RENUNGAN PERPISAHAN (Bagian 3)

Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie

Menanamkan rasa takut dan harap ketika berpisah dengan bulan yang penuh berkah.

Takut atas kekurangan amalan yang jauh dari kesempurnaan, dan tidak ada jaminan kalau amalan kita pasti diterima, namun bersamaan dengan itu, kita tidak akan pernah putus asa dari rahmat dan ampunan Allah ﷻ.

Para salafus shalih adalah kaum yang paling sempurna amalan ibadah mereka, kaum yang paling tinggi tingkat keimanan mereka, namun bersamaan dengan itu semua, mereka adalah kaum yang paling TAKUT amalan mereka tidak diterima oleh Allah ﷻ, mereka tidak ‘ujub dengan banyaknya amalan.

Itulah sifat orang beriman, karakter ahlut tauhid yang Allah sebutkan dalam firman-Nya :

إِنَّ الَّذِينَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ (57) وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ (58) وَالَّذِينَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُونَ (59) وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (60) أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ (61)

Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka , mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya . (QS Al Mu’minun : 57-61)

Mereka selalu ingat dengan firman Allah ﷻ :

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah ﷻ hanya menerima (amalan ibadah) dari orang-orang yang bertakwa” (QS Al Maidah : 27)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata :

كُونُوا لِقَبُولِ الْعَمَلِ أَشَدَّ اهْتِمَامًا بِالْعَمَلِ فَإِنَّهُ لَنْ يُقْبَلَ عَمَلٌ إِلَّا مَعَ التَّقْوَى

“Jadilah kalian orang yang memperhatikan bagaimana agar amalan diterima, karena sesungguhnya amalan tidak diterima kecuali dibarengi dengan takwa” (Al Hilyah 10/388)

Fudhalah bin Ubaid rahimahullah berkata :

لَأَنْ أَكُونَ أَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ قَدْ تَقَبَّلَ مِنِّيْ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا لِأَنَّ اللَّهَ يَقُوْلُ: {إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ}

“Sungguh seandainya aku tahu bahwa Allah ﷻ menerima amalan ibadahku walaupun seberat biji sawi lebih aku sukai daripada dunia dan seluruh isinya, karena Allah ﷻ berfirman, “sesungguhnya Allah hanya menerima amalan ibadah dari orang yang bertakwa” (Latho’iful Ma’arif, hal. 329).

Oleh karena itu mereka senantiasa berdo’a agar amalan mereka diterima oleh Allah ﷻ

Ma’la bin Al fadhl rahimahullah berkata :

كَانُوا يَدْعُوْنَ اللَّهَ تَعَالَى سِتَةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ رَمَضَانَ يَدْعُوْنَهُ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَّقَبَّلَ مِنْهُمْ

“Para Salaf senantiasa berdo’a selama 6 bulan kepada Allah agar di pertemukan dengan bulan Ramadhan, dan mereka berdo’a juga 6 bulan setelahnya agar amalan mereka diterima disisi Allah” (Latho’iful Ma’arif, hal. 330).

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah keluar ketanah lapang untuk shalat ied, lalu berkata didalam khutbahnya :

أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ صُمْتُمْ لِلَّهِ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا وَقُمْتُمْ ثَلَاثِيْنَ لَيْلَةً وَخَرَجْتُمُ الْيَوْمَ تَطْلُبُونَ مِنَ اللَّهِ أَنْ يَتَقَبَّلَ مِنْكُمْ

“Wahai sekalian manusia sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah ﷻ selama 30 hari, telah shalat malam selama 30 malam, lalu sekarang kalian keluar untuk shalat ied untuk mengharap dari Allah agar amalan kalian diterima disisi Allah” (Lathoiful Ma’arif, hal. 330)

Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang sebuah ayat di surah Al Mu’minun yaitu firman Allah ﷻ :

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” (QS Al Mu’minun : 60), Apakah yang dimaksud dengan orang yang beramal tapi hati mereka takut itu orang yang minum khomer atau orang yang mencuri ?.

Maka Rasulullah ﷺ bersabda :

لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ، وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ , وَيُصَلُّونَ , وَيَتَصَدَّقُونَ، وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا يُقْبَلَ مِنْهُمْ، أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

“Bukan wahai putri Abu bakar, tapi yang dimaksud adalah orang yang berpuasa, shalat, sedekah akan tetapi mereka takut kalau amalan mereka tidak diterima disisi Allah ﷻ , mereka itulah orang orang yang bersegera berbuat kebajikan” (HR Tirmidzi : 3175, Ibnu Majah : 4198, As Shahihah : 162).

