Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
وَفِيْهِ أَحَادِيْثُ صَحِيْحَةٌ، فَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : «نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الشُّرْبِ مِنْ فَمِ القِرْبَةِ أَوِ السِّقَاءِ، وَأَنْ يَمْنَعَ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَهُ فِي دَارِهِ» ([ .رواه البخاري(5627) ، وأحمد(7113) دون الشق الثاني، وله رواية أخرى في الشق الثاني. ورواه مسلم(1609)، والترمذي(1353)، وأبو داود(3634)،وابن ماجه(2335)، ومالك(1462) وكلهم ذكر الشق الثاني من الحديث دون الأول .]) .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Nabi melarang seseorang minum dari mulut ceret, dan melarang pula tetangga yang hendak mengaitkan kayu pada dinding miliknya untuk dihalangi.”
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : نَهَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الشُّرْبِ مِنْ فِي السِّقَاءِ ([ . رواه البخاري(5629)، وأحمد(1990)، والترمذي(1825)، والنسائي(4448)، وأبو داود(3719)، وابن ماجه(3421)، والدارمي(2117)]) .
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia juga berkata, “Nabi melarang seseorang minum dari mulut ceret.”
فِيْ الْحَدِيْثَيْنِ نَهْيٌ صَرِيْحٌ عَنِ الشُّرْبِ مِنْ فَمِّ الْقِرْبَةِ أَوِ السِّقَاءِ، وَالَّذِيْ يَنْبَغِيْ هُوَ صُبُ الشَّرَابِ فِيْ الْإِنَاءِ ثُمَّ الشُّرْبُ مِنْهُ.
Dua hadits di atas melarang secara jelas minum dari mulut ceret dan sebaiknya adalah menuangkan air ke dalam bejana, lalu minum dari bejana itu.
وَهَذَا النَّهْيُ حَمَلَهُ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى التَّحْرِيْمِ وَحَمَلَهُ بَعْضُهُمْ عَلَى كَرَاهَةِ التَّنْزِيْهِ وَهُمُ الْأَكْثَرُ وَمِنْهُمْ مَنْ جَعَلَ أَحَادِيْثَ النَّهْيِ نَاسِخَةً لِلْإِبَاحَةِ ([ . انظر فتح الباري (10/94)]) .
Larangan ini berlaku menurut sebagian ulama adalah berarti haram. Dan mayoritas ulama mengatakan makruh tanzih (tidak sampai derajat haram). Di antara para ulama ada yang menjadikan hadits-hadits yang melarang hal itu menghapus hadits yang membolehkannya.
وَقَدْ ذَكَرَ أَهْلُ الْعِلْمِ بَعْضَ الْحِكَمِ الَّتِيْ مِنْ أَجْلِهَا جَاءَ هَذَا النَّهْيُ نَذْكُرُ بَعْضاً مِنْهَا.
Sebagian ulama menyebutkan hukum di antara hikmah larangan Ini, kami sebutkan di antaranya:
فَمِنْهَا : أَنَّ تَرَدُّدَ أَنْفَاسِ الشَّارِبِ فِيهِ يُكْسِبُهُ زُهُومَةً وَرَائِحَةً كَرِيهَةً يُعَافُ لِأَجْلِهَا.
1. Bahwa nafas orang yang meminum dari mulut ceret menyebabkan bau yang tak sedap yang membuat orang lain enggan meminumnya.
وَمِنْهَا : أَنَّهُ رُبَمَا يَكُوْنُ فِيْ الْقِرْبَةِ أَوِ السِّقَاءِ حَشَرَاتٌ أَوْ حَيْوَانَاتٌ أَوْ قَذَاةٌ أَوْ غَيْرُهَا لَا يَشْعُرُ بِهَا الشَّارِبُ فَتَدْخُلُ فِيْ جَوْفِهِ فَيَتَضَّرَرُ بِهَا
2. Bahwasanya dimungkinkan di mulut ceret ada serangga, kuman, dan lain sebagainya yang tidak disadari oleh yang minum dan masuk ke dalam perutnya dan membahayakannya.
وَمِنْهَا : أَنَّهُ رُبَمَا يُخَالِطُ الْمَاءَ مِنْ رِيْقِ الشَّارِبِ فَيَتَقَذَّرُهُ غَيْرُهُ ([ . انظر زاد المعاد(4/233)، وفتح الباري(10/94)، و الآداب الشرعية(3/166) .]) .
3. Bahwasanya dimungkinkan bercampurnya air dan liur yang meminumnya, dan itu membuat orang lain jijik untuk minum dari tempat air itu”
وَمِنْهَا : أَنَّ رِيْقَ الشَّارِبِ ونَفَسَهُ قَدْ يَكُوْنُ مُمْرِضاً غَيْرَهُ، لِمَا ثَبَتَ عِنْدَ الْأَطِبَاءِ أَنَّ الْعَدْوَى قَدْ تَنْتَقِلُ عَنْ طَرِيْقِ الرِّيْقِ وَالنَّفَسِ.
