Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
1. Memperbanyak ibadah puasa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ، صِيَامُ شَهْرِ اللهِ الْمُحَرَّمِ
“Shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adaah shaat maam, dan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah (berpuasa) pada buan Allah (Muharam)”. (HR Muslim : 1163)
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid hafidzahullah berkata :
اسْتِحْبَابُ الصِّيَامِ فِيْ الْمُحَرَّمِ مَحْمُوْلٌ عَلَى الْإِكْثَارِ مِنَ الصَّوْمِ لَا صَوْمَهُ كُلَّهُ لِأَنَّهُ ثَبَتَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَصُمْ شَهْرًا كَامِلًا قَطْ غَيْرَ رَمَضَانَ وَلَمْ يَكُنْ يَصُوْمُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ.
Dianjurkan berpuasa di bulan Muharram dibawa kepada makna memperbanyak puasa bukan berpuasa sebulan penuh, karena telah shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak berpuasa sebulan penuh kecuali dibulan Ramadhan dan tidak memperbanyak puasa kecuali dibulan Sya’ban.
اسْتَشْكَلَ الْعُلَمَاءُ اَكْثَارَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الصِّيَامِ فِيْ شَعْبَانَ دُوْنَ الْمُحَرَّمِ مَعَ تَصْرِيْحِهِ بِأَنَّ أَفْضَلَ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ صِيَامُ الْمُحَرَّمِ.
Para ulama memandang ada kerancuan dari banyaknya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa dibulan Sya’ban bukannya di bulan Muharram, padahal jelas disebutkan bahwa puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa bulan Muharram
الْجَوَابُ : قِيْلَ : لَعَلَّهُ لَمْ يَعْلَمْ فَضْلَ الْمُحَرَّمِ إِلَّا فِيْ آخِرِ الْحَيَاةِ قَبْلَ التَّمَكُّنِ مِنْ صَوْمِهِ أَوْ لَعَلَّهُ كَانَ يَعْرِضُ فِيْهِ أَعْذَارٌ تَمْنَعُ مِنْ إِكْثَارِ الصَّوْمِ فِيْهِ كَسَفَرٍ وَمَرَضٍ وَغَيْرِهَا
Jawabannya adalah dikatakan bisa jadi Nabi belum mengetahui keutamaan puasa bulan Muharram kecuali diakhir hayatnya sebelum mantap dalam berpuasanya, atau bisa jadi ada udzur yang menghalangi beliau untuk memperbanyak puasa seperti safar atau sakit dan yang lainnya”. (33 Faidatun fil Muharram, hal. 8-9)
2. Memperbanyak amal shalih secara umum
Bulan Muharam adalah bulan haram yang amalan shalaih dilipat gandakan oleh Allah, demikian juga dosa yang dilakukan, menjadi besar perkaranya di sisi Allah karena sebab kemuliaan bulan ini.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman Allah “Janganlah kalian berbuat dzalim pada bulan bulan haram tersebut” :
لَا تَظْلِمُوا أَنْفُسَكُمْ فِي كُلِّهِنَّ، ثُمَّ اخْتَصَّ مِنْ ذَلِكَ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ فَجَعَلَهُنَّ حَرَمًا، وَعَظَّمَ حُرُمَاتِهِنَّ، وَجَعَلَ الذَّنْبَ فِيهِنَّ أَعْظَمَ، وَالْعَمَلَ الصَّالِحَ بِالْأَجْرِ أَعْظَمَ
“Janganlah kalian berbuat dosa pada semua bulan (bukan hanya pada 4 bulan suci), kemudian yang demikian itu dikhususkan pada 4 bulan suci, dijadikan sebagai bulan yang terlarang, dan diagungkan kesuciannya, dosa yang dilakukan padanya lebih besar, serta amal shalih yang dilakukan padanya lebih besar pahalanya”. (Tafsir Ibnu Katsir 4/130)
3. Berhati-hati dari dosa sekecil apa pun. Karena dosa dilipatgandakan disebabkan kemuliaan bulan-bulan haram.
Imam Al Qurthubi rahimahullahu Ta’ala berkata :
لَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ بِارْتِكَابِ الذُّنُوبِ، لِأَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ إِذَا عَظَّمَ شَيْئًا مِنْ جِهَةٍ وَاحِدَةٍ صَارَتْ لَهُ حُرْمَةٌ وَاحِدَةٌ وَإِذَا عَظَّمَهُ مِنْ جِهَتَيْنِ أَوْ جِهَاتٍ صَارَتْ حُرْمَتُهُ مُتَعَدِّدَةً فَيُضَاعَفُ فِيهِ الْعِقَابُ بِالْعَمَلِ السَّيِّئِ كَمَا يُضَاعَفُ الثَّوَابُ بِالْعَمَلِ الصَّالِحِ.
Janganlah kalian berbuat dzalim dengan melakukan dosa di bulan haram tersebut, karena sesungguhnya Allah apabila mengagungkan sesuatu dari satu segi, maka ia agung dari satu segi tersebut, akan tetapi kalau mengagungkan dari dua segi atau lebih maka menjadilah keagungannya dari banyak segi, maka dilipat gandakan siksa karena amal buruk, sebagaimana dilipatgandakan pahala karena amal shalih dibulan haram. (Tafsir Al Qurthubi 8/134)