Tidak ada rasa Ujub dalam beramal, karena amal hanyalah sebab mendapatkan rahmat Allah ﷻ , yang dengannya kita masuk Surga, sebagaimana dalam hadits

Dari Aisyah –radhiyallahu ‘anha- bahwasanya Nabi ﷺ telah bersabda,

سَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا؛ فَإِنَّهُ لَا يُدْخِلُ أَحَدًا الْجَنَّةَ عَمَلُهُ. قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِمَغْفِرَةٍ وَرَحْمَةٍ.

“Luruslah dalam beramal, dan bersikap sedanglah, serta berbahagialah, karena sesungguhnya amalan tidak akan memasukan siapapun dengan kedalam Surga. Para sahabat bertanya, apakah demikian juga engkau wahai Rasulullah ? beliau menjawab, demikian juga aku, hanya saja Allah telah menganugerahkan kepadaku Ampunan dan rahmat Nya” (HR Bukhari : 6467)

Abul Anbiya (Bapaknya para Nabi) Nabiyullah Ibrahim alaihissalam ketika mendapatkan perintah agar membangun ka’bah rumah Allah ﷻ yang mulia.

Beliau adalah seorang nabi, tugas beliau adalah membangun ka’bah rumah Allah dan itupun atas perintah Allah, akan tetapi beliau tetap berdoa dan memohon agar amalnya diterima oleh Allah ﷻ :

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Baqarah : 127)

Sa’ad bin Ibrahim dari bapaknya Ibrahim bercerita bahwa, “Pada suatu hari ‘Abdurrahman bin ‘Auf dihidangkan makanan kepadanya saat itu ia sedang berpuasa. Lalu ia berkata :

قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي كُفِّنَ فِي بُرْدَةٍ إِنْ غُطِّيَ رَأْسُهُ بَدَتْ رِجْلَاهُ وَإِنْ غُطِّيَ رِجْلَاهُ بَدَا رَأْسُهُ وَأُرَاهُ قَالَ وَقُتِلَ حَمْزَةُ وَهُوَ خَيْرٌ مِنِّي ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنْ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنْ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ

Mus’ab bin Umair telah terbunuh. Ia adalah orang yang lebih baik dariku, namun saat (hendak dikafani) tidak ada kain kafan yang bisa membungkusnya kecuali hanyalah burdah (kain bergaris) yang apabila kepalanya akan ditutup, kakinya terbuka (karena kain yang pendek) dan bila kakinya yang hendak ditutup kepalanyalah yang terbuka. Dan aku melihat dia berkata, pula; “Hamzah pun atau orang lain yang lebih baik dariku telah terbunuh. Kemudian setelah itu dunia telah dibukakan buat kami atau katanya kami telah diberi kenikmatan dunia dan sungguh kami khawatir bila kebaikan-kebaikan kami disegerakan balasannya buat kami (berupa kenikmatan dunia). Lalu ia pun mulai menangis. (HR Bukhari)

Malik bin Dinar –rahimahullah- berkata :

«الْخَوْفُ عَلَى الْعَمَلِ أَنْ لَا يُتَقَبَّلَ أَشَدُّ مِنَ الْعَمَلِ»

“Takut dari amalan yang tidak diterima lebih besar (perhatiannya) daripada sekedar beramal” (Al Hilyah 2/378)

Abdul ‘Aziz bin Abi Rowad –rahimahullah- berkata :

«أَدْرَكْتُهُمْ يَجْتَهِدُوْنَ فِيْ الْعَمَلِ الصَّالِحِ فَإِذَا فَعَلُوْهُ، وَقَعَ عَلَيْهِمْ الْهَمُّ أَيُقْبَلُ مِنْهُمْ أَمْ لَا»

Aku mendapat (para Salaf) mereka bersungguh sungguh beramal shalih, dan ketika telah mengamalkannya, mereka ditimpa rasa gundah apakah amalan mereka diterima ataukah tidak?” (Latho’iful Ma’arif, hal. 375).

Demikianlah para salafus shalih, kaum yang kita di perintah untuk mengikuti dan meneladaninya dalam hal takut nya mereka ketika beribadah, hal ini menunjukan ketawadhu’an mereka, semoga Allah ﷻ meridahi dan merahmati mereka demikian juga bagi yang mengikutinya drngan baik sampai hari kiamat, wallahu a’lam. []

Share this:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *