TRADISI YANG KELIRU DI BULAN SYA’BAN
Oleh : Abu Ghozie As Sundawie
▬▬▬▬▬•◇◇•▬▬▬▬▬
Sesi 12 … Selesai
Kesimpulan
______
KESIMPULAN :
Marilah kita memperbanyak ibadah puasa sunnah di bulan Sya’ban ini, termasuk bagi mereka yang masih memiliki utang puasa Ramadhan di waktu-waktu lalu khususnya kaum hawa, hendaklah mengqadhanya di bulan ini sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata :
كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ، الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Sya’ban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(HR Muslim : 151).
Hadits ini menunjukan boleh seseorang untuk melakukan qadha puasa Ramadhan walaupun di bulan Sya’ban, akan tetapi yang utama untuk bersegera di dalam urusan membayar utang apalagi ini menyangkut utang terhadap Allah.
Adapun ada hadits yang melarang berpuasa kalau sudah lewat pertengahan sya’ban, seperti hadits ;
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا
“Jika sudah masuk pertengahan Sya’ban, janganlah berpuasa.”
(HR. Abu Daud : 3237, At-Turmudzi : 738, dan Ibnu Majah : 1651; dinilai sahih oleh Al-Albani).
Maksud hadits ini adalah larangan berpuasa mutlak setelah datang pertengahan Sya’ban.
Sebagimana di jelaskan oleh Al Munawi rahimahullah :
أَيْ يُحْرَمُ عَلَيْكُمْ اِبْتِدَاءُ الصَّوْمِ بِلَا سَبَبٍ حَتَّى يَكُوْنَ رَمَضَانَ
“Maksud hadis, terlarang bagi kalian untuk memulai puasa tanpa sebab (maksudnya puasa mutlak), sampai masuk bulan Ramadhan”
(Faidhul Qadir, Al Munawi 1:304 : 494)
Adapun bagi yang sudah terbiasa melakukan puasa sunnah atau puasa qadha Ramadhan maka di bolehkan untuk berpuasa walaupun lewat pertengahan sya’ban.
Sebagaimana Nabi shalallahu alaihi wasallam telah bersabda :
لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau dua hari kecuali puasa yang sudah biasa dia lakukan”
(HR Bukhari : 1914, Muslim : 1082)
Imam An Nawawi rahimahullah berkata :
قَالَ أَصْحَابُنَا لا يَصِحُّ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ عَنْ رَمَضَانَ بِلا خِلافٍ . . . فَإِنْ صَامَهُ عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ أَوْ كَفَّارَةٍ أَجْزَأَهُ ، لأَنَّهُ إذَا جَازَ أَنْ يَصُومَ فِيهِ تَطَوُّعًا لَهُ سَبَبٌ فَالْفَرْضُ أَوْلَى . .
Para ulama kami (syafi’iyyah) berkata tidak sah puasa pada hari ragu (yakni Ramadhan sudah masuk atau belum) tanpa ada perbedaan pendapat para ulama.
Adapun kalau puasa qadha, atau nadzar, atau kafarat maka boleh berpuasa (setelah lewat tengah sya’ban) karena kalau puasa yang sunnah saja di bolehkan (apabila sudah terbiasa) maka puasa yang sebabnya adalah wajib (seperti qadha, nadzar, dan kafarat) lebih utama lagi untuk bolehnya”
(AL Al Majmu’ Syarah Al Muhadzab 6/399).
Dan maksud larangan berpuasa kalau sudah masuk pertengahan Sya’ban maksudnya kalau setelah pertengahan Sya’ban baru mau memulai puasa, adapun kalau sudah berpuasa sebelum pertengahan Sya’ban lalu nyambung berpuasa sampai melewati pertengahan Sya’ban maka hal ini boleh.
Sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu anaha, ia berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا
“Adalah Nabi shalallahu alaihi wasallam terkadang puasa Sya’ban seluruhnya (banyak berpuasa), terkadang beliau tidak berpuasa di bulan Sya’ban kecuali sedikit”
(HR Bukhari : 1970, Muslim : 1156).
Wallahu A’lam