HUKUM BERKURBAN

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Apa hukum berkurban ?

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama kepada dua pendapat antara yang mengatakan WAJIB dan yang mengatakan SUNNAH MUAKKADAH.

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa kurban hukumnya adalah Sunnah Muakkadah. Inilah Madzhab Imam Malik, Syafi’i, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Muzani, Ibnul Mundzir, Dawud, Ibnu Hazm, dan selainnya.

Imam An Nawawi radhiyallahu ‘anhu berkata :

أَنَّ مَذْهَبَنَا أَنَّهَا سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ فِي حَقِّ الْمُوسِرِ وَلَا تَجِبُ عَلَيْهِ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ الْعُلَمَاءِ وَمِمَّنْ قَالَ بِهِ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ وَعُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ وَبِلَالٌ وَأَبُو مَسْعُودٍ الْبَدْرِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ وَعَطَاءٌ وَعَلْقَمَةُ وَالْأَسْوَدُ وَمَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَأَبُو يُوْسُفَ وَإِسْحَقُ وَأَبُو ثَوْرٍ وَالْمُزَنِيُّ وَدَاوُدُ وَابْنُ الْمُنْذِرِ.

“Bahwa madzhab kami (syafi’iyyah) berpendapat bahwa berkurban adalah sunnah yang ditekankan bagi yang mampu tidak sampai wajib atasnya, banyak para ulama berpendapat dengan pendapat ini, diantaranya Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin al Khaththab, Bilal, Abu Mas’ud al badriy, Sa’id bin al Musayyab, Atha, al Qamah, al Aswad, Malik, Ahmad, Abu Yusuf, Ishaq, Abu Tsaur, al Muzani, Dawud dan Ibnul Mundzir” (Al Majmu’ Syarah al Muhadzab 8/385)

Syaikh Ibnu Baaz radhiyallahu ‘anhu berkata:

وَلَمْ يَرِدْ فِيْ اْلأَدِلَّةِ الشَّرْعِيَّةِ مَا يَدُلُّ عَلَى وُجُوْبِهَا، وَالْقَوْلُ بِالْوُجُوْبِ قَوْلٌ ضَعِيْفٌ

“Tidak ada satupun dalil syar’i yang menunjukkan bahwa berkurban adalah wajib, dan yang mengatakan bahwa berkurban adalah wajib, maka itu adalah pendapat yang lemah”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 18/36)

Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin radhiyallahu ‘anhu berkata :

الْأُضْحِيَّةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ لِلْقَادِرِ عَلَيْهَا، فَيُضَحِي الْإِنْسَانُ عَنْ نَفْسِهِ وَأَهْلِ بَيْتِهِ.

“Berkurban hukumnya sunnah muakaddah bagi yang mampu atasnya, maka seseorang hendaknya berkurban atasnama dirinya dan keluarganya” (Fatawa Ibnu ‘Utsaimin 2/661)

Adapun yang berpendapat wajib adalah diantaranya pendapat Al Auza’i, Al Laits, Abu Hanifah, dan sebagian riwayat dari Imam Ahmad, serta Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahumullah.

Dan pendapat yang kuat dalam masalah ini wallahu a’lam adalah berkurban itu wajib bagi yang mampu sebagaimana dikatakan oleh syaikhul islam Ibnu Taimiyyah radhiyallahu ‘anhu :

وَوُجُوبُهَا حِينَئِذٍ مَشْرُوطٌ بِأَنْ يَقْدِرَ عَلَيْهَا فَاضِلًا عَنْ حَوَائِجِهِ الْأَصْلِيَّةِ كَصَدَقَةِ الْفِطْرِ

“Dan kewajiban berkurban pada saat itu berlaku syarat apabila ia mampu ada kelebihan dari kebutuhan pokoknya seperti (kewajiban pada) zakat fitrah”. (Majmu’ Al fatawa 23/162)

Di antara dalil wajibnya kurban selain dari perintah dalam surah Al Kautsar, dimana hukum asal perintah menunjukan kepada wajib, juga adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu  ia berkata;

أَقَامَ النَّبِيُّ a بِالْمَدِيْنَةِ عَشْرَ سِنِيْنَ يُضَحِّي.

“Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tinggal di Madinah selama sepuluh tahun, beliau selalu berkurban.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi : 1507)

Dan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا.

“Barangsiapa memiliki kemampuan (harta) dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah : 3123. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ : 6490).

Dalil lain yang menunjukan wajib juga adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ عَلَى أَهْلِ كُلِّ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ

“Wahai sekalian manusia sesungguhnya atas tiap satu keluarga dalam tiap tahunnya wajib berkurban” (HR Abu Dawud, Shahih Abu Dawud : 3487)

Adapun para ulama yang berpendapat hukum kurban itu sunnah muakkadah mereka berdalil bahwa  hukum asal wajib tersebut sudah dipalingkan  oleh dalil yang memalingkannya, di antara dalil pemaling tersebut adalah atsar dari Abu Sarihah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

أَدْرَكْتُ أَبَا بَكْرٍ أَوْ رَأَيْتُ أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُمَا كَانَا لَا يُضَحَّيَانِ.

“Aku bertemu Abu Bakar atau aku melihat Abu Bakar dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, mereka berdua tidak berkurban.” (HR. Baihaqi : 18813 dan ‘Abdurrazaq : 8139. Atsar ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Irwa’ul Ghalil : 1139).

Imam An Nawawi radhiyallahu ‘anhu  berkata :

وَصَحَّ عَنْ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّهُمَا كَانَا لَا يُضَحِّيَانِ، مَخَافَةَ أَنْ يَعْتَقِدَ النَّاسُ وُجُوبَهَا

“Telah sahih dari riwayat Abu Bakar dan Umar bahwasanya keduanya tidak berkurban karena khawatir dianggap wajib oleh manusia” (Adhwa’ul Bayan 5/203)

Dan perkataan Abu Mas’ud ‘Uqbah bin Amer Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu :

«لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَدَعَ الْأُضْحِيَةَ، وَإِنِّي لَمِنْ أَيْسَرِكُمْ بِهَا مَخَافَةَ أَنْ يُحْسَبَ أَنَّهَا حَتْمٌ وَاجِبٌ».

“Sesungguhnya aku tidak berkurban, padahal aku adalah orang yang berkelapangan, kerena aku khawatir manusia berpendapat bahwa hal itu wajib.” (HR. Baihaqi, Sunanul Kubra 9/265 no 18817 dan ‘Abdurrazaq : 8149).

Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat yang menyatakan wajib berkurban bagi yang mampu. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Keawjiban berkurban ini bersyarat dengan adanya kemampuan atasnya, kelebihan dari kebutuhannya” (Majmu’ Fatawa 23/162, dinukil dari kitab Al Fiqhu Fid Diin, Durus wa Masaail Fiqhiyyah, syaikh Ibrahim al Mazru’i, hal. 207)

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *