Oleh : Ustadz Abu Ghozie As Sundawie
قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ أَذْكَارِهِ : جَاءَتْ آثَارٌ بِفَضِيْلَةِ رَفْعِ الصَّوْتِ بِالْقِرَاءَةِ، وَآثَارٌ بِفَضِيْلَةِ الْإِسْرَارِ.
Imam An-Nawawi berkata dalam kitab Al-Adzkar: Atsar-atsar banyak menerangkan tentang keutarnaan mengeraskan suara ketika membaca Al-Qur’an, dan juga ada atsar-atsar yang menerangkan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an dengan pelan.
قَالَ الْعُلَمَاءُ : وَالْجَمْعُ بَيْنَهُمَا أَنَّ الْإِسْرَارَ أَبْعَدُ مِنَ الرِّيَاءِ، فَهُوَ أَفْضَلُ فِيْ حَقِّ مَنَ يَخَافُ ذَلِكَ،
Para ulama berkata, “Menggabungkan antara keduanya bahwa membaca pelan itu lebih jauh dari riya’, Itu lebih utama pada orang yang takut dirinya terkena penyakit hati ini,
فَإِنْ لَمْ يَخَفِ الرِّيَاءَ، فَالْجَهْرُ أَفْضَلُ، بِشَرْطِ أنْ لاَّ يُؤَذِّيَ غَيْرَهُ مِنْ مُصَلٍّ، أَوْ نَائِمٍ أَوْ غَيْرِهِمَا.
jika dirinya tidak takut riya’, maka membaca dengan keras itu lebih baik dengan syarat tidak mengganggu orang lain yang sedang shalat, tidur, dan lain-lain.
وَدَلِيْلُ فَضِيْلَةُ الْجَهْرِ، أَنَّ الْعَمَلَ فِيْهِ أَكْبَرُ، لِأَنَّهُ يَتَعَدَّى نَفْعُهُ إِلَى غَيْرِهِ، وَلِأَنَّهُ يُوْقَظُ قَلْبِ الْقَارِئِ، وَيُجْمِعُ هَمَّهُ إِلَى الْفِكْرِ، وَيُصْرِفُ سَمْعَهُ إِلَيْهِ،
Dan dalil keutamaan membaca dengan keras adalah bahwasanya amalan itu sangat agung dan dapat bermanfaat bagi orang lain, membangunkan hati yang membaca dan fokus pikirannya kepada yang dibaca itu mengalihkan pendengarannya kepada bacaan,
وَلِأَنَّهُ يُطْرِدُ النَّوْمَ وَيَزِيْدُ فِيْ النَّشَاطِ، وَيُوقِظُ غَيْرَهُ مِنْ نَائِمٍ وَغَافِلٍ، وَيُنشِّطُهُ، فَمَتَى حَضْرُهُ شَئْ ٌمِنْ هَذِهِ النِّيَّاتِ فَالْجَهْرُ أَفْضَلُ. ([ .الأذكار ص 162]) .
menghilangkan rasa kantuk, menambah semangat, membangunkan orang lain yang mendengar dari tidur dan lalai, serta memberikan semangat kepada yang mendengarkan. Bila ada di antara beberapa niat ini pada dirinya, maka membaca dengan suara keras itu lebih baik.”
وَلَكِنْ يُحْسِنُ بِنَا أَنْ نُشِيْرَ إِلَى أَمْرٍ هَامٍ وَهُوَ أَنَّ الَّذِيْ يَجْهَرُ بِقِرَاءَتِهِ يَنْبَغِيْ عَلَيْهِ أَنْ يُرَاعِيَ مَنْ حَوْلَهُ مِنْ مُصَلٍ أَوْ تَالٍ لِلْقُرْآنِ، أَوْ نَاِئمٍ، فَلَا يُؤَّذِيَهُمْ بِرَفْعِ صَوْتِهِ.
Akan tetapi, alangkah baiknya bagi kami untuk menunjukkan kepada perkara yang sangat penting, yaitu bahwasanya orang yang membaca dengan suara keras harus menjaga orang yang di sekitarnya yang sedang shalat atau sedang membaca Al-Qur’an, atau bahkan tidur. Tidak boleh mengganggu mereka dengan suara atau bacaannya.
فَقَدْ رَوَىْ أَبُوْ سَعِيْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَكَفَ فِيْ الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُوْنَ بِالْقِرَاءَةِ، فَكَشَفَ السَّتْرَ وَقَالَ :
Abu Sa’id meriwayatkan bahwasanya Rasulullah beri’tikaf di dalam masjid, beliau mendengar para shahabat membaca Al-Qur’an dengan keras. Lalu beliau membuka tabir seraya bersabda,
«أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ، فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ»، أَوْ قَالَ: «فِي الصَّلَاةِ» ([ . رواه أبو داود (1332) وقال الألباني : صحيح . ]) .
“Ketahuilah, sesungguhnya masing-masing dari kalian itu bermunajat kepada Tuhannya. Maka, Janganlah sebagian kalian mengganggu sebagian yang lain, dan janganlah sebagian kalian mengeraskan suara ketika membaca Al-Qur’an dari sebagian yang lain.” Atau beliau bersabda, “Mengeraskan suara ketika dalam shalat.”
تَنْبِيْهٌ : تَرْتِيْلُ البَنَاتِ لِلْقُرْآنِ بِحَضْرَةِ الرِّجَالِ لَا يَجُوْزُ، لِمَا يَخْشَى فِيْ ذَلِكَ مِنَ الْفِتْنَةِ بِهِنَّ وَقَدْ جَاءَتِ الشَّرِيْعَةُ بِسَدِّ الذَّرَائِعِ الْمُفْضِيَّةِ لِلْحَرَامِ. ([ . فتاوي اللجنة الدائمة (5413) (4/127)]) .
Hal yang perlu diperhatikan: Tidak dibolehkan bagi seorang wanita membaca Al-Qur’an di hadapan laki-laki, karena takut fitnah. Dan syariat datang untuk menutup segala hal yang membawa kepada yang diharamkan.
فائدة : لَابُدَّ مِنَ النُّطْقِ بِالْقِرَاءَةِ وَالتَّلَفُّظِ بِالتِّلَاوَةِ لِحُصُوْلِ الْأَجْرِ، وَأَمَّا مَا يَفْعَلُهُ القَلِيْلُ مِنَ النَّاسِ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ بِدُوْنِ تَحْرِيْكِ الشَّفَتَيْنِ، فَهُوَ لَا يَحْصُلُ بِهِ فَضْلُ الْقِرَاءَةِ.
Faidah : Ketika membaca Al-Qur’an diharuskan mengucapkannya dan melafazkannya agar mendapatkan pahala. Adapun yang dilakukan oleh sebagian orang, mereka tidak menggerakkan lisan mereka ketika membaca Al-Qur’an, dia tidak mendapatkan keutamaan membaca Al Qur an.
قَالَ ابْنُ بَازٍ رَحِمَهُ اللَّهُ فِيْ إِحْدَى فَتَاوِيْهِ : لاَ مَانِعَ مِنَ النَّظَرِ فِيْ الْقُرْآنِ مِنْ دُوْنِ قِرَاءَةِ لِلتَّدَبُّرِ وَالتَّعَقُّلِ وَفَهْمِ الْمَعْنَى، وَلَكِنْ لَا يُعْتَبَرُ قَارِئاً وَلَا يَحْصُلُ لَهُ فَضْلُ الْقِرَاءَةِ إِلَّا تَلَفُّظٌ بِالْقُرْآنِ وَلَوْ لَمْ يُسْمَعُ مَنْ حَوْلَهُ؛
Syaikh bin Baaz rahimahullah dalam satu fatwanya berkata, “Tidak mengapa bila melihat Al-Qur’an tanpa membacanya untuk tujuan menadaburinya, memikirkannya, dan untuk memahami maknanya. Akan tetapi, itu tidak dianggap membaca Al-Qur’an dan tidak mendapatkan keutamaan membaca, kecuali bila melafazkannya, meskipun tidak didengar oleh orang-orang di sekitarnya.
لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ،
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : Bacalah Al-Qur’an oleh kalian! Sesungguhnya Al-Quran akan datang pada Hari Kiamat sebagai syafaat bagi pengembannya.”
وَمُرَادُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَصْحَابِهِ : الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ بِهِ، كَمَا فِيْ الْأَحَادِيْثِ اْلأُخْرَى، وَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنَ الْقُرْآنِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
Dan yang dimaksud dengan bi ashhabihi di sini adalah orang-orang yang mengamalkannya sebagaimana dijelaskan pada hadits-hadits lainnya, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa membaca satu huruf dari kitabullah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan (digandakan) dengan sepuluh yang serupa dengannya.”
خَرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَالدَّارِمِيُّ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ، وَلَا يُعْتَبَرُ قَارِئاً إِلَّا إِذَا تَلَفَظَ بِذَلِكَ، كَمَا نَصَّ عَلَى ذَلِكَ أَهْلُ الْعِلْمِ. وَاللهُ وَلِيُّ التَّوْفِيْقِ ([ . مجلة البحوث الإسلامية . العدد (51) لعام 1418هـ (ص140)]) .
Hadits Ini diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ad-Darimi dengan sanad yang shahih. Dan tidak dianggap membaca kecuali bila melafazkannya sebagaimana yang dinashkan oleh para ulama. Wallahu waliyyuttaufiq.’