Oleh : Ustadz Abu Ghozie As-Sundawie
[8] Beriman dengan Malikat yang bertugas mengatur hujan
Malaikat adalah makhuk Allah yang hidup dialam ghaib, mereka di ciptakan dari cahaya Allah menjadikan mereka selalu taat dan tunduk kepada Nya. Masing masing mereka memiliki tugas yang Allah khususkan untuknya, diantara tugas mereka yang kita katahui adalah, Jibril ditugaskan mengemban wahyu, ia menyampaiakan dari Allah kepada para Rasul. Lalu Israfil, peniup sangkakala, disamping itu ia termasuk malaikat pemikul ‘Arasy. Lalu Mikail, bertugas mengurusi hujan dan tumbuh tumbuhan.
Ketiga Malikat diatas yaitu Jibril, Mikail, dan Israfil bertugas mengurusi kehidupan. Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu yang mengandung kehidupan hati, Mikail yang bertugas membagi hujan dan tumbuh tumbuhan yang menghidupkan bumi, semntara Israfil yang bertugas meniup sangkakala yang mengnadung kehidupan orang yang mati pada hari kiamat. [1]
Imam Ibnu Katsir f mengatakan :
وَأَمَّا مِيكَائِيلُ فَمُوَكَّلٌ بِالْقَطْرِ وَالنَّبَاتِ وَهُوَ ذُو مَكَانَةٍ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَمِنْ أَشْرَافِ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِينَ …وَمِيكَائِيلُ مُوَكَّلٌ بِالْقَطْرِ وَالنَّبَاتِ اللَّذَيْنِ يُخْلَقُ مِنْهُمَا الْأَرْزَاقُ فِي هَذِهِ الدَّارِ
“Adapun Mikail ia ditugaskan mengurusi hujan dan tumbuh tumbuhan, ia memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rabbnya ‘Azza wajalla, ia merupakan Malaikat yang paling mulia diantara para malaikat yang didekatkan (kepada Allah)….Mikail ditugaskan untuk mengurus hujan dan tumbuh-tumbuhan yang darinya berbagai rizki diciptakan di alam ini.
وَلَهُ أَعْوَانٌ يَفْعَلُونَ مَا يَأْمُرُهُمْ بِهِ بِأَمْرِ رَبِّهِ. يُصَرِّفُونَ الرِّيَاحَ وَالسَّحَابَ كَمَا يَشَاءُ الرَّبُّ جَلَّ جَلَالُهُ. وَقَدْ رُوِّينَا أَنَّهُ مَا مِنْ قَطْرَةٍ تَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ إِلَّا وَمَعَهَا ملك يقررها فِي مَوْضِعِهَا مِنَ الْأَرْضِ
Mikail memiliki beberapa pembantu. Mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka melalui Mikail berdasarkan perintah dari Allah. Mereka mengatur angin dan awan, sebagaimana yang dikehendaki oleh Rabb yang Maha Mulia. Sebagaimana pula telah kami riwayatkan bahwa tidak ada satu tetes pun air yang turun dari langit melainkan Mikail bersama malaikat lainnya menurunkannya di tempat tertentu di muka bumi ini.”[2]
[9] Keyakinan tentang petir
Dari ‘Ikrimah mengatakan bahwasanya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tatkala mendengar suara petir, beliau mengucapkan,
سُبْحَانَ الَّذِي سَبَّحَتْ لَهُ، قَالَ: إِنَّ الرَّعْدَ مَلَكٌ يَنْعِقُ بِالْغَيْثِ، كَمَا يَنْعِقُ الرَّاعِي بِغَنَمِهِ.
‘Subhanalladzi sabbahat lahu’ (Maha suci Allah yang petir bertasbih kepada-Nya). Lalu beliau mengatakan,”Sesungguhnya petir adalah malaikat yang membentak untuk mengatur hujan sebagaimana pengembala ternak membentak hewannya.” [3]
Ibnu ‘Abbas berkata, “Bahwasanya orang-orang Yahudi mendatangi Rasulullah a. Mereka berkata, “Wahai Abul Qosim (Rasulullah k , pen), kabarkan kepada kami apa itu ar-ro’du (petir)? maka beliau menjawab,
مَلَكٌ مِنَ المَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ مَعَهُ مَخَارِيقُ مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللهُ
“Petir adalah malaikat dari malaikat-malaikat Allah yang ditugasi (mengurus) awan. Bersamanya pengoyak (cambuk) dari api untuk menggiring awan ke tempat yang Allah kehendaki.”
فَقَالُوا: فَمَا هَذَا الصَّوْتُ الَّذِي نَسْمَعُ؟ قَالَ: «زَجْرَةٌ بِالسَّحَابِ إِذَا زَجَرَهُ حَتَّى يَنْتَهِيَ إِلَى حَيْثُ أُمِرَ قَالُوا: صَدَقْتَ
Orang Yahudi itu bertanya lagi, “Lalu suara apa yang kita dengar (dari petir) ini?” Beliau menjawab, “Bentakkan malaikat ketika menggiring awan, jika ia membentakknya, sampai berhenti ke tempat yang diperintahkan kepadanya Mereka berkata , “engkau benar.” [4]
Imam Al Baghawi f berkata :
{وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ} أَكْثَرُ الْمُفَسِّرِينَ عَلَى أَنَّ الرَّعْدَ اسْمُ مَلَكٍ يَسُوقُ السَّحَابَ، وَالصَّوْتُ الْمَسْمُوعُ مِنْهُ تَسْبِيحُهُ
Allah a berfriman, “Dan Petir itu bertasbih kepada Nya seraya memuji Nya”, kebanyakan para ulama ahli Tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud Ar Ro’du (petir) adalah nama Malaikat yang menggiring awan dan suara yang terdengar adalah suara tasbihnya” [5]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,
وَأَمَّا ” الرَّعْدُ وَالْبَرْقُ ” فَفِي الْحَدِيثِ الْمَرْفُوعِ فِي التِّرْمِذِيِّ وَغَيْرِهِ {أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ الرَّعْدِ قَالَ: مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ
“Adapaun maslah Ar Ro’du (petir) dan al Barq (kilat) terdapat keterangannya didalam hadits yang sampai kepada Rasulullah k pada riwayat At Tirmidzi dan selainnya, Nabi i ditanya tentang arro’du, lalu beliau k menjawab, ”Arro’du adalah malaikat yang diberitugas mengurus awan
مَعَهُ مخاريق مِنْ نَارٍ يَسُوقُ بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللهُ} . وَفِي مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ للخرائطي: عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ سُئِلَ عَنْ الرَّعْدِ
dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai dengan kehendak Allah.”[6] Disebutkan dalam Makarimil Akhlaq milik Al Khoro-ithi, ’Ali pernah ditanya mengenai arro’du.
فَقَالَ: ” مَلَكٌ وَسُئِلَ عَنْ الْبَرْقِ فَقَالَ: مخاريق بِأَيْدِي الْمَلَائِكَةِ وَفِي رِوَايَةٍ عَنْهُ مخاريق مِنْ حَدِيدٍ بِيَدِهِ “.
Beliau menjawab, ”Arro’du adalah malaikat. Beliau ditanya pula mengenai al barq. Beliau menjawab, ”Al barq (kilatan petir) itu adalah pengoyak di tangannya dan dalam riwayat lain darinya, pengoyak dari besi ditangan malaikat.” [7]
Beliau k melanjutkan :
وَالْحَرَكَةُ تُوجِبُ الصَّوْتَ وَالْمَلَائِكَةُ هِيَ الَّتِي تُحَرِّكُ السَّحَابَ وَتَنْقُلُهُ مِنْ مَكَانٍ إلَى مَكَانٍ
Dan gerakan itu pasti menimbulkan suara. Malaikat adalah yang menggerakkan awan, lalu memindahkan dari satu tempat ketempat lainnya.
وَكُلُّ حَرَكَةٍ فِي الْعَالَمِ الْعُلْوِيِّ وَالسُّفْلِيِّ فَهِيَ عَنْ الْمَلَائِكَةِ وَصَوْتُ الْإِنْسَانِ هُوَ عَنْ اصْطِكَاكِ أَجْرَامِهِ الَّذِي هُوَ شَفَتَاهُ وَلِسَانُهُ وَأَسْنَانُهُ وَلَهَاتُهُ وَحَلْقُهُ.
Dan setiap gerakan di alam ini baik yang di langit maupun yang dibumi adalah dari (keraja) malaikat. Suara manusia dihasilkan dari gerakan bibir, lisan, gigi, lidah, dan tenggorokan.
وَهُوَ مَعَ ذَلِكَ يَكُونُ مُسَبِّحًا لِلرَّبِّ. وَآمِرًا بِمَعْرُوفِ وَنَاهِيًا عَنْ مُنْكَرٍ.
Dari situ, manusia bisa bertasbih kepada Rabbnya, bisa mengajak kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. ”[8]
[10] Berderajat syahid bagi yang mati tenggelam terbawa arus hujan.
Diantara cirri husnul khatimah adalah mati dalam keadaan tenggelam. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi k bersabda ;
الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللهِ
“Syuhada’ (orang yang mati syahid) ada lima; yaitu orang yang terkena wabah penyakit Tha’un, orang yang terkena penyakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan bangunan dan yang mati dijalan Allah (di medan perang)”. [9]
Inilah diantara adab dan hukum hujan di tinjau dari sisi aqidah, semoga bermanfaat dan ikut andil dalam meluruskan keyakinan umat dalam masalah hujan. []
[1] Syarah Aqidah al Wasithiyah, syaikh Al Utsaimin 1/59-60
[2] Al Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir 1/46.
[3] Adabul Mufrod (722), dihasankan oleh Syaikh Al Albani, shahih Adabul Mufrad (559)
[4] HR. Tirmidzi 3117
[5] Tafsir Al baghowi 4/303
[6]HR. Tirmidzi (3117). Syaikh Al Albani menshahihkan nya.
[7] Majmu’ Al Fatawa, 24/263-264
[8] Majmu’ Al Fatawa, 24/263-264.
[9] HR Bukhari (2829), Muslim (1914)