Oleh : Abu Ibrohim Muhammad Ali dan Abu Ghozie As Sundawie
3. Shalat Malam (Shalat Tarawih) Secara Berjama’ah
Tarawih artinya istirahat, dinamakan demikian karena mereka beristirahat pada setiap empat raka’at. (Lisanul ‘Arab: 2/462, kamus Al-Muhith: hal. 282)
Penekanan anjuran shalat malam pada malam-malam bulan Ramadhan adalah berdasarkan hadits ‘Aisyah g ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ، فَصَلَّى فِي المَسْجِدِ، وَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّى فَصَلَّوْا مَعَهُ، فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا، فَكَثُرَ أَهْلُ المَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى فَصَلَّوْا بِصَلاَت فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ المَسْجِدُ عَنْ أَهْلِهِ، حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ، فَلَمَّا قَضَى الفَجْرَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ، فَتَشَهَّدَ، ثُمَّ قَالَ: «أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ عَلَيَّ مَكَانُكُمْ، وَلَكِنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْتَرَضَ عَلَيْكُمْ، فَتَعْجِزُوا عَنْهَا»، فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
“Sesungguhnya Rasulullah keluar pada waktu tengah malam, lalu beliau shalat di masjid, dan shalatlah beberapa orang bersama beliau. Di pagi hari, orang-orang memperbincangkannya. Ketika Nabi k mengerjakan shalat (di malam kedua), banyaklah orang yang shalat di belakang beliau. Di pagi hari berikutnya, orang-orang kembali memperbincangkannya. Di malam yang ketiga, jumlah jamaah yang di dalam masjid bertambah banyak, lalu Rasulullah keluar dan melaksanakan shalatnya. Pada malam keempat, masjid tidak mampu lagi menampung jamaah, sehingga Rasulullah hanya keluar untuk melaksanakan shalat Subuh. Tatkala selesai shalat Subuh, beliau menghadap kepada jamaah kaum muslimin, kemudian membaca syahadat dan bersabda, ‘Sesungguhnya kedudukan kalian tidaklah samar bagiku, aku merasa khawatir ibadah ini diwajibkan kepada kalian, lalu kalian tidak sanggup melaksanakannya’. Rasulullah i wafat dan kondisinya tetap seperti ini” (HR. Al-Bukhari: 924, Muslim: 761)
Di dalam Hadits Abu Dzar f, Rasulullah k bersabda:
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كَتَبَ اللهُ لَهُ قِيَامَ لَيْلَةٍ
“Bahwasanya barangsiapa yang ikut shalat (Tarawih) bersama Imam sampai selesai maka dicatat baginya seperti shalat semalam suntuk” (HR Abu Dawud: 1375, Ahmad: 5/159, Shahih Sunan Nasa’i: /353)
Hadits di atas menunjukkan disyari’atkannya shalat Tarawih dengan berjama’ah dan yang pertama kali mempraktekkannya adalah Rasulullah bukan Umar bin Al-Khaththab sebagaimana yang disangka sebagian orang, Umar f hanyalah menghidupkan kembali apa yang sempat ditinggalkan pada masa Rasulullah karena kekhawatiran diwajibkan tersebut, demikian juga pada masa Abu Bakar f belum sempat dihidupkan kembali karena berbagai macam kesibukan mengurusi urusan-urusan umat, sehingga barulah bisa terlaksana pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khaththab. Oleh karena itu tatkala menyaksikan lentera-lentera masjid bergelantungan menerangi masjid pada malam bulan Ramadhan, Ali bin Abi Thalib f berkata, “Semoga Allah Ta’ala menerangi kuburnya Umar f sebagaimana ia telah berjasa atas terangnya masjid kami” maksudnya karena shalat Tarawih. (HR Ibnu Asakir, At-Tarikh: 44/280, At-Tamhid, Ibnu Abdil Barr: 8/119)
Bersambung