4. Bahwasanya liur dan nafas orang yang minum itu mungkin memiliki penyakit yang menular. Karena menurut para dokter, kuman dapat menyebar melalui liur dan nafas.
مَسْأَلَةٌ : ثَبَتَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ شَرِبَ مِنْ فيِّ قِرْبَةٍ مُعَلَّقَةٍ ([ . رواه الترمذي (1892) ولفظه : عن كبشة الأنصارية قالت : «دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَشَرِبَ مِنْ فِي قِرْبَةٍ مُعَلَّقَةٍ قَائِمًا، فَقُمْتُ إلَى فِيهَا فَقَطَعْتُهُ» . قال أبو عيسى : هذا حديث حسن صحيح. وكذا رواه ابن ماجه (3423) وصححه الألباني برقم (2780)]) .
Permasalahan: Dalam sebuah hadits shahih bahwasanya Nabi minum dari mulut Qirbah (kantung) yang tergantung.”
فَكَيْفَ نَجْمَعُ بَيْنَ فِعْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّالِ عَلَى الْجَوَازِ، وَبَيْنَ نَهْيِهِ الْقَوْلِيِّ ؟
Bagaimana kita dapat menggabungkan antara apa yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang menunjukkan bahwa hal itu dibolehkan dan yang melarang hal itu dengan sabda beliau?
الْجَوَابُ : قَالَ ابْنُ حَجَرٍ : قَالَ شَيْخُنَا فِي شَرْحِ التِّرْمِذِيِّ لَوْ فَرَّقَ بَيْنَ مَا يَكُونُ لِعُذْرٍ كَأَنْ تَكُونَ الْقِرْبَةُ مُعَلَّقَةً
Jawaban : Ibnu Hajar berkata, “Syaikh kami dalam Syarh At Tirmidzi mengatakan bahwa jika dibedakan antara melakukan itu karena udzur, seseorang minum dari mulut qirbah yang tergantung
وَلَمْ يَجِدِ الْمُحْتَاجُ إِلَى الشُّرْبِ إِنَاءً مُتَيَسِّرًا وَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنَ التَّنَاوُلِ بِكَفِّهِ فَلَا كَرَاهَةَ حِينَئِذٍ
karena dia tidak menemukan bejana dan tidak mungkin minum dengan telapak tangannya dan dia sangat kehausan, maka itu tidak dimakruhkan.
وَعَلَى ذَلِكَ تُحْمَلُ الْأَحَادِيثُ الْمَذْكُورَةُ وَبَيْنَ مَا يَكُونُ لِغَيْرِ عُذْرٍ فَتُحْمَلُ عَلَيْهِ أَحَادِيثُ النَّهْيِ.
Dengan hal inilah hadits di atas bisa dipahami. Dan antara orang yang tidak ada udzur lalu dia minum dari mulut qirbah, maka itulah yang terlarang.”
قُلْتُ-الْقَائِلُ ابْنُ حَجَرٍ-: قُلْتُ وَيُؤَيِّدُهُ أَنَّ أَحَادِيثَ الْجَوَازِ كُلَّهَا فِيهَا أَنَّ الْقِرْبَةَ كَانَتْ مُعَلَّقَةً وَالشُّرْبُ مِنَ الْقِرْبَةِ الْمُعَلَّقَةِ أَخَصُّ مِنَ الشُّرْبِ مِنْ مُطْلَقِ الْقِرْبَةِ
Ibnu Hajar berkata, “Dan yang memperkuatnya adalah pahwasanya semua hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya minum dari mulut girbah adalah karena girbah itu menggantung, dan minum dari girbah yang tergantung, lebih khusus daripada qirbah umumnya.
وَلَا دَلَالَةَ فِي أَخْبَارِ الْجَوَازِ عَلَى الرُّخْصَةِ مُطْلَقًا بَلْ عَلَى تِلْكَ الصُّورَةِ وَحْدَهَا وَحَمْلُهَا عَلَى حَالِ الضَّرُورَةِ جَمْعًا بَيْنَ الْخَبَرَيْنِ أَوْلَى مِنْ حَمْلِهَا عَلَى النَّسْخِ وَاللهُ أَعْلَمُ ([ . فتح الباري (10/94)]).
Dan tidak ada indikasi pada hadits-hadits yang membolehkan secara mutlak, bahkan berdasarkan hal di atas merupakan mengecualian. Dan memahaminya bahwa itu dalam kondisi darurat untuk menggabungkan antara dua hadits lebih utama daripada memahaminya ada nasakh di sana. Wallahu a’lam.”