهِ عَلَى أُمَّتِهِ وَنُصْحِهِمْ، فَإِنَّ إِعْطَاءَ الطَّبِيعَةِ الشَّيْءَ الْحُلْوَ مَعَ خُلُوِّ الْمَعِدَةِ أَدْعَى إِلَى قَبُولِهِ وَانْتِفَاعِ الْقُوَى بِهِ، وَلَا سِيَّمَا الْقُوَّةُ الْبَاصِرَةُ، فَإِنَّهَا تَقْوَى بِهِ

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan berbuka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air. Ini termasuk kesempurnaan kasih sayangnya terhadap umatnya dan nasehat terhadap mereka. Maka sesungguhnya memberikan tabi’at sesuatu yang manis disertai kosongnya isi perut lebih mendorong untuk menerimanya dan memanfaatkan kekuatan dengannya, terutama kekuatan penglihatan, sesungguhnya ia menjadi kuat dengannya. (Zaadul Ma’ad 2/48).

Bandingkan dengan kebiasaan diantara kaum muslimin hari ini yang berbuka dengan memilih makanan lain seperti gorengan, atau dengan kolak atau yang lainnya padahal kurma melimpah atau kalau mau dikatakan tidak ada kurma pun kan masih ada air putih yang kita dianjurkan berbuka dengannya. Mereka menjauhi sunnah yang penuh berkah ini kecuali yang dirahmati oleh Allah subhanahu wa Ta’ala.

 

[3] Sebelum berangkat shalat ‘Idul Fithri

Dianjurkan untuk memakan kurma secara ganjil. Sebagaimana dalam riwayat dari Anas bin Malik, ia berkata,

«كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يَغْدُو يَوْمَ الفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍ» وَقَالَ مُرَجَّأُ بْنُ رَجَاءٍ، حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ، قَالَ: حَدَّثَنِي أَنَسٌ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، «وَيَأْكُلُهُنَّ وِتْرًا»

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berangkat shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, sehingga beliau makan beberapa buah kurma ”. Murajja bin Raja mengatakan : “Ubaidillah pernah memberitahukan kepadaku, dimana ia menceritakan, Anas bin Malik pernah memberitahukan kepadaku, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau makan kurma itu dalam jumlah yang ganjil” (HR Al-Bukhari : 953 dan Ibnu Majah : 1754) .

Bandingkanlah dengan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin pada hari ini, dimana mereka lebih memilih sarapan lontong opor ayam sebagaimana makanan khas lebaran bagi sebagian derah dari pada sarapan memakan kurma sebelum shalat ‘Idul Fithri.

 

[4] Makan 7 butir kurma ‘Ajwa di pagi hari dengan niat penjagaan dari penyakit berbahaya

Diantara khasiat kurma ‘Ajwa adalah mampu mencegah penyakit berat lagi berbahaya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

«مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً، لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ، وَلَا سِحْرٌ»

“Barangsiapa di pagi hari memakan tujuh butir kurma ‘ajwa, maka ia tidak akan terkena racun dan sihir pada hari itu.” (HR. Bukhari no. 5779 dan Muslim no. 2047).

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ فِي عَجْوَةِ الْعَالِيَةِ شِفَاءً، اَوْإنَّهَا تِرْيَاقٌ، أَوَّلَ الْبُكْرَةِ

“Sesungguhnya dalam kurma ‘Ajwa yang berasal dari Aliyah arah kota Madinah di dataran tinggi dekat Nejed itu mengandung obat penawar atau ia merupakan obat penawar, dan ia merupakan obat penawar racun apabila dikonsumsi pada pagi hari” (HR Muslim : 5462)

Dari Abu Hurairah , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

اَلْعَجْوَةُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَهِيَ شِفَاءٌ مِنَ السُّمِّ

“Kurma Ajwa itu berasal dari Surga, ia adalah obat dari racun (HR Ahmad : 8668)

Para ulama berbeda pendapat tentang kurma yang dimaksud oleh hadits apakah seluruh kurma atau hanya kurma ‘ajwa saja demikian juga apakah khasiat ini hanya berlaku pada zaman Nabi saja saat beliau bersabda atau untuk setiapa zaman” (Al Mufhim 5/322)

Diantara mereka ada yang mengkhususkan kurma ‘Ajwa saja, atau khusus kurma ‘Aliyah dan ada juga diantara mereka yang tidak mengkhususkan dengan kurma tertentu karena maksud hadits hanya mencontohkan saja salah satu dari kurma yaitu kurma ‘Ajwah. Adapun tujuh butir nya maka bilangan ini adalah hal ghoib yang tidak dpat diketahui kecuali melalui jalur wahyu, seperti jumlah raka’at shalat dan yang lainnya. (Syarah Muslim 14/2)

Al Khathabi rahimahullah berkata :

وَكَونهَا عوذة من السم وَالسحر إِنَّمَا هُوَ من طَرِيق التَّبَرُّك لدَعْوَة من الرَّسُول سبقت فِيهَا، لَا لِأَن من طبع التَّمْر أَن يصنع شَيْئا من ذَلِك.

“Kurma ‘Ajwa berkahsiat melindungi dari racun atau sihir sesungguhnya karena hal ini bentuk ngalap berkah dari doanya Rasulullah yang dahulu telah mendoakannya bukan pada tabi’at kurma itu sendiri mampu melakukan hal tersebut” (Kasyful Musykil 1/235).

Demikian semoga bermanfaat, wallahu waliyyut Taufiq.

